Warisi Sikap Sosial-Nasionalis Soekarno
Ida Pandita Mpu Nabe Kertha Warsa Nawa Putra, 82, sulinggih dari Griya Taman Agung Wilaja Asrama, Banjar Adat Bale Agung, Desa Pakaraman Buleleng, lebar (meninggal dunia) akibat penyakit menua.
Ida Pandita dari Bale Agung Lebar
SINGARAJA, NusaBali
Selama hayatnya, almarhum mewarisi sikap sosial dan nasionalis Bung Karno, karena masih ada hubungan darah dengan mendiang Presiden RI pertama. Almarhum Ida Pandita Mpu Nabe Kertha Warsa Nawa Putra menghembuskan napas terakhir dalam perawatan di RS Kertha Usada Singaraja, Minggu (10/7) dinihari. Sebelum dinyatakan lebar, sulinggih yang semasa walaka bernama I Gede Pasek ini sempat keluar masuk RS Kertha Usada.
Awalnya, sulinggih berusia 82 tahun yang masih kerabat mendiang Presiden Soekarno dan Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri ini sebelumnya dilarikan ke RS karena gejala penyakit menua, seperti mendadak lemas dan mengalami sesak napas. Berdasarkan diagnose dokter, Ida Pandita Mpu dinyatakan mengalami infeksi paru-paru dan prostat. Setelah 8 hari dirawat di RS Kertha Usada, Ida Pandita Mpu dibolehkan pulang. Namun, setelah pulang kediamannya di Griya Griya Taman Agung Wilaja Asrama, Banjar Bale Agung, Kelurahan Paket Agung, Kota Singaraja, kondisinya kembali drop. Karena tekanan darahnya meninggu, akhirnya Ida Pandita Mpu kembali dibawa ke RS Kertha Usada, Sabtu (9/7) sore.
Sayang, setelah beberapa jam dirawat di RS, Ida Pandita Mpu akhirnya menghembuskan napas terakhir, Minggu dinihari pukul 02.30 Wita. Tim dokter menyatakan sulinggih berusia 82 tahun ini meninggal karena mengalami pecah pembuluh darah di otak. Ida Pandita Mpu, yang sebelumnya madiksa Dwijati (upacara penobatan) sebagai suli-nggih pada 17 Oktober 1998 silam, berpulang buat selamanya dengan meninggalkan istri tercinta, Ida Pandita Mpu Istri Nabe Kertha Warsa Nawa Putra, dan 5 anak. Hingga saat ini, jenazah almarhum masih disemayamkan di rumah duka. Rencananya, upacara palebon jenazah Ida Pandita Mpu akan dilaksanakan di Karang Suci Setra Desa Pakraman Buleleng pada Wraspati Paing Kulatir, Kamis (21/7) depan.
Ida Panita Mpu Nabe Kertha Warsa Nawa Putra merupakan putra sulung dari 7 ber-saudara keluarga pasangan I Made Putra dan Luh Ayu. Adik ketiga almarhum kini sebagai balian, sementara adik bungsunya yang perempuan ngayah sebagai Pamangku Pura Desa Pakraman Buleleng. Jauh sebelumnya, Ida Pandita Mpu yang ngayah sebagai Jro Mangku Pura Desa Pakraman Buleleng.
Jika dilihat dari silsilah darah keturunan, Ida Pandita Mpu---yang semasa walaka bernama I Gede Pasek---masih memiliki hubungan darah dari garis ayah dengan Ni Nyoman Rai Srimben, ibu kandung mendiang Presiden Soekarno. Ida Pandita Mpu masih tergolong cucu keponakan dari Nyoman Rai Srimben. Sekadar dicatat, Nyoman Rai Serimben merupakjan istri dari Raden Sukemi, pria asal Blitar, Jawa Timur yang dulu menjadi guru pengajar di SDN 1 Singaraja kawasan Banjar Paketan, Kelurahan Paket Agung. Dari pernikahan Raden Sukemi dengan Nyoman Rai Serimben, perempuan asal Banjar Bale Agung, lahirlah Bung Karno, Proklamator Kemerdekaan RI sekaligus Presiden pertama.
Hanya saja, hingga saat ini pengungkapan sejarah silsilah keluarga besar Bale Agung belum final. Saat ini masih dalam tahap penyempurnaan dan melengkapi data-data yang dianggap kurang. Hal ini diakui oleh salah satu cucu sepupu Nyoman Rai Srimben, Jro Made Arsana, kepada NusaBali di rumah duka, Senin (18/7). “Karena kami menggali garis keturunan dari awal, jadi masih mencocokkan nama-nama yang kadang terlihat sama. Silsilah belum final, tapi sudah rampung setengah,” kata Jro Made Arsana.
Hingga saat ini, keluarga Besar Bale Agung yang asal klan Pasek Tatar Bale Agung masih mendapat kehormatan dari Blitar, tanah kelahiran ayah Soekarno, Raden Sukemi. Ketika Soekarno masih hidup dan melaksanakan pertemuan di Istana Kepresidenan Tampaksiring, Gianyar dengan sejumlah pejabat negara, mendiang Presiden RI ke-1 memberikan kehormatan kepada ibunya, Nyoman Rai Serimben, dengan gelar Ida Ayu.
Gelar tersebut pun dikatakan dibawa dari Blitar, karena ayah Soekarno adalah seorang Raden. Namun, gelar tersebut dikatakan bukan gelar kasta yang diberikan Soekarno, melainkan sebagai wujud penghormatan kepada sosok ibu yang melahirkan dan membesarkannya, sehingga dia menjadi sejarawan yang tidak dapat dilupakan oleh bangsa.
Sementara itu, anak kedua dari Ida Pandita Mpu Nabe Kertha Warsa Nawa Putra, I Made Slamet Ganeawan, berpulangnya almarhum menyisakan secuil kisah nasionalis dan sosial yang terpancar dari karakternya. Sifat nasionalis dan sosial tersebut tidak ubahnya beberapa karakter Bung Karno, karena Ida Pandita Mpu masih memiliki hubungan darah dengan Nyoman Rai Srimben.
Made Slamet Ganeawan mengisahkan, sebelum lebar, Ida Pandita Mpu sering berpesan agar Geriya Taman Agung Wilaja Asrama di Banjar Bale Agung tidak hanya diperuntukkan buat untuk keluarga, tapi milik umat. Bahkan, almarhum juga smpat berpesan agar siapa pun nanti yang meneruskan tugasnya sebagai sulinggih, diizinkan untuk menempati Geriya Taman Agung Wilaja Asrama, “Begitu pula saat melayani umatnya, Aji (panggilan untuk Ida Pandita Mpu) tidak pernah membeda-bedakan. Beliau selalu menyarankan kami untuk mengutaman orang yang tidak mampu,” kenang Made Slamet kepada NusaBali di rumah duka, Senin petang.
Menurut Made Slamet, almarhum ayahnya madiksa Dwi Jati sebagai sulinggih di Grya Taman Badrika Asrama, Desa/Kecamatan Seririt, Buleleng, 17 Oktober 1998 silam, oleh PHDI Buleleng. Sebelum menjadi sulinggih, almarhum ngayah sebagai Pamangku di Pura Desa Pakraman Buleleng sejak 1986. Ida Pandita Mpu yang kala itu masih bernama walaka I Gede Pasek, ngayah sebagai keturunan ke-11 jadi Jro Mangu Pura Desa Pakraman Buleleng. Setelah jadi sulinggih pada 1998, almarhum bertugas melayani umat sedharma sebagai pamuput karya.
Menurut Made Slamet, semasa hidupnya, Ida Pandita Mpu pernah muput tingkatan upacara tertinggi dalam Pitra Yadnya, yakni upacara Maligia di Karangasem dan upacara Wrespati Kalpa di Merajan Agung Taman Bali. Selain itu, Ida Panida Mpu juga aktif menjadi pemimpin upacara telu bulanan, pangabenan, pawiwahan, dan jenis upacara lainnya. 7 k23
Komentar