PK Pasutri 'Jagal Kampial' Ditolak
Tinggal Upaya Grasi Presiden Sebelum Dieksekusi
MA memvonis mati pasangan suami istri Heru Hendriyanto dan Putu Anita Sukra Dewi yang membunuh satu keluarga di Perumahan Kampial Residen, Kuta Selatan, Badung pada 16 Februari 2012 lalu.
DENPASAR, NusaBali
Pupus sudah harapan pasangan suami istri (pasutri) terpidana mati Heru Hendriyanto alias E'en alias Komang, 34 dan Putu Anita Sukra Dewi, 28. PK (Peninjauan Kembali) yang diajukan ‘Jagal Kampial’ pada 2006 lalu ditolak Mahkamah Agung (MA). Kini, pasutri yang membunuh I Made Purnabawa berserta istri Ni Luh Ayu Sri Mahayoni, 27 serta anak perempuannya, Ni Wayan Risna Ayu Dewi, 9, hanya menyisakan upaya Grasi Presiden sebelum dieksekusi.
Dalam putusan PK nomor 99 PK/Pid/2016 ditandatangani hakim agung Artidjo Alkostar, Suhadi, dan Sri Murwahyuni menyatakan menolak permohonan pemohon PK. “Mengadili menolak permohonan peninjauan kembali dari pemohon peninjauan kembali/para terpidana: I. Heru Hendriyanto alias E’en alias Komang dan II. Putu Anita Sukra Dewi tersebut; menetapkan putusan yang dimohonkan peninjauan kembali tersebut tetap berlaku,” isi petikan putusan yang dimuat dalam direktori putusan MA putusan.mahkamahagung.go.id yang sudah dikeluarkan pada Desember 2016 lalu.
Kuasa hukum pasutri terpidana mati, Edy Hartaka yang dihubungi Jumat (25/10) menyatakan dirinya belum mengetahui adanya putusan PK tersebut. “Saya baru tahu sekarang kalau putusan PK sudah turun,” ujar Edy yang mengaku sudah 3 tahun menunggu putusan ini.
Pengacara asal Solo, Jawa Tengah ini mengatakan sudah sempat mengecek beberapa kali ke PN Denpasar soal putusan PK ini, tapi dikatakan belum turun. Bahkan, dua terpidana mati, Heru dan Anita yang mendekam di Rutan Kelas IIB Karangasem juga sempat menanyakan putusan ini. “Saya pernah ditelpon Anita soal putusan PK menggunakan telpon Rutan dan saya katakan masih menunggu,” bebernya.
Edy pun memasrahkan langkah selanjutnya pada Heru dan Anita. Sebab, PK merupakan upaya hukum terakhir yang bisa ditempuh. “Saya akan sarankan Heru dan Anita untuk mendapat grasi presiden. Tapi, lebih efektif grasi itu diajukan lewat rutan atau lapas langsung,” pungkasnya.
Seperti diketahui sebelumnya, MA memvonis mati pasangan suami istri Heru Hendriyanto dan Putu Anita Sukra Dewi yang membunuh satu keluarga di Perumahan Kampial Residen, Kuta Selatan, Badung pada 16 Februari 2012 lalu.
Putusan MA ini sendiri diketok oleh Mayjen (Purn) Imron Anwari sebagai ketua majelis dengan anggota Prof Dr Gayus Lumbuun dan Dr Salman Luthan sebagai anggota. Vonis yang mengantongi perkara 675 K/PID/2013 itu diketok pada 11 Juli 2013 lalu ini juga menguatkan putusan PN Denpasar pada 6 November 2012 dan putusan PT Denpasar pada 7 Januari 2013 yang juga menghukum mati Heru dan Anita. Selain itu, dua rekannya yaitu Abdul Kodir dan Syafaat juga divonis mati karena terbukti ikut serta melakukan pembunuhan berencana terhadap satu keluarga, yaitu Made Purnabawa 28 dan istrinya, Ni Luh Ayu Sri Mahayoni, 27 serta anak perempuannya, Ni Wayan Risna Ayu Dewi, 9. *rez
Dalam putusan PK nomor 99 PK/Pid/2016 ditandatangani hakim agung Artidjo Alkostar, Suhadi, dan Sri Murwahyuni menyatakan menolak permohonan pemohon PK. “Mengadili menolak permohonan peninjauan kembali dari pemohon peninjauan kembali/para terpidana: I. Heru Hendriyanto alias E’en alias Komang dan II. Putu Anita Sukra Dewi tersebut; menetapkan putusan yang dimohonkan peninjauan kembali tersebut tetap berlaku,” isi petikan putusan yang dimuat dalam direktori putusan MA putusan.mahkamahagung.go.id yang sudah dikeluarkan pada Desember 2016 lalu.
Kuasa hukum pasutri terpidana mati, Edy Hartaka yang dihubungi Jumat (25/10) menyatakan dirinya belum mengetahui adanya putusan PK tersebut. “Saya baru tahu sekarang kalau putusan PK sudah turun,” ujar Edy yang mengaku sudah 3 tahun menunggu putusan ini.
Pengacara asal Solo, Jawa Tengah ini mengatakan sudah sempat mengecek beberapa kali ke PN Denpasar soal putusan PK ini, tapi dikatakan belum turun. Bahkan, dua terpidana mati, Heru dan Anita yang mendekam di Rutan Kelas IIB Karangasem juga sempat menanyakan putusan ini. “Saya pernah ditelpon Anita soal putusan PK menggunakan telpon Rutan dan saya katakan masih menunggu,” bebernya.
Edy pun memasrahkan langkah selanjutnya pada Heru dan Anita. Sebab, PK merupakan upaya hukum terakhir yang bisa ditempuh. “Saya akan sarankan Heru dan Anita untuk mendapat grasi presiden. Tapi, lebih efektif grasi itu diajukan lewat rutan atau lapas langsung,” pungkasnya.
Seperti diketahui sebelumnya, MA memvonis mati pasangan suami istri Heru Hendriyanto dan Putu Anita Sukra Dewi yang membunuh satu keluarga di Perumahan Kampial Residen, Kuta Selatan, Badung pada 16 Februari 2012 lalu.
Putusan MA ini sendiri diketok oleh Mayjen (Purn) Imron Anwari sebagai ketua majelis dengan anggota Prof Dr Gayus Lumbuun dan Dr Salman Luthan sebagai anggota. Vonis yang mengantongi perkara 675 K/PID/2013 itu diketok pada 11 Juli 2013 lalu ini juga menguatkan putusan PN Denpasar pada 6 November 2012 dan putusan PT Denpasar pada 7 Januari 2013 yang juga menghukum mati Heru dan Anita. Selain itu, dua rekannya yaitu Abdul Kodir dan Syafaat juga divonis mati karena terbukti ikut serta melakukan pembunuhan berencana terhadap satu keluarga, yaitu Made Purnabawa 28 dan istrinya, Ni Luh Ayu Sri Mahayoni, 27 serta anak perempuannya, Ni Wayan Risna Ayu Dewi, 9. *rez
Komentar