Tarif Wisata TNBB Kembali Dikeluhkan
Tiket Masuk 200.000 Per Wisatawan Asing Dinilai Terlalu Mahal
Tarif kunjungan wisatawan asing ke kawasan wisata Taman Nasional Bali Barat (TNBB), Desa Sumberkelampok, Kecamatan Gerokgak, Buleleng kembali dikeluhkan kalangan pelaku wisata.
SINGARAJA, NusaBali
Tarif tiket masuk khusus untuk wisatawan asing mencapai Rp 200.000 per orang, dianggap terlalu mahal. Tarif Rp 200.000 per orang ini hanya untuk tiket masuk saja. Itu belum termasuk biaya untuk kegiatan wisata bagi turis asing, seperti diving, snorkeling, dan aktivitas wisata lainnya. Keluhan atas tingginya harga tiket masuk ke TNBB in muncul dalam postingan yang sempat hangat dibahas di media sosial, beberapa hari belakangan.
Seorang pemandu wisata meng-upload sejumlah foto wisatawan asing dengan pakaian adat Bali lengkap di TNBB. Dalam postingannya, guide tersebut mengeluhkan tiket masuk ke Pura Segara Rupek di kawasan TNBB yang besarnya mencapai Rp 200.000 per orang. Keluhan yang diunggah melalui media sosal itu pun mengundang pro dan kontra dari nitizen.
Saat dikonfirmasi NusaBali per telepon, Senin (4/11), Kepala Desa (Perbekel) Sumberkelampok, I Wayan Sawitra Yasa, yang mewilayahi Pura Segara Rupek di kawasan TNBB, mengatakan kenaikan tarif masuk sudah dilakukan sejak tahun 2014. Kenaikan tarif diberlakukan oleh Kementerian Kehutanan yang membawahi TNBB.
Menurut Wayan Sawitra Yasa, ujicoba kenaikan tarif menjadi Rp 200.000 per orang bagi wisatawan asing itu sempat membuat kalangan pelaku wisata, seperti sopir baat, pemilik boat, dan pemandu wisata di Desa Sumberkelampok kalang-kabut. “Ya, kalangan pelaku wisata sempat kalang-kabut oleh tingginya tarif tiket masuk itu,” terang Sawitra Yasa.
Meski belum mengetahui secara pasti soal keluhan yang viral di media sosial kali ini, namun Sawitra Yasa bersama masyarakat sebelumnya sudah sempat melakukan penolakan kenaikan harga tiket. Saat itu, Perbekel Sumberkelampok dan tokoh masyarakat meminta dilakukan evaluasi harga tiket masuk. “Namun, hingga saat ini belum ada kepastian terhadap usulan kami,” kenang Sawitra Yasa.
Sawitra Yasa menyebutkan, pemberlakuan tarif masuk bagi wisatawan di TNBB bukan hanya untuk ke Pura Segara Rupek. Ini juga berlaku untuk masuk ke Pulau Menjangan. Masalahnya, tarif tiket masuk baik wisatawan asing dinaikkan 10 kali lipat dari semula hanya Rp 20.000 menjadi Rp 200.000 per orang. Masyarakat keberatan atas kenaikan tarif super besar ini, karena dikhawatirkan berdampak pada menurunnya kunjungan wisatawan.
“Masyarakat kami menolak, karena semuanya (tiket masuk ke Pura Sehara Rupek dan Pulau Menjangan, Red) masuk ke pusta. Sementara desa yang mewilayahi tidak mendapat kontribusi sepeser pun,” keluh Sawitra Yasa. “Walaupun ada yang dikembalikan melalui anggaran ‘Dana Desa’, tapi dampak langsung seperti pembangunan fasilitas pendukung macam MCK dan pengolahan sampah Pos II Pulau Menjangan, belum ada,” lanjutnya.
Menurut Sawitra Yasa, kalangan pelaku wisata di Desa Sumberkelampok juga kecewa, karena mereka yang sudah ikut menjaga kawasan konservasi, malah dibelenggu dengan peraturan tarif masuk yang mengancam pendapatannya. Pemerintah desa juga sudah bekali-kali menfasilitasi keberatan kalangan pelaku wisata dan masyarakatnya.
Bahkan, kata Sawitra Yasa, keberatan kalangan pelaku wisata dan masyarakat atas kenaikan tiket masuk di TNBB tersebut sudah pula disampikan kepada Buputi Buleleng, Dinas Pariwisata Buleleng, hingga Gubernur Bali untuk mendapatkan win-win solution dalam pemanfaatan kawasan konservasi untuk pengembangan pariwisata. Namun, sejauh ini belum ada hasil.
“Harapannya, biar ada sharing-lah, tidak semua masuk ke negara. Apalagi, pura di Pulau Menjangan dan Pura Segara Rupek merupakan Pura Kahyangan Jagat yang ada pujawali. Kebersihannya juga harus dijaga. Masyarakat di sini sudah sangat sadar dan peduli dengan aturan, sehingga harus dilakukan evaluasi-lah,” harap Sawitra Yasa.
Sementara itu, Kepala Balai TNBB, Drh Agus Ngurah Krisna, mengatakan belum mengetahui keluhan pemandu wisata yang viral di media sosial terkait tingginya tarif tiket masuk bagi wisatawan asing. Ngurah Krisna juga belum mendapat laporan terkait masalah tersebut, apakah benar memang wisatawannya akan bersembahyang ke Pura Segara Rupek atau hanya berwisata religi dengan menggunakan pakaian adat Bali?
Menurut Ngurah Krisna, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2014, wisatawan asing memang dikenakan tarif masuk Rp 200.000 per ornag saat hari-hari biasa dan Rp 300.000 per orang saat hari libur. Sedangkan untuk wisatawan domestik, dikenakan tarif masuk Rp 10.000 per orang saat hari biasa dan Rp 15.000 per orang di hari libur.
“Khusus untuk pamedek (umat yang tangkil sembahyang ke pura), tidak dikenakan tiket masuk. Pamedek hanya diwajibkan membayar parkir kendaraan yang dibawanya,” ungkap Ngurah Krisna saat dikonfirmasi NusaBali terpisah, Senin kemarin.
Soal besaran tarif yang dikenakan, menurut Ngurah Krisna, itu merupakan kebijakan pemerintah pusat bersama DPR RI. Besaran tarif ditentukan dengan mempertimbangkan keanekaragaman hayati yang bisa dinikmati wisatawan, nilai yang berbeda dari sekadar tempat wisata buatan. Selain itu, juga sisi perlindungan dan kelestariannya.
Balai TNBB, kata Ngurah Krisna, hanya melaksanakan kebijakan yang sudah ditetapkan pemerintah pusat. Maka, begitu ada keberatan, akan dikembalikan dulu ke pusat. Ngurah Krisna mengatakan, sejauh ini belum ada permohonan evalausi besaran tarif yang diterima pemerintah pusat.
Menurut Ngurah Krisna, desa yang mewilayahi kawasan wisata TNBB juga mendapatkan multiplayer effect, seperti pemandu wisata, sopir boat, jasa konsumsi, dan karyawan hotel di sekitra kawasan. Manfaat yang didapat lebih besar dari jumlah penjualan tiket masuk ke TNBB yang dalam tahun 2018 mencapai sekitar Rp 8,8 miliar.
Ngurah Krisna mengklaim selama 5 tahun pemberlakuan tarif masuk, ti-dak berpengaruh terhadap angka kunjungan wisatawan asing dan domesti ke kawasan TNBB. Pada 2018, misalnya, angka kunjukan wisatawan ke TNBB mencapai 60.000 orang, terdiri dari ada 40.000 ruris asing dan 20.000 turis domestik. “Wisatawan tersebut selama ini membayar tiket masuk sesuai tarif yang ditetapkan oleh pemerintah,” katanya. *k23
Seorang pemandu wisata meng-upload sejumlah foto wisatawan asing dengan pakaian adat Bali lengkap di TNBB. Dalam postingannya, guide tersebut mengeluhkan tiket masuk ke Pura Segara Rupek di kawasan TNBB yang besarnya mencapai Rp 200.000 per orang. Keluhan yang diunggah melalui media sosal itu pun mengundang pro dan kontra dari nitizen.
Saat dikonfirmasi NusaBali per telepon, Senin (4/11), Kepala Desa (Perbekel) Sumberkelampok, I Wayan Sawitra Yasa, yang mewilayahi Pura Segara Rupek di kawasan TNBB, mengatakan kenaikan tarif masuk sudah dilakukan sejak tahun 2014. Kenaikan tarif diberlakukan oleh Kementerian Kehutanan yang membawahi TNBB.
Menurut Wayan Sawitra Yasa, ujicoba kenaikan tarif menjadi Rp 200.000 per orang bagi wisatawan asing itu sempat membuat kalangan pelaku wisata, seperti sopir baat, pemilik boat, dan pemandu wisata di Desa Sumberkelampok kalang-kabut. “Ya, kalangan pelaku wisata sempat kalang-kabut oleh tingginya tarif tiket masuk itu,” terang Sawitra Yasa.
Meski belum mengetahui secara pasti soal keluhan yang viral di media sosial kali ini, namun Sawitra Yasa bersama masyarakat sebelumnya sudah sempat melakukan penolakan kenaikan harga tiket. Saat itu, Perbekel Sumberkelampok dan tokoh masyarakat meminta dilakukan evaluasi harga tiket masuk. “Namun, hingga saat ini belum ada kepastian terhadap usulan kami,” kenang Sawitra Yasa.
Sawitra Yasa menyebutkan, pemberlakuan tarif masuk bagi wisatawan di TNBB bukan hanya untuk ke Pura Segara Rupek. Ini juga berlaku untuk masuk ke Pulau Menjangan. Masalahnya, tarif tiket masuk baik wisatawan asing dinaikkan 10 kali lipat dari semula hanya Rp 20.000 menjadi Rp 200.000 per orang. Masyarakat keberatan atas kenaikan tarif super besar ini, karena dikhawatirkan berdampak pada menurunnya kunjungan wisatawan.
“Masyarakat kami menolak, karena semuanya (tiket masuk ke Pura Sehara Rupek dan Pulau Menjangan, Red) masuk ke pusta. Sementara desa yang mewilayahi tidak mendapat kontribusi sepeser pun,” keluh Sawitra Yasa. “Walaupun ada yang dikembalikan melalui anggaran ‘Dana Desa’, tapi dampak langsung seperti pembangunan fasilitas pendukung macam MCK dan pengolahan sampah Pos II Pulau Menjangan, belum ada,” lanjutnya.
Menurut Sawitra Yasa, kalangan pelaku wisata di Desa Sumberkelampok juga kecewa, karena mereka yang sudah ikut menjaga kawasan konservasi, malah dibelenggu dengan peraturan tarif masuk yang mengancam pendapatannya. Pemerintah desa juga sudah bekali-kali menfasilitasi keberatan kalangan pelaku wisata dan masyarakatnya.
Bahkan, kata Sawitra Yasa, keberatan kalangan pelaku wisata dan masyarakat atas kenaikan tiket masuk di TNBB tersebut sudah pula disampikan kepada Buputi Buleleng, Dinas Pariwisata Buleleng, hingga Gubernur Bali untuk mendapatkan win-win solution dalam pemanfaatan kawasan konservasi untuk pengembangan pariwisata. Namun, sejauh ini belum ada hasil.
“Harapannya, biar ada sharing-lah, tidak semua masuk ke negara. Apalagi, pura di Pulau Menjangan dan Pura Segara Rupek merupakan Pura Kahyangan Jagat yang ada pujawali. Kebersihannya juga harus dijaga. Masyarakat di sini sudah sangat sadar dan peduli dengan aturan, sehingga harus dilakukan evaluasi-lah,” harap Sawitra Yasa.
Sementara itu, Kepala Balai TNBB, Drh Agus Ngurah Krisna, mengatakan belum mengetahui keluhan pemandu wisata yang viral di media sosial terkait tingginya tarif tiket masuk bagi wisatawan asing. Ngurah Krisna juga belum mendapat laporan terkait masalah tersebut, apakah benar memang wisatawannya akan bersembahyang ke Pura Segara Rupek atau hanya berwisata religi dengan menggunakan pakaian adat Bali?
Menurut Ngurah Krisna, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2014, wisatawan asing memang dikenakan tarif masuk Rp 200.000 per ornag saat hari-hari biasa dan Rp 300.000 per orang saat hari libur. Sedangkan untuk wisatawan domestik, dikenakan tarif masuk Rp 10.000 per orang saat hari biasa dan Rp 15.000 per orang di hari libur.
“Khusus untuk pamedek (umat yang tangkil sembahyang ke pura), tidak dikenakan tiket masuk. Pamedek hanya diwajibkan membayar parkir kendaraan yang dibawanya,” ungkap Ngurah Krisna saat dikonfirmasi NusaBali terpisah, Senin kemarin.
Soal besaran tarif yang dikenakan, menurut Ngurah Krisna, itu merupakan kebijakan pemerintah pusat bersama DPR RI. Besaran tarif ditentukan dengan mempertimbangkan keanekaragaman hayati yang bisa dinikmati wisatawan, nilai yang berbeda dari sekadar tempat wisata buatan. Selain itu, juga sisi perlindungan dan kelestariannya.
Balai TNBB, kata Ngurah Krisna, hanya melaksanakan kebijakan yang sudah ditetapkan pemerintah pusat. Maka, begitu ada keberatan, akan dikembalikan dulu ke pusat. Ngurah Krisna mengatakan, sejauh ini belum ada permohonan evalausi besaran tarif yang diterima pemerintah pusat.
Menurut Ngurah Krisna, desa yang mewilayahi kawasan wisata TNBB juga mendapatkan multiplayer effect, seperti pemandu wisata, sopir boat, jasa konsumsi, dan karyawan hotel di sekitra kawasan. Manfaat yang didapat lebih besar dari jumlah penjualan tiket masuk ke TNBB yang dalam tahun 2018 mencapai sekitar Rp 8,8 miliar.
Ngurah Krisna mengklaim selama 5 tahun pemberlakuan tarif masuk, ti-dak berpengaruh terhadap angka kunjungan wisatawan asing dan domesti ke kawasan TNBB. Pada 2018, misalnya, angka kunjukan wisatawan ke TNBB mencapai 60.000 orang, terdiri dari ada 40.000 ruris asing dan 20.000 turis domestik. “Wisatawan tersebut selama ini membayar tiket masuk sesuai tarif yang ditetapkan oleh pemerintah,” katanya. *k23
1
Komentar