Pengantin yang Komitmen Tak Pakai Plastik Dalam Upacaranya, Dapat Hadiah Seekor Babi Hitam
Cara Unik Desa Tembok, Tejakula, Buleleng, Meminimalisir Penggunaan Plastik Sekali Pakai
Syarat untuk mendapat reward babi hitam cukup sederhana, mempelai dan keluarga cukup menandatangani pakta integritas, tidak menggunakan plastik sekali pakai dalam rangkaian upacara perkawinan.
SINGARAJA, NusaBali
Pemerintah Desa Tembok, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, kembali meluncurkan program inovatif dalam meminimalkan dan menanggulangi sampah plastik sekali pakai. Terobosan yang dilakukan terbilang sangat kreatif dan unik, yakni dengan memberikan reward kepada warganya yang sedang menggelar upacara pernikahan dengan memberikan satu ekor babi hitam secara cuma-cuma. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh mempelai dan keluarga cukup sederhana, yakni dengan menandatangani pakta integritas berupa surat pernyataan tidak menggunakan plastik sekali pakai dalam rangkaian upacara pernikahannya.
Terobosan inovatif itu merupakan hasil pemikiran Perbekel Desa Tembok Dewa Komang Yudi Astara. Satu ekor babi hitam seberat 80 kilogram diserahkan pertama kali di upacara pernikahan Gede Wangi Astawa, 27, dengan Ni Made Sugiantini, 24, warganya di Banjar Dinas/Desa Tembok, Jumat (8/11) siang.
Perbekel Dewa Yudi menyebutkan, program reward babi hitam pada upacara pernikahan warganya merupakan upaya untuk meminimalkan dan menanggulangi sampah plastik sekali pakai. Saat ini pemerintah desa juga sedang menyiapkan Peraturan Desa (Perdes) yang ditargetkan pada November ini sudah disahkan dan diundangkan, serta berlaku bagi masyarakat Desa Tembok. Dalam Perdes tersebut akan diatur permasalahan sampah dari hulu ke hilir lengkap pula dengan reward dan punishment. “Insentif babi hitam kami berikan kepada warga yang sedang melangsungkan upacara pernikahan, yang mau komitmen mengurangi atau sama sekali tidak menggunakan plastik sekali pakai,” kata Dewa Yudi yang ditemui saat penyerahan reward di rumah mempelai.
Dewa Yudi mengaku memilih upacara pernikahan untuk penyerahan reward, karena dalam upacara tersebut akan menghadirkan banyak warga, baik keluarga maupun undangan. “Nah, di acara seperti itu, secara tidak langsung akan mulai mengedukasi warga yang datang. Tanpa edukasi verbal lisan pun mereka sudah bisa nangkep,” imbuh Dewa Yudi.
Selain itu rangkaian upacara pernikahan disebutnya memberikan media sosialisasi gratis dengan banyaknya orang yang berkumpul. Minimal penyampaian pesan untuk mengurangi pemakaian sampah plastik sekali pakai bisa lebih cepat sampai ke masyarakat.
Reward disebutnya sangat dibutuhkan di tataran masyarakat yang selama ini belum tersentuh edukasi secara intens. Menurutnya akan lebih cepat dan mudah dilakukan jika mereka mendapatkan hadiah sebagai dorongan untuk mengurangi sampah plastik sekali pakai. Meski tak dipungkiri usaha itu memerlukan waktu bertahap untuk dapat menyadarkan masyarakatnya. Reward yang diberikan pun salah satu upaya meringankan pengeluaran krama yang memiliki hajatan.
Selain memberikan reward babi hitam, yang sangat diperlukan dalam sarana upacara Hindu di Bali, pemerintah desa juga memberikan pinjaman fasilitas lain kepada warganya yang berkomitmen mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Pinjaman berupa i air galon lengkap dengan pompanya sebagai pengganti air kemasan gelas sekali pakai, tedung saji menggantikan bungkus jajanan dan kue dari plastik, besek (anyaman bambu berbentuk kotak, Red) untuk menggantikan kantong plastik tempat walesan (buah tangan berupa makanan, Red) untuk tamu undangan yang hadir hingga teko dan gelas.
Pemerintah desa yang saat ini menggunakan dana dari CSR perusahaan hotel dan vila di sekitarnya mengaku tak memberikan persyaratan yang berat bagi warganya yang ingin mendapatkan reward babi hitam ini. Syaratnya cukup sederhana, mempelai dan keluarga hanya perlu menandatangani pakta integritas berupa surat pernyataan tidak menggunakan atau mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.
Komitmen untuk mengurangi sampah plastik sekali pakai diharapkan pemerintah desa tak hanya dilaksanakan pada saat ada upacara saja, namun diyakini olehnya secara perlahan akan menjadi kebiasaan di kehidupan sehari-hari. “Dengan sudah pernah berkomitmen saya rasa akan lebh mudah diarahkan jika suatu saat mereka lupa akan komitmennya,” jelas dia.
Dewa Yudi pun menegaskan setelah Perdes penanganan plasik sekali pakai disahkan, seluruh anggaran reward akan dipasang di APBDes. Pemerintah desa pun tak memasang batasan jumlah warganya yang ingin mengikuti program itu dalam setahun.
Dewa Yudi mengatakan program reward babi hitam untuk meminimalisir penggunaan plastik sekali pakai akan lebih bijaksana, efektif, dan bermanfaat daripada desa menganggarkan biaya operasional penanganan sampah melalui TPST, petugas sampah dan armada hingga ratusan juta rupiah. Namun ke depan dia pun berharap desa adat dapat mendukungnya dengan membuatkan pararem tentang sampah sekali pakai, sehingga penanganan dapat dilakukan sejalan.
Sementara itu, dalam Perdes tentang sampah nanti akan melibatkan tim pengawas yang beranggota karang taruna hingga pecalang. Mereka yang akan mencatat siapa-siapa warganya yang melakukan pelanggaran komitmen. Jika terbukti warga yang lepas dari komitmennya akan menerima punishment sesuai yang diatur di dalam Perdes. Mulai dari peringatan, pembatasan layanan publik di kantor desa. Selain itu, Dewa Yudi mengaku masih mencari celah apakah bentuk punishment bisa dimasukkan berupa sanksi materi.
Sementara itu, Gede Wangi Astawa sebagai warga yang berkomitmen pertama kali tidak menggunakan pastik sekali pakai dalam upacara pernikahannya, mengaku sangat diuntungkan dengan program reward babi hitam dari pemerintah desanya. Selain meringankan biaya pernikahan, juga cukup membantu efektivitas penggunaan barang-barang penunjang lainnya yang difasilitasi pihak desa.
“Selain diringankan, ini kan untuk kita juga ke depannya, karena pengaruh buruk sampah plastik mengancam anak cucu kita. Karena itu kami ikut program ini, ikut menghilangkan sedikit sampah plastik dari bumi,” tutur Gede Wangi, pengantin pria.
Gede Wangi yang bekerja di villa yang ada di Desa Tembok mengaku tidak keberatan jika beberapa plastik sekali pakai selama ini diganti dengan bahan dan barang yang lebih ramah lingkungan. “Sebenarnya tidak berat, tergantung dari diri kita saja. Apalagi diberikan kemudahan begini. Di vila tempat saya bekerja juga sekarang tidak pakai plastik, air kemasan diganti pakai yang botol, yang penting ada kemauan,” ungkap dia. *k23
Terobosan inovatif itu merupakan hasil pemikiran Perbekel Desa Tembok Dewa Komang Yudi Astara. Satu ekor babi hitam seberat 80 kilogram diserahkan pertama kali di upacara pernikahan Gede Wangi Astawa, 27, dengan Ni Made Sugiantini, 24, warganya di Banjar Dinas/Desa Tembok, Jumat (8/11) siang.
Perbekel Dewa Yudi menyebutkan, program reward babi hitam pada upacara pernikahan warganya merupakan upaya untuk meminimalkan dan menanggulangi sampah plastik sekali pakai. Saat ini pemerintah desa juga sedang menyiapkan Peraturan Desa (Perdes) yang ditargetkan pada November ini sudah disahkan dan diundangkan, serta berlaku bagi masyarakat Desa Tembok. Dalam Perdes tersebut akan diatur permasalahan sampah dari hulu ke hilir lengkap pula dengan reward dan punishment. “Insentif babi hitam kami berikan kepada warga yang sedang melangsungkan upacara pernikahan, yang mau komitmen mengurangi atau sama sekali tidak menggunakan plastik sekali pakai,” kata Dewa Yudi yang ditemui saat penyerahan reward di rumah mempelai.
Dewa Yudi mengaku memilih upacara pernikahan untuk penyerahan reward, karena dalam upacara tersebut akan menghadirkan banyak warga, baik keluarga maupun undangan. “Nah, di acara seperti itu, secara tidak langsung akan mulai mengedukasi warga yang datang. Tanpa edukasi verbal lisan pun mereka sudah bisa nangkep,” imbuh Dewa Yudi.
Selain itu rangkaian upacara pernikahan disebutnya memberikan media sosialisasi gratis dengan banyaknya orang yang berkumpul. Minimal penyampaian pesan untuk mengurangi pemakaian sampah plastik sekali pakai bisa lebih cepat sampai ke masyarakat.
Reward disebutnya sangat dibutuhkan di tataran masyarakat yang selama ini belum tersentuh edukasi secara intens. Menurutnya akan lebih cepat dan mudah dilakukan jika mereka mendapatkan hadiah sebagai dorongan untuk mengurangi sampah plastik sekali pakai. Meski tak dipungkiri usaha itu memerlukan waktu bertahap untuk dapat menyadarkan masyarakatnya. Reward yang diberikan pun salah satu upaya meringankan pengeluaran krama yang memiliki hajatan.
Selain memberikan reward babi hitam, yang sangat diperlukan dalam sarana upacara Hindu di Bali, pemerintah desa juga memberikan pinjaman fasilitas lain kepada warganya yang berkomitmen mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Pinjaman berupa i air galon lengkap dengan pompanya sebagai pengganti air kemasan gelas sekali pakai, tedung saji menggantikan bungkus jajanan dan kue dari plastik, besek (anyaman bambu berbentuk kotak, Red) untuk menggantikan kantong plastik tempat walesan (buah tangan berupa makanan, Red) untuk tamu undangan yang hadir hingga teko dan gelas.
Pemerintah desa yang saat ini menggunakan dana dari CSR perusahaan hotel dan vila di sekitarnya mengaku tak memberikan persyaratan yang berat bagi warganya yang ingin mendapatkan reward babi hitam ini. Syaratnya cukup sederhana, mempelai dan keluarga hanya perlu menandatangani pakta integritas berupa surat pernyataan tidak menggunakan atau mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.
Komitmen untuk mengurangi sampah plastik sekali pakai diharapkan pemerintah desa tak hanya dilaksanakan pada saat ada upacara saja, namun diyakini olehnya secara perlahan akan menjadi kebiasaan di kehidupan sehari-hari. “Dengan sudah pernah berkomitmen saya rasa akan lebh mudah diarahkan jika suatu saat mereka lupa akan komitmennya,” jelas dia.
Dewa Yudi pun menegaskan setelah Perdes penanganan plasik sekali pakai disahkan, seluruh anggaran reward akan dipasang di APBDes. Pemerintah desa pun tak memasang batasan jumlah warganya yang ingin mengikuti program itu dalam setahun.
Dewa Yudi mengatakan program reward babi hitam untuk meminimalisir penggunaan plastik sekali pakai akan lebih bijaksana, efektif, dan bermanfaat daripada desa menganggarkan biaya operasional penanganan sampah melalui TPST, petugas sampah dan armada hingga ratusan juta rupiah. Namun ke depan dia pun berharap desa adat dapat mendukungnya dengan membuatkan pararem tentang sampah sekali pakai, sehingga penanganan dapat dilakukan sejalan.
Sementara itu, dalam Perdes tentang sampah nanti akan melibatkan tim pengawas yang beranggota karang taruna hingga pecalang. Mereka yang akan mencatat siapa-siapa warganya yang melakukan pelanggaran komitmen. Jika terbukti warga yang lepas dari komitmennya akan menerima punishment sesuai yang diatur di dalam Perdes. Mulai dari peringatan, pembatasan layanan publik di kantor desa. Selain itu, Dewa Yudi mengaku masih mencari celah apakah bentuk punishment bisa dimasukkan berupa sanksi materi.
Sementara itu, Gede Wangi Astawa sebagai warga yang berkomitmen pertama kali tidak menggunakan pastik sekali pakai dalam upacara pernikahannya, mengaku sangat diuntungkan dengan program reward babi hitam dari pemerintah desanya. Selain meringankan biaya pernikahan, juga cukup membantu efektivitas penggunaan barang-barang penunjang lainnya yang difasilitasi pihak desa.
“Selain diringankan, ini kan untuk kita juga ke depannya, karena pengaruh buruk sampah plastik mengancam anak cucu kita. Karena itu kami ikut program ini, ikut menghilangkan sedikit sampah plastik dari bumi,” tutur Gede Wangi, pengantin pria.
Gede Wangi yang bekerja di villa yang ada di Desa Tembok mengaku tidak keberatan jika beberapa plastik sekali pakai selama ini diganti dengan bahan dan barang yang lebih ramah lingkungan. “Sebenarnya tidak berat, tergantung dari diri kita saja. Apalagi diberikan kemudahan begini. Di vila tempat saya bekerja juga sekarang tidak pakai plastik, air kemasan diganti pakai yang botol, yang penting ada kemauan,” ungkap dia. *k23
1
Komentar