Ratusan Pasangan Pengantin Beda Negara Menikah di Taman Prakerti Bhuana
Ratusan pasangan pengantin beda Negara sejak tahun 2014 hingga kini, melangsungkan pawiwahan/pernikahan secara agama Hindu Bali di Pasraman Taman Prakerti Bhuana (PTPB), Kelurahan Beng, Gianyar.
GIANYAR, NusaBali
Pasangan pengantin ini dominan antara pengantin pria yang warga Negara asing menikahi gadis lokal Bali. Ada pasangan yang bertemu di luar negeri karena si gadis bekerja merantau. Ada pula salah satunya kepincut di Bali saat berwisata.
Pemilik Pasraman TPB, Ida Bagus Adi Supartha ditemui Rabu (13/11), mengatakan permintaan perkawinan campuran pasangan pengantin beda Negara diterima secara alamiah. Sebab, pernikahan campuran ini ada yang terbatas tempat, terbatas waktu hingga ada yang tidak punya kerabat di Bali. “Kami ingin membantu mereka yang menganggap agama Hindu itu susah, padahal sebenarnya tidak susah,” jelasnya.
Pertama kali, lanjut dia, TPB melayani pernikahan campuran sejak tahun 2014. Ketika itu, seorang bule asal Belanda meminta agar diupacarai sesuai dengan adat Agama Hindu. “Awalnya nganten sederhana tanpa fasilitas apa-apa. Tamunya yang meminta disiapkan sebuah meja untuk tempat makan,” jelasnya. TPB berupaya menyediakan konsumsi berupa nasi kotak. “Segitu aja tamunya sudah senang, lalu posting di media sosial. Sejak itu mulai dikenal dan berkembang. Mulailah orang kawin campuran ajak teman kesini,” ujarnya. Seiring berjalannya waktu, pasangan pengantin meminta agar dilengkapi fasilitas resepsi, namun saat itu pihaknya belum siap. Hingga TPB terpaksa menyiapkan makanan prasmanan ketika tamu Belanda yang pernah menikah itu datang lagi. “Mereka datang sekeluarga untuk Sudiwadani dan potong gigi. Saking inginnya mereka disiapkan menu resepsi, mereka yang memfasilitasi spring dis,” kenangnya. Sejalan dengan waktu, perniakahan campuran ini semakin diminati. Tentu dengan memenuhi beberapa persyaratan, seperti perset
ujuan dari keluarga kedua mempelai serta kebulatan tekad warag asing masuk Hindu. “Dalam setiap upacara Sudiwidani, kami juga menghadirkan PHDI,” jelasnya. Bule yang dominan melangsungkan Sudiwidani dan menikahi gadis Bali berasal dari India, Australia, Belanda Amerika Inggris, dan Cina.
Ditambahkan Tuaji Mangku, awal pendirian Pesraman, tidak terpikirkan akan melayani prosesi pawiwahan. Namun karena tuntutan umat, pihaknya berupaya memenuhi. Di pasraman ini pula, untuk meringankan beban krama dilakukan berbagai inovasi. Sebutlah untuk kegiatan ritual metatah, bayuh sapuh leger secara massal, bebayuhan hingga perkawinan adat. Pihaknya sudah menyiapkan lahan seluas 1,2 hektare. Dengan harapan lokasi dimaksud dapat menampung sedikitnya 3 ribu umat. Termasuk pula lahan parkir seluas 25 are, yang dapat menampung 160 unit mobil. Diakuinya, dalam perkembangannya, pesraman ini kemudian melayani segala jenis ritual secara gratis. Sayangnya, hal tersebut tidak dikehendaki sebagian umat mengingat, dalam keyakinan umat yadnya tidak akan memberikan pengaruh positif apabila orang yang menggelar ritual tidak mepunia.
Meskipun Pasraman Prakerti Bhuana ditujukan untuk keluarga ekonomi menengah ke bawah namun, dalam perjalanannya, banyak pejabat dan miliarder melangsungkan ritual di tempat itu. “Konsep kami pelayanan umat,” ujarnya. Ia juga menegaskan, meskipun lebih dari 100 pasutri melangsungkan prosesi pernikahan di pasraman itu, mereka tidak melayani perkawinan secara massal. *nvi
Pasangan pengantin ini dominan antara pengantin pria yang warga Negara asing menikahi gadis lokal Bali. Ada pasangan yang bertemu di luar negeri karena si gadis bekerja merantau. Ada pula salah satunya kepincut di Bali saat berwisata.
Pemilik Pasraman TPB, Ida Bagus Adi Supartha ditemui Rabu (13/11), mengatakan permintaan perkawinan campuran pasangan pengantin beda Negara diterima secara alamiah. Sebab, pernikahan campuran ini ada yang terbatas tempat, terbatas waktu hingga ada yang tidak punya kerabat di Bali. “Kami ingin membantu mereka yang menganggap agama Hindu itu susah, padahal sebenarnya tidak susah,” jelasnya.
Pertama kali, lanjut dia, TPB melayani pernikahan campuran sejak tahun 2014. Ketika itu, seorang bule asal Belanda meminta agar diupacarai sesuai dengan adat Agama Hindu. “Awalnya nganten sederhana tanpa fasilitas apa-apa. Tamunya yang meminta disiapkan sebuah meja untuk tempat makan,” jelasnya. TPB berupaya menyediakan konsumsi berupa nasi kotak. “Segitu aja tamunya sudah senang, lalu posting di media sosial. Sejak itu mulai dikenal dan berkembang. Mulailah orang kawin campuran ajak teman kesini,” ujarnya. Seiring berjalannya waktu, pasangan pengantin meminta agar dilengkapi fasilitas resepsi, namun saat itu pihaknya belum siap. Hingga TPB terpaksa menyiapkan makanan prasmanan ketika tamu Belanda yang pernah menikah itu datang lagi. “Mereka datang sekeluarga untuk Sudiwadani dan potong gigi. Saking inginnya mereka disiapkan menu resepsi, mereka yang memfasilitasi spring dis,” kenangnya. Sejalan dengan waktu, perniakahan campuran ini semakin diminati. Tentu dengan memenuhi beberapa persyaratan, seperti perset
ujuan dari keluarga kedua mempelai serta kebulatan tekad warag asing masuk Hindu. “Dalam setiap upacara Sudiwidani, kami juga menghadirkan PHDI,” jelasnya. Bule yang dominan melangsungkan Sudiwidani dan menikahi gadis Bali berasal dari India, Australia, Belanda Amerika Inggris, dan Cina.
Ditambahkan Tuaji Mangku, awal pendirian Pesraman, tidak terpikirkan akan melayani prosesi pawiwahan. Namun karena tuntutan umat, pihaknya berupaya memenuhi. Di pasraman ini pula, untuk meringankan beban krama dilakukan berbagai inovasi. Sebutlah untuk kegiatan ritual metatah, bayuh sapuh leger secara massal, bebayuhan hingga perkawinan adat. Pihaknya sudah menyiapkan lahan seluas 1,2 hektare. Dengan harapan lokasi dimaksud dapat menampung sedikitnya 3 ribu umat. Termasuk pula lahan parkir seluas 25 are, yang dapat menampung 160 unit mobil. Diakuinya, dalam perkembangannya, pesraman ini kemudian melayani segala jenis ritual secara gratis. Sayangnya, hal tersebut tidak dikehendaki sebagian umat mengingat, dalam keyakinan umat yadnya tidak akan memberikan pengaruh positif apabila orang yang menggelar ritual tidak mepunia.
Meskipun Pasraman Prakerti Bhuana ditujukan untuk keluarga ekonomi menengah ke bawah namun, dalam perjalanannya, banyak pejabat dan miliarder melangsungkan ritual di tempat itu. “Konsep kami pelayanan umat,” ujarnya. Ia juga menegaskan, meskipun lebih dari 100 pasutri melangsungkan prosesi pernikahan di pasraman itu, mereka tidak melayani perkawinan secara massal. *nvi
1
Komentar