Masih Ada 9,7 Hektare Kawasan Kumuh di Buleleng
Perlu kolaborasi stakeholder, Pemkab, desa, perusahaan daerah, CSR, Perguruan Tinggi, hingga Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) mengatasi kawasan kumuh.
SINGARAJA, NusaBali
Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) hingga 2019 ini masih menyisakan 9,7 hektare kawasan kumuh, dari total sebelumnya mencapai 32 hektare di wilayah Buleleng. Luasan kawasan itu pun tersebar di sejumlah kelurahan di Kecamatan Buleleng dan beberapa di Kecamatan Seririt.
Kawasan kumuh yang masih tersisa itu di antaranya meliputi Kelurahan Kampung Bugis, Kelurahan Kampung Kajanan, Kelurahan Penarukan, Kelurahan Banyuning di Kecamatan Buleleng dan Desa Pengastulan di Kecamatan Seririt. Pengentasan kawasan kumuh pun terus dilakukan lewat kolaborasi penanganan dari stakeholder.
Team Leader Kotaku Provinsi Bali, Imam Baihaki dalam lokakarya Kotaku, Kamis (31/10) mengatakan, program Kotaku sudah tak mendapat intervensi dana dari pemerintah pusat sejak dua tahun terakhir sehingga penanganan kawasan kumuh yang tersisa dituntaskan melalui kolaborasi seluruh stakeholder, baik pemerintah kabupaten, pemerintah desa, perusahaan daerah, CSR, Perguruan Tinggi, hingga Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) di kawasan tersebut.
“Hambatan saat ini hanya mengedepankan kolaborasi. Sebelumnya semua bisa terselesaikan dengan ada intervensi dana. Tetapi saat ini meskipun tidak ada, itu sudah tidak masalah. Konsep Kotaku sekarang platform kolaborasi, keroyokan lah, drainasi siapa, jalan siapa, keteraturan bangunan, sanitasi, air bersih, sehingga tujuh elemen bisa terselesaikan,” ujar Imam Baihaki.
Dirinya juga menjelaskan jika dalam bulan ini fokus penanganan mulai ada pembangunan fisik, baik penataan ruang hijau, sanitasi hingga penghijauan. Seperti di Gang Unta, Kelurahan Penarukan, Kecamatan/Kabupaten Buleleng yang menjadi pilot project penataan permukiman kumuh di Buleleng. Penanganan kawasan kumuh juga disebut Imam perlu penyadaran masyarakat di kawasan kumuh untuk lebih memperhatikan lingkungan mereka.
Sementara itu Kepala Badan Perencanaan Pembangunan dan Litbang Buleleng (Bappeda-Litbang) Nyoman Genep, mengatakan penanganan kawasan kumuh di Buleleng memang memerlukan waktu panjang. Namun dirinya berharap dengan adanya kewenangan penanganan kumuh melalui dana kelurahan diharapkan dapat lebih cepat mendorong penuntasan. “Jangka panjang terus diidentifikasi. Lokakarya ini juga akan mengidentifikasi, merumuskan dan mencari jalan keluar. Sebenarnya tingkat kekumuhan kita di Buleleng tidak terlalu dibandingkan kota lain. Tetapi setiap daerah harus memetakan,” ucap mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup itu.
Asisten III Setda Buleleng, Gede Suyasa yang juga hadir membuka lokakarya mewakili Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana, mengatakan Program Kotaku yang menjadi kelanjutan program Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PMPN) Mandiri Perkotaan, merupakan upaya pemerintah untuk mengenolkan kawasan kumuh di masing-masing daerah. “Salah satu kriteria kawasan Kotaku adalah tidak overload, saat ini pengembangan kawasan permukiman baru dengan nama KPR Bersubsidi, ini cukup pesat perkembangannya, ini harus dikendalikan agar kawasan itu tidak overload,” jelas dia yang juga mantan Kadisdikpora Buleleng itu.*k23
Kawasan kumuh yang masih tersisa itu di antaranya meliputi Kelurahan Kampung Bugis, Kelurahan Kampung Kajanan, Kelurahan Penarukan, Kelurahan Banyuning di Kecamatan Buleleng dan Desa Pengastulan di Kecamatan Seririt. Pengentasan kawasan kumuh pun terus dilakukan lewat kolaborasi penanganan dari stakeholder.
Team Leader Kotaku Provinsi Bali, Imam Baihaki dalam lokakarya Kotaku, Kamis (31/10) mengatakan, program Kotaku sudah tak mendapat intervensi dana dari pemerintah pusat sejak dua tahun terakhir sehingga penanganan kawasan kumuh yang tersisa dituntaskan melalui kolaborasi seluruh stakeholder, baik pemerintah kabupaten, pemerintah desa, perusahaan daerah, CSR, Perguruan Tinggi, hingga Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) di kawasan tersebut.
“Hambatan saat ini hanya mengedepankan kolaborasi. Sebelumnya semua bisa terselesaikan dengan ada intervensi dana. Tetapi saat ini meskipun tidak ada, itu sudah tidak masalah. Konsep Kotaku sekarang platform kolaborasi, keroyokan lah, drainasi siapa, jalan siapa, keteraturan bangunan, sanitasi, air bersih, sehingga tujuh elemen bisa terselesaikan,” ujar Imam Baihaki.
Dirinya juga menjelaskan jika dalam bulan ini fokus penanganan mulai ada pembangunan fisik, baik penataan ruang hijau, sanitasi hingga penghijauan. Seperti di Gang Unta, Kelurahan Penarukan, Kecamatan/Kabupaten Buleleng yang menjadi pilot project penataan permukiman kumuh di Buleleng. Penanganan kawasan kumuh juga disebut Imam perlu penyadaran masyarakat di kawasan kumuh untuk lebih memperhatikan lingkungan mereka.
Sementara itu Kepala Badan Perencanaan Pembangunan dan Litbang Buleleng (Bappeda-Litbang) Nyoman Genep, mengatakan penanganan kawasan kumuh di Buleleng memang memerlukan waktu panjang. Namun dirinya berharap dengan adanya kewenangan penanganan kumuh melalui dana kelurahan diharapkan dapat lebih cepat mendorong penuntasan. “Jangka panjang terus diidentifikasi. Lokakarya ini juga akan mengidentifikasi, merumuskan dan mencari jalan keluar. Sebenarnya tingkat kekumuhan kita di Buleleng tidak terlalu dibandingkan kota lain. Tetapi setiap daerah harus memetakan,” ucap mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup itu.
Asisten III Setda Buleleng, Gede Suyasa yang juga hadir membuka lokakarya mewakili Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana, mengatakan Program Kotaku yang menjadi kelanjutan program Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PMPN) Mandiri Perkotaan, merupakan upaya pemerintah untuk mengenolkan kawasan kumuh di masing-masing daerah. “Salah satu kriteria kawasan Kotaku adalah tidak overload, saat ini pengembangan kawasan permukiman baru dengan nama KPR Bersubsidi, ini cukup pesat perkembangannya, ini harus dikendalikan agar kawasan itu tidak overload,” jelas dia yang juga mantan Kadisdikpora Buleleng itu.*k23
Komentar