Catat! Perangi Hoax Bukan dengan Batasi WhatsApp dkk
Ubud Writers & Readers Festival
Ubud Writers and Readers Festival 2019
UWRF 2019
Jurnalis
Minat Baca
Langkah tidak tepat jika mengatasi hoax dilakukan penutupan atau pembatasan layanan sosial media atau intant message. Lalu harus bagaimana?
GIANYAR, NusaBali.com
Seiring dengan berkembangnya teknologi informasi, berkembang pula beragam media sosial. Perkembangan ini kemudian berbanding lurus dengan tingkat kecepatan penyebaran informasi. Namun, apakah hal ini merupakan sesuatu yang baik, atau merupakan bumerang yang dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk menyebarkan berita palsu?
Dalam Main Program UWRF bertajuk ‘Weapons of Mass Distortion’ pada Jumat (25/10/2019), empat pembicara yang merupakan pakar dalam dunia jurnalisme membahas mengenai penyebaran berita palsu atau hoax dalam dunia sosial media dan jurnalisme. Keempat pembicara tersebut antara lain Andreas Harsono, Famega Syavira Putri, Stanley Widianto, dan Nirwan Dewanto.
Dalam diskusi yang berlangsung di Taman Baca Ubud ini, para pembicara mengungkit kembali beberapa hoax yang terjadi di Indonesia selama beberapa dekade terakhir yang mengikuti beberapa peristiwa besar di Indonesia. Beberapa peristiwa tersebut, antara lain, yaitu kerusuhan Papua hingga pada kerusuhan pada saat Pilpres 2019 yang lalu.
Dalam hal ini, penyebaran berita melalui sosial media menjadi salah satu cara agar informasi mengenai peristiwa tersebut lebih cepat tersampaikan. Namun dalam beberapa kasus, riskannya akan hoax yang ikut tersebar dan menggiring opini publik menjadi perhatian pemerintah sehingga pemerintah melalui Kemkominfo menutup layanan di beberapa platform seperti WhatsApp. Cara ini, menurut Andreas Harsono, dinilai kurang tepat. “Satu-satunya cara untuk memerangi hoax adalah dengan meningkatkan kualitas jurnalisme,” ujar Andreas.
Pernyataan ini disepakati oleh Famega Syavira. Menurutnya, seiring dengan kesadaran masyarakat akan hoax, masih akan ada oknum yang mencari celah untuk menebar berita palsu. “Contohnya seperti saat pemilihan presiden, kesadaran masyarakat telah berkembang, namun yang menyebar berita palsu pasti memiliki strategi-strategi baru,” Famega menambahkan.
Untuk itu, ini juga merupakan sebuah pembelajaran bagi para jurnalis dalam media cetak maupun media online. Verifikasi fakta menjadi salah satu hal yang wajib dilakukan. Apalagi, di jaman sekarang yang mana setiap perusahaan surat kabar memiliki divisi media online sehingga bisa disebar ke semua sosial media sehingga muncul kecurigaan bahwa berita tersebut adalah berita palsu alias hoax.
Beberapa tips untuk menghindari hoax di sosial media ternyata cukup mudah dilakukan. Pertama, lakukan riset kecil-kecilan. Apalagi kalau beritanya memuat sesuatu yang berbau ilmiah, lebih baik membaca banyak buku atau situs resmi mengenai fenomena dan istilah yang dijelaskan untuk menarik benang merah. Kedua, lihat beritanya, kalau isinya tidak jelas, jangan dishare ya! *yl
Komentar