Banggar Tanyakan Selisih Rp 700 Juta Anggaran Hibah KONI Denpasar 2020
Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Denpasar menggelar Rapat Hearing Anggaran Hibah dengan KONI Denpasar, Kamis (24/10).
DENPASAR, NusaBali
Rapat yang digelar di Ruang Rapat DPRD Denpasar, kemarin, dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Denpasar, I Wayan Mariyana Wandhira.
Pada kesempatan tersebut, anggota Banggar yang juga anggota Komisi III DPRD Kota Denpasar, AA Susruta Ngurah Putra menyoroti terkait selisih anggaran hibah KONI tahun 2020.
Dalam rapat tersebut, Ketua KONI Denpasar, IB Toni Astawa membacakan jika anggaran hibah tahun 2020 sebesar Rp 17,1 miliar. Akan tetapi di rancangan APBD tahun 2020, menurut Susruta anggaran tertulis sebesar Rp 17,8 miliar. "Di RAPBD tertulis Rp 17.821.391.000, tapi disebutkan Rp 17.184.741.000. Ini ada selisih sebesar Rp 700 juta," kata Susruta. Dia pun meminta agar KONI melakukan pengecekan kembali agar nantinya tidak ada kesalahan. "Tolong berapa yang dianggarkan untuk KONI biar nanti saya sampaikan. Karena ini kelebihan posting Rp 700 juta," katanya.
Selain selisih jumlah hibah, Susruta juga mempertanyakan anggaran jumlah cabor yang diusulkan dengan jumlah cabor yang tergabung di KONI berbeda, dimana cabor yang tergabung di KONI sebanyak 34, namun yang diusulkan sebanyak 36 cabor. Menurut Susruta, tidak ada aturan yang bisa melegalkan dua cabor yang tak tergabung dengan KONI ini mendapat anggaran pembinaan.
Susruta juga sempat menyoroti ada pengurus KONI yang masih menjadi pejabat struktural di Pemkot Denpasar yakni Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kota Denpasar, I Made Erwin Suryadharma Sena. Susruta mengatakan hal ini bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan yang ada. "Kalau pendampingan tidak masalah, namun jika pejabat struktural ikut dalam kepengurusan, ini bertentangan dengan perundang-undangan," ungkapnya.
Anggota Banggar lain, Ketut Suteja Kumara menimpali penganggaran dua cabor yang belum bergabung dengan KONI, menurutnya bisa menyebabkan adanya Silpa dalam anggaran yang tidak digunakan. "Ini bahayanya bisa terjebak, dianggarkan tapi tidak digunakan tentu jadi Silpa, yang artinya tidak ada prestasi. Ini kan uang rakyat jadi penggunaannya harus selektif," ujarnya.
Menanggapi hal itu, IB Toni Astawa mengatakan, terkait adanya selisih anggaran hibah pada RAPBD 2020, rancangan hibah yang diajukan sebesar Rp 20 miliar. Namun setelah dilakukan verifikasi oleh Disdikpora yang diterima hanya sebesar Rp 17,1 miliar. Hibah tersebut digunakan untuk belanja sekretariat sebesar Rp 11,01 miliar lebih, dan belanja kegiatan sebesar Rp 6,1 miliar lebih.
Sementara terkait adanya usulan anggaran dua cabor yang belum tergabung dalam KONI, Toni mengaku karena kedua cabor sudah dipertandingkan dalam beberapa event. "Karena itulah, maka kami alokasikan, karena akhir tahun 2019 ini mereka dipastikan sudah masuk anggota," jelasnya.
Sementara terkait kepengurusan yang dijabat oleh pejabat struktural, Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kota Denpasar, I Made Erwin Suryadharma Sena, Toni Astawa mengatakan, jabatan tersebut diembannya karena ada pengecualian walaupun ada aturan perundang-undangan. Pengecualian tersebut seperti pejabat struktural tidak diperbolehkan menjadi Ketua KONI, namun bisa menjadi anggota. "Memang benar ada aturan, akan tetapi ada dijelaskan yang tidak diperbolehkan hanya menjadi ketua umum. Kalau di bawahnya itu boleh. Dan kami sudah menanyakan ke pusat," katanya. *mis
Pada kesempatan tersebut, anggota Banggar yang juga anggota Komisi III DPRD Kota Denpasar, AA Susruta Ngurah Putra menyoroti terkait selisih anggaran hibah KONI tahun 2020.
Dalam rapat tersebut, Ketua KONI Denpasar, IB Toni Astawa membacakan jika anggaran hibah tahun 2020 sebesar Rp 17,1 miliar. Akan tetapi di rancangan APBD tahun 2020, menurut Susruta anggaran tertulis sebesar Rp 17,8 miliar. "Di RAPBD tertulis Rp 17.821.391.000, tapi disebutkan Rp 17.184.741.000. Ini ada selisih sebesar Rp 700 juta," kata Susruta. Dia pun meminta agar KONI melakukan pengecekan kembali agar nantinya tidak ada kesalahan. "Tolong berapa yang dianggarkan untuk KONI biar nanti saya sampaikan. Karena ini kelebihan posting Rp 700 juta," katanya.
Selain selisih jumlah hibah, Susruta juga mempertanyakan anggaran jumlah cabor yang diusulkan dengan jumlah cabor yang tergabung di KONI berbeda, dimana cabor yang tergabung di KONI sebanyak 34, namun yang diusulkan sebanyak 36 cabor. Menurut Susruta, tidak ada aturan yang bisa melegalkan dua cabor yang tak tergabung dengan KONI ini mendapat anggaran pembinaan.
Susruta juga sempat menyoroti ada pengurus KONI yang masih menjadi pejabat struktural di Pemkot Denpasar yakni Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kota Denpasar, I Made Erwin Suryadharma Sena. Susruta mengatakan hal ini bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan yang ada. "Kalau pendampingan tidak masalah, namun jika pejabat struktural ikut dalam kepengurusan, ini bertentangan dengan perundang-undangan," ungkapnya.
Anggota Banggar lain, Ketut Suteja Kumara menimpali penganggaran dua cabor yang belum bergabung dengan KONI, menurutnya bisa menyebabkan adanya Silpa dalam anggaran yang tidak digunakan. "Ini bahayanya bisa terjebak, dianggarkan tapi tidak digunakan tentu jadi Silpa, yang artinya tidak ada prestasi. Ini kan uang rakyat jadi penggunaannya harus selektif," ujarnya.
Menanggapi hal itu, IB Toni Astawa mengatakan, terkait adanya selisih anggaran hibah pada RAPBD 2020, rancangan hibah yang diajukan sebesar Rp 20 miliar. Namun setelah dilakukan verifikasi oleh Disdikpora yang diterima hanya sebesar Rp 17,1 miliar. Hibah tersebut digunakan untuk belanja sekretariat sebesar Rp 11,01 miliar lebih, dan belanja kegiatan sebesar Rp 6,1 miliar lebih.
Sementara terkait adanya usulan anggaran dua cabor yang belum tergabung dalam KONI, Toni mengaku karena kedua cabor sudah dipertandingkan dalam beberapa event. "Karena itulah, maka kami alokasikan, karena akhir tahun 2019 ini mereka dipastikan sudah masuk anggota," jelasnya.
Sementara terkait kepengurusan yang dijabat oleh pejabat struktural, Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kota Denpasar, I Made Erwin Suryadharma Sena, Toni Astawa mengatakan, jabatan tersebut diembannya karena ada pengecualian walaupun ada aturan perundang-undangan. Pengecualian tersebut seperti pejabat struktural tidak diperbolehkan menjadi Ketua KONI, namun bisa menjadi anggota. "Memang benar ada aturan, akan tetapi ada dijelaskan yang tidak diperbolehkan hanya menjadi ketua umum. Kalau di bawahnya itu boleh. Dan kami sudah menanyakan ke pusat," katanya. *mis
Komentar