Bos Hotel Kuta Paradiso Lawan Dakwaan
Didakwa Rugikan Tomy Winata Rp 285 Miliar
Pemilik Hotel Kuta Paradiso, Harijanto Karjadi, 65, yang menjadi terdakwa kasus pemalsuan akta otentik dan penggelapan mulai menjalani sidang di PN Denpasar, Selasa (12/11).
DENPASAR, NusaBali
Dalam dakwaan, Harijanto didakwa melakukan tindak pidana yang merugikan korban Tomy Winata senilai USD 20.389.661 atau sekitar Rp 285 miliar lebih.
Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ketut Sujaya dkk membeber kronologis tindak pidana yang dilakukan Harijanto bersama kakaknya, Hartono Karijadi (DPO). Disebutkan, kasus ini berawal dari akta perjanjian pemberian kredit No 8 tanggal 28 November 1995 yang dibuat di notaries Hendra Karyadi yang ditandatangani PT Geria Wijaya Prestige (GWP) yang diwakili terdakwa Harijanto Karjadi selaku Direktur Utama dan Hermanto Karjadi sebagai Direktur.
Dalam perjanjian tersebut PT GWP mendapat pinjaman dari Bank Sindikasi (gabungan 7 bank) sebesar USD 17.000.000. Pinjaman kredit tersebut PT GWP untuk membangun Hotel Sol Paradiso yang kini telah berganti nama menjadi Hotel Kuta Paradiso di Jalan Kartika Plasa Kuta, Badung.
Sebagai jaminan kredit, PT GWP menyerahkan tiga sertifkat HGB di Kuta serta gadai saham PT GWP milik Harijanto Karjadi, Hermanto Karjadi dan Hartono Karjadi kepada Bambang Irawan sebagai kuasa PT Bank PDFCI yang nantinya bergabung dengan Bank Danamon sebagai agen jaminan.
Dalam rapat kreditur PT GWP yang digelar Maret 2005, Bank Danamon mengundurkan diri sebagai agen jaminan dan menunjuk PT Bank Multicor selaku agen pengganti. Bank Multicor sendiri akhirnya berubah hingga akhirnya piutang PT GWP dipegang PT Bank China Cntruction Bank Indonesia (CCB Indonesia). Selanjutnya korban Tommy Winata membeli piutang PT GWP. Harga piutang yang dialihkan CCB Indonesia kepada korban Tomy Winata adalah Rp 2 miliar.
“Dengan adanya akta tersebut, Tomy Winata merupakan orang yang berhak menagih utang kepada PT GWP,” tegas JPU. Namun saat dicek oleh Dezrizal yang merupakan kuasa hukum Tomy Winata, ada beberapa kejanggalan dalam kredit PT GWP. Salah satunya adalah jual beli saham antara Hartono Karjadi dengan Sri Karjadi yang merupakan adiknya.
“Bahwa terdakwa Harijanto Karjadi yang memberikan persetujuan pergantian pemegang saham PT GWP. Padahal dia mengetahui bahwa Hartono bersama-sama terdakwa Harojanto dan Hermanto Karijadi telah menjaminkan sahamnya kepada Bank Sindikasi sesuai akta gadai saham No 28 tanggal 28 November 2005,” jelas JPU.
Bahwa akibat perbuatan terdakwa Harijanto Karjadi dan Hartono Karijadi (DPO) mengakibatkan korban Tomy Winata mengalami kerugian USD 20.389.661 atau sekitar Rp 285 miliar. Terdakwa Harijanto didakwa dengan tiga pasal yaitu Pasal 226 ayat (1) dan ayat (2) KUHP tentang pemalsuan akta otentik dan Pasal 372 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penggelapan dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara. Atas dakwaan ini, terdakwa Harijanto melalui kuasa hukumnya, Berman Sitompul dan Petrus Bala Pattyona langsung melakukan perlawanan dengan mengajukan eksepsi (keberatan atas dakwaan) dalam sidang berikutnya. “Kami mohon waktu untuk menyiapkan eksepsi,” tegas kuasa hukum terdakwa.
Seperti diketahui, selain melaporkan secara pidana, korban yang merupakan pengusaha yang akrab disapa TW ini juga melakukan gugatan perdata di PN Jakarta Pusat dengan register perkara No. 223/pdt.G/Jkt. Pst. Namun gugatan yang diajukan Dezrisal yang merupakan pengacara TW ditolak seluruhnya oleh majelis hakim yang diketuai Sunarso. Dalam sidang pembacaan putusan pada 18 Juli 2019 lalu juga diwarnai insiden penganiayaan memakai ikat pinggang yang dilakukan Desrizal kepada majelis hakim yang tengah membacakan pertimbangan putusan.
Sementara itu, terkait pengalihan hak tagih piutang dari Bank CCB kepada TW, Fireworks Ventures Limited diketahui mengajukan gugatan perdata kepada Bank CCB (tergugat I) dan TW (tergugat II) di PN Jakarta Utara yang tercatat daam register perkara No. 555/pdt. G./Jkt. Utr. Dalam putusannya, pada 15 Oktober 2019, majelis hakim yang diketuai Riyanto Adam Pontoh mengabulkan gugatan Fireworks. Pada intinya, hakim menyatakan pengalihan piutang dari CCB kepada TW tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. *rez
Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ketut Sujaya dkk membeber kronologis tindak pidana yang dilakukan Harijanto bersama kakaknya, Hartono Karijadi (DPO). Disebutkan, kasus ini berawal dari akta perjanjian pemberian kredit No 8 tanggal 28 November 1995 yang dibuat di notaries Hendra Karyadi yang ditandatangani PT Geria Wijaya Prestige (GWP) yang diwakili terdakwa Harijanto Karjadi selaku Direktur Utama dan Hermanto Karjadi sebagai Direktur.
Dalam perjanjian tersebut PT GWP mendapat pinjaman dari Bank Sindikasi (gabungan 7 bank) sebesar USD 17.000.000. Pinjaman kredit tersebut PT GWP untuk membangun Hotel Sol Paradiso yang kini telah berganti nama menjadi Hotel Kuta Paradiso di Jalan Kartika Plasa Kuta, Badung.
Sebagai jaminan kredit, PT GWP menyerahkan tiga sertifkat HGB di Kuta serta gadai saham PT GWP milik Harijanto Karjadi, Hermanto Karjadi dan Hartono Karjadi kepada Bambang Irawan sebagai kuasa PT Bank PDFCI yang nantinya bergabung dengan Bank Danamon sebagai agen jaminan.
Dalam rapat kreditur PT GWP yang digelar Maret 2005, Bank Danamon mengundurkan diri sebagai agen jaminan dan menunjuk PT Bank Multicor selaku agen pengganti. Bank Multicor sendiri akhirnya berubah hingga akhirnya piutang PT GWP dipegang PT Bank China Cntruction Bank Indonesia (CCB Indonesia). Selanjutnya korban Tommy Winata membeli piutang PT GWP. Harga piutang yang dialihkan CCB Indonesia kepada korban Tomy Winata adalah Rp 2 miliar.
“Dengan adanya akta tersebut, Tomy Winata merupakan orang yang berhak menagih utang kepada PT GWP,” tegas JPU. Namun saat dicek oleh Dezrizal yang merupakan kuasa hukum Tomy Winata, ada beberapa kejanggalan dalam kredit PT GWP. Salah satunya adalah jual beli saham antara Hartono Karjadi dengan Sri Karjadi yang merupakan adiknya.
“Bahwa terdakwa Harijanto Karjadi yang memberikan persetujuan pergantian pemegang saham PT GWP. Padahal dia mengetahui bahwa Hartono bersama-sama terdakwa Harojanto dan Hermanto Karijadi telah menjaminkan sahamnya kepada Bank Sindikasi sesuai akta gadai saham No 28 tanggal 28 November 2005,” jelas JPU.
Bahwa akibat perbuatan terdakwa Harijanto Karjadi dan Hartono Karijadi (DPO) mengakibatkan korban Tomy Winata mengalami kerugian USD 20.389.661 atau sekitar Rp 285 miliar. Terdakwa Harijanto didakwa dengan tiga pasal yaitu Pasal 226 ayat (1) dan ayat (2) KUHP tentang pemalsuan akta otentik dan Pasal 372 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penggelapan dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara. Atas dakwaan ini, terdakwa Harijanto melalui kuasa hukumnya, Berman Sitompul dan Petrus Bala Pattyona langsung melakukan perlawanan dengan mengajukan eksepsi (keberatan atas dakwaan) dalam sidang berikutnya. “Kami mohon waktu untuk menyiapkan eksepsi,” tegas kuasa hukum terdakwa.
Seperti diketahui, selain melaporkan secara pidana, korban yang merupakan pengusaha yang akrab disapa TW ini juga melakukan gugatan perdata di PN Jakarta Pusat dengan register perkara No. 223/pdt.G/Jkt. Pst. Namun gugatan yang diajukan Dezrisal yang merupakan pengacara TW ditolak seluruhnya oleh majelis hakim yang diketuai Sunarso. Dalam sidang pembacaan putusan pada 18 Juli 2019 lalu juga diwarnai insiden penganiayaan memakai ikat pinggang yang dilakukan Desrizal kepada majelis hakim yang tengah membacakan pertimbangan putusan.
Sementara itu, terkait pengalihan hak tagih piutang dari Bank CCB kepada TW, Fireworks Ventures Limited diketahui mengajukan gugatan perdata kepada Bank CCB (tergugat I) dan TW (tergugat II) di PN Jakarta Utara yang tercatat daam register perkara No. 555/pdt. G./Jkt. Utr. Dalam putusannya, pada 15 Oktober 2019, majelis hakim yang diketuai Riyanto Adam Pontoh mengabulkan gugatan Fireworks. Pada intinya, hakim menyatakan pengalihan piutang dari CCB kepada TW tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. *rez
1
Komentar