Melawan, Izin Dicabut
Pembangkit Listrik di Bali Wajib Gunakan Bahan Bakar Gas
PLTU Celukan Bawang diberi waktu beralih dari batubara ke gas paling lambat sampai tuntasnya pembangkit Tahap II tahun 2020
SINGARAJA, NusaBali
Gubernur Bali Wayan Koster rintis kebijakan Bali Mandiri Energi Listrik dengan bahan bakar gas, yang ramah lingkungan. Nantinya, sejumlah pembangkit listrik akan dibangun di beberapa titik dengan menggunakan bahan bakar gas. Jika ada pembangkit listrik yang membangkang alias tidak mau gunakan bahan bakar gas, izinnya bakal dicabut.
Kebijakan Bali Mandiri Energi Listrik yang ramah lingkungan ini disampaikan Gubernur Koster saat menghadiri pembukaan HUT ke-69 SMAN 1 Singaraja, Buleleng, Jumat (25/10) pagi. Koster menegaskan, kebijakan energi ramah lingkungan ini berlaku untuk seluruh pembangkit listrik yang ada di Bali, termasuk PLTU Celukan Bawang di Desa Celukan Bawang, Kecamatan Gerokgak, Buleleng yang kini masih menggunakan bahan bakar batubara.
Menurut Koster, kebijakan Bali Mandiri Energi ini dicanangkan karena kondisi kelistrikan Bali yang sampai sekarang masih tergantung terhadap pasokan listrik dari Paiton, Probolinggo, Jawa Timur yang dihubungkan melalui kabel bawah laut. Kondisi ini sangat riskan terjadi gangguan listrik di Bali, jika ada masalah dalam pendistribusian pasokan listrik dari Jawa.
“Ketersediaan energi listrik di Bali saat ini sekitar 1.250 Megawatt (MA), di mana 400 MW di antaranya dipasok dari Paiton. Sedangkan kebutuhan atau beban puncak listrik di Bali mencapai 910 MW. Jadi, cadangan listrik tipis, apalagi kalau yang dari Paiton terganggu, Bali bisa gelap gulita,” ujar Koster, yang kemarin hadir ke SMAN 1 Singaraja didampingi Wakil Bupati Buleleng Nyoman Sutjidra dan Sekda Kabupaten Buleleng, Dewa Ketut Puspaka.
Untuk mewujudkan Bali Mandiri Energi Listrik tersebut, kata Koster, akan dibangun sejumlah pembangkit listrik di sejumlah wilayah di Bali, hingga cadangan listrik nantinya bisa mencapai sekitar 2.500 MW. Pencanangannya akan dimulai tahun 2020 depan. Koster pastikan seluruh pembangkit listrik yang baru akan dibangun itu dirancang ramah lingkungan, dengan menggunakan bahan bakar gas.
“Ini nanti untuk memenuhi kebutuhan listrik jangka panjang di Bali. Apalagi, pertumbuhan pemakaian listrik di Bali mencapai 6,5 persen per tahun. Ini skema penyiapan energi, paling tidak untuk 20 tahun ke depan,” tegas Gubernur asal Desa Sembiran, Kecamata Tejakula, Buleleng yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini.
Koster menyebutkan, gas dipilih sebagai bahan bakar pembangkit listrik, karena ramah lingkungan dan lebih murah. Kebijakan pembangkit listrik ramah lingkungan ini juga akan diberlakukan kepada seluruh pembangkit listrik yang sudah ada di Bali. Termasuk PLTU Celukan Bawang di Desa Celukan Bawang yang dikelola PT General Energi Bali. Saat ini, PLTU Celukan Bawang masih menggunakan batubara.
Menurut Koster, pihaknya masih memberikan waktu bertahap kepada PLTU Celukan Bawang paling lambat tahun 2020, setelah pembangunan pembangkit Tahap II berkapasitas 2 x 350 MW, yang sudah komitmen bakal menggunakan bahan bakar gas.
“Harus diganti (dengan bahan bakar gas). Kalau tidak, izinnya akan saya tutup. Saya sudah panggil investor PLTU Celukan Bawang, tidak boleh pakai batubara lagi, harus pakai gas. Kalau tidak sanggup, pergi saja, saya tidak butuh. Walaupun misalnya ada rekomendasi, kalau tidak ikut kebijakan Gubernur, rekomendasinya saya cabut. Jangan macam-macam, karena kebersihan alam Bali tanggung jawab saya,” tegas Koster.
Namun, karena menyadari infrastruktur dan investasi besar di PLTU Celukan Bawang yang selama ini menyuplai listrik cukup besar bagi Bali, menurut Koster, kebijakan energi ramah lingkungan di sini baru dapat dilaksanakan secara bertahap. Koster masih memberikan batas waktu setelah inftastruktur pembangkit listrik Tahap II PLTU Celukan Bawang tuntas dan beroperasi.
Sementara itu, General Affair PT GEB selaku pengelola PLTU Celukan Bawang, Indrianti Tanutanto, mengaku belum dapat berkomentar terkait instruksi Gubernur Bali untuk mengganti bahan bakar dari batubara ke gas yang ramah lingkungan. Indrianti mengaku akan memberikan keterangan pers setelah berkoodinasi dengan perusahaan.
Indriantio juga belum dapat memastikan rencana pembangunan pembangkit Tahap II di PLTU Celukan Bawang. “Waduh, saya belum bisa berkomentar. Kami belum mendapat kepastian berlanjut atau tidak. Apakah pakai gas atau batubara, juga belum ada keputusan,” terang Indrianti saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah di Jakarta, Jumat sore.
Indrianti mengatakan, keputusan mengenai rencana pembangunan pembangkit Tahap II berada di kantor pusat di Jakarta. Sejauh ini, pihaknya belum menerima kabar terkait dengan keputusan rencana pembangunan pembangkit Tahap II. Pembangunan pembangkit Tahap II cukup lama dirancang. Pembangkit Tahap II ini mampu menghasilkan listrik berkapasitas 600 MW. Ini jauh lebih besar dibanding pembangkit Tahap I PLTU Celukan Bawang, yang menghasilkan listrik 3 x 142 MW = 426 MW. *k23,k19
Kebijakan Bali Mandiri Energi Listrik yang ramah lingkungan ini disampaikan Gubernur Koster saat menghadiri pembukaan HUT ke-69 SMAN 1 Singaraja, Buleleng, Jumat (25/10) pagi. Koster menegaskan, kebijakan energi ramah lingkungan ini berlaku untuk seluruh pembangkit listrik yang ada di Bali, termasuk PLTU Celukan Bawang di Desa Celukan Bawang, Kecamatan Gerokgak, Buleleng yang kini masih menggunakan bahan bakar batubara.
Menurut Koster, kebijakan Bali Mandiri Energi ini dicanangkan karena kondisi kelistrikan Bali yang sampai sekarang masih tergantung terhadap pasokan listrik dari Paiton, Probolinggo, Jawa Timur yang dihubungkan melalui kabel bawah laut. Kondisi ini sangat riskan terjadi gangguan listrik di Bali, jika ada masalah dalam pendistribusian pasokan listrik dari Jawa.
“Ketersediaan energi listrik di Bali saat ini sekitar 1.250 Megawatt (MA), di mana 400 MW di antaranya dipasok dari Paiton. Sedangkan kebutuhan atau beban puncak listrik di Bali mencapai 910 MW. Jadi, cadangan listrik tipis, apalagi kalau yang dari Paiton terganggu, Bali bisa gelap gulita,” ujar Koster, yang kemarin hadir ke SMAN 1 Singaraja didampingi Wakil Bupati Buleleng Nyoman Sutjidra dan Sekda Kabupaten Buleleng, Dewa Ketut Puspaka.
Untuk mewujudkan Bali Mandiri Energi Listrik tersebut, kata Koster, akan dibangun sejumlah pembangkit listrik di sejumlah wilayah di Bali, hingga cadangan listrik nantinya bisa mencapai sekitar 2.500 MW. Pencanangannya akan dimulai tahun 2020 depan. Koster pastikan seluruh pembangkit listrik yang baru akan dibangun itu dirancang ramah lingkungan, dengan menggunakan bahan bakar gas.
“Ini nanti untuk memenuhi kebutuhan listrik jangka panjang di Bali. Apalagi, pertumbuhan pemakaian listrik di Bali mencapai 6,5 persen per tahun. Ini skema penyiapan energi, paling tidak untuk 20 tahun ke depan,” tegas Gubernur asal Desa Sembiran, Kecamata Tejakula, Buleleng yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini.
Koster menyebutkan, gas dipilih sebagai bahan bakar pembangkit listrik, karena ramah lingkungan dan lebih murah. Kebijakan pembangkit listrik ramah lingkungan ini juga akan diberlakukan kepada seluruh pembangkit listrik yang sudah ada di Bali. Termasuk PLTU Celukan Bawang di Desa Celukan Bawang yang dikelola PT General Energi Bali. Saat ini, PLTU Celukan Bawang masih menggunakan batubara.
Menurut Koster, pihaknya masih memberikan waktu bertahap kepada PLTU Celukan Bawang paling lambat tahun 2020, setelah pembangunan pembangkit Tahap II berkapasitas 2 x 350 MW, yang sudah komitmen bakal menggunakan bahan bakar gas.
“Harus diganti (dengan bahan bakar gas). Kalau tidak, izinnya akan saya tutup. Saya sudah panggil investor PLTU Celukan Bawang, tidak boleh pakai batubara lagi, harus pakai gas. Kalau tidak sanggup, pergi saja, saya tidak butuh. Walaupun misalnya ada rekomendasi, kalau tidak ikut kebijakan Gubernur, rekomendasinya saya cabut. Jangan macam-macam, karena kebersihan alam Bali tanggung jawab saya,” tegas Koster.
Namun, karena menyadari infrastruktur dan investasi besar di PLTU Celukan Bawang yang selama ini menyuplai listrik cukup besar bagi Bali, menurut Koster, kebijakan energi ramah lingkungan di sini baru dapat dilaksanakan secara bertahap. Koster masih memberikan batas waktu setelah inftastruktur pembangkit listrik Tahap II PLTU Celukan Bawang tuntas dan beroperasi.
Sementara itu, General Affair PT GEB selaku pengelola PLTU Celukan Bawang, Indrianti Tanutanto, mengaku belum dapat berkomentar terkait instruksi Gubernur Bali untuk mengganti bahan bakar dari batubara ke gas yang ramah lingkungan. Indrianti mengaku akan memberikan keterangan pers setelah berkoodinasi dengan perusahaan.
Indriantio juga belum dapat memastikan rencana pembangunan pembangkit Tahap II di PLTU Celukan Bawang. “Waduh, saya belum bisa berkomentar. Kami belum mendapat kepastian berlanjut atau tidak. Apakah pakai gas atau batubara, juga belum ada keputusan,” terang Indrianti saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah di Jakarta, Jumat sore.
Indrianti mengatakan, keputusan mengenai rencana pembangunan pembangkit Tahap II berada di kantor pusat di Jakarta. Sejauh ini, pihaknya belum menerima kabar terkait dengan keputusan rencana pembangunan pembangkit Tahap II. Pembangunan pembangkit Tahap II cukup lama dirancang. Pembangkit Tahap II ini mampu menghasilkan listrik berkapasitas 600 MW. Ini jauh lebih besar dibanding pembangkit Tahap I PLTU Celukan Bawang, yang menghasilkan listrik 3 x 142 MW = 426 MW. *k23,k19
Komentar