Eks Kepala BPN Badung Kecipratan Rp 10 Miliar
Kemarin Bersaksi di Sidang Sudikerta
Setelah beberapa kali mangkir, mantan Kepala Badan Pertanahan Negara (BPN) Badung, Tri Nugraha, akhirnya hadir sebagai saksi kasus dugaan penipuan, pemalsuan surat, dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Rp 150 miliar dengan terdakwa eks Wakil Gubernur Bali (2013-2018), I Ketut Sudikerta, 53.
DENPASAR, NusaBali
Dalam sidang di PN Denpasar, Kamis (14/11), terungkap Tri Nugraha mendapat aliran dana hasil penjualan tanah dari terdakwa Sudikerta sebesar Rp 10 miliar.
Dalam sidang di PN Denpasar, Kamis kemarin, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Denpasar Eddy Arta Wijaya cs mencecar saksi Tri Nugraha terkait keterlibatannya dalam jual beli tanah seluas 38.650 meter persegi SHM 5048/Jimbaran yang berlokasi di Pantai Balangan, Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung. Salah satunya, terkait aliran dana Rp 10 miliar ke saku Tri Nugraha.
Awalnya, saksi Tri Nugraha yang merupakan Kepala BPN Badung periode Mei 2011 hingga Februari 2013 membantah uang tersebut sebagai fee atas penjualan tanah di Pantai Balangan. Tri Nugraha yang kini pejabat BPN Pusat menyebut kalau uang Rp 10 miliar tersebut merupakan hasil pinjaman dari Sudikerta.
JPU kemudian membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Tri Nugraha saat diperiksa penyidik kepolisian. Dalam keterangannya di BAP, Tri Nugraha sempat dihubungi Sudikerta pada Agustus 2013, yang mengatakan bahwa tanah di Pantai Balangan sudah laku. Lalu, Tri Nugraha menanyakan terkait fee-nya. “Tidak ada fee untuk saya, Pak,” ujar JPU membacakan keterangan Tri Nugraha dalam BAP tersebut.
Tri Nugraha yang juga mantan Kepala BPN Denpasar kemudian membantah keterangan di BAP tersebut. Dia bersikukuh menyatakan jika uang Rp 10 miliar tersebut merupakan pinjaman. “Waktu telepon itu, awalnya memang saya bilang minta fee. Tapi, akhirnya saya minta sebagai pinjaman. Ada kwintansinya dan sudah disita penyidik kepolisian,” papar Tri Nugraha di sidang kemarin.
Tri Nugraha juga menyebut sudah mengembalikan uang tersebut 5 tahun kemudian, tepatnya pada 2018 lalu. “Sudah saya kembalikan melalui H Didik. Kwitansi pengembalian juga ada dan sudah disita penyidik,” kilahnya.
“Kenapa tidak langsung dikembalikan ke Sudikerta?” tanya JPU. “Waktu itu, Pak Sudikerta susah sekali dihubungi. Lalu, saya titipkan ke H Didik untuk diserahkan ke Pak Sudikerta,” jawab Tri Nugraha.
Usai JPU, giliran majelis hakim yang mencecar Tri Nugraha terkait pinjaman Rp 10 miliar tersebut. Ketua Majelis hakim, Estar Oktavi, kembali menanyakan apakah uang Rp 10 miliar tersebut merupakan fee atau pinjaman? Hakim Estar Oktavi lalu membandingkan saat dirinya meminjam uang di bank dengan administrasi yang cukup rumit. “Saya pinjam uang di bank yang besarnya Rp 200 saja harus melalui proses panjang. Masa ini pinjam uang Rp 10 miliar segampang itu?” ujar hakim Estar.
Hakim anggota, Heriyanti, ikut menimpali pertanyaan hakim ketua. “Bagaimana perjanjiannya? Masa ada pinjaman Rp 10 miliar baru dikembalikan 5 tahun setelahnya, tanpa perjanjian apa-apa,” sergah hakim Heriyanti.
Tri Nugraha yang mulai terpojok, kemudian mengatakan bahwa ada perjanjian yang dibuat Sudikerta. Hakim Heriyanti lalu menanyakan awal mula uang pinjaman tersebut. Pasalnya, Tri Nugraha menyebut pinjaman Rp 10 miliar itu didapat setelah dirinya ditelepon Sudikerta yang menginformasikan bahwa tanah di Pantai Balangan sudah laku.
“Siapa yang lebih dulu, Pak Sudikerta yang menawarkan pinjaman atau Anda yang minta fee?” tanya hakim Heriyanti. “Pak Sudikerta yang menawarkan lebih dulu. Karena dia yang telepon duluan,” jawab Tri Nugraha. “Ini kan nggak nyambung. Masa baru telepon langsung menawarkan pinjaman uang?” ujar hakim Heriyanti yang disambut gelak tawa pengunjung sidang.
Dalam sidang kemarin juga terungkap peran Tri Nugraha sebelum jual beli tanah dilakukan. Tri Nugraha mengatakan sempat diajak terdakwa Sudikerta ke Surabaya, Jawa Timur terkait pertanahan pada Desember 2012. Tri Nugraha pun mengaku sempat diajak ke Kantor PT Maspion untuk menemui korban Alim Markus (bos PT Maspion, Red). Namun, dia membantah sempat bertemu Alim Markus untuk membicarakan tanah di Pantai Balangan. “Waktu itu, Pak Sudikerta dan Pak Alim Markus naik ke atas. Saya di bawah sama karyawannya,” kenang mantan Kepala BPN Badung ini.
Namun, keterangan Tri Nugraha tersebut terbantahkan saat majelis hakim membacakan keterangannya dalam BAP, yang menyebutkan saksi ini sempat meyakinkan korban Alim Markus terkait tanah di Pantai Balangan. “Waktu itu saya cuma menjelaskan kalau tanah tersebut tidak bermasalah dan sudah sesuai dengan sertifikat. Tapi, waktu itu transaksi batal karena akhirnya Alim Markus tahu tanah tersebut masih dalam proses PK di MA,” beber Tri Nugraha.
Selain itu, Tri Nugraha juga mengaku sempat menandatangani pergantian sertifikat SHM 5048 tersebut sehari setelah dilantik sebagai Kepala BPN Badung, 11 Mei 2011. “Jadi, saya hanya tandatangan pergantian sertifikat tersebut. Prosesnya sudah dilakukan sebelum saya dilantik,” dalih Tri Nugraha.
Sementara itu, menanggapi keterangan saksi Tri Nugraha, terdakwa Sudikerta mem-benarkan beri pinjaman kepada yang bersangkutan. “Lainnya akan saya tanggapi melalui pledoi (pembelaan),” tegas politisi asal Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung yang notabene mantan Ketua DPD I Golkar Bali 2010-2018 ini.
Sementara itu, selain Tri Nugraha, ada tiga saksi lagi yang diperiksa dalam sidang di PN Denpasar, Kamis kemarin. Mereka masing-masing Notaris Triska Damayanti, Herry Budiman (dari PT Dua Kelinci, dan Hartanto Damali (dari PT Dua Kelinci). *rez
Dalam sidang di PN Denpasar, Kamis kemarin, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Denpasar Eddy Arta Wijaya cs mencecar saksi Tri Nugraha terkait keterlibatannya dalam jual beli tanah seluas 38.650 meter persegi SHM 5048/Jimbaran yang berlokasi di Pantai Balangan, Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung. Salah satunya, terkait aliran dana Rp 10 miliar ke saku Tri Nugraha.
Awalnya, saksi Tri Nugraha yang merupakan Kepala BPN Badung periode Mei 2011 hingga Februari 2013 membantah uang tersebut sebagai fee atas penjualan tanah di Pantai Balangan. Tri Nugraha yang kini pejabat BPN Pusat menyebut kalau uang Rp 10 miliar tersebut merupakan hasil pinjaman dari Sudikerta.
JPU kemudian membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Tri Nugraha saat diperiksa penyidik kepolisian. Dalam keterangannya di BAP, Tri Nugraha sempat dihubungi Sudikerta pada Agustus 2013, yang mengatakan bahwa tanah di Pantai Balangan sudah laku. Lalu, Tri Nugraha menanyakan terkait fee-nya. “Tidak ada fee untuk saya, Pak,” ujar JPU membacakan keterangan Tri Nugraha dalam BAP tersebut.
Tri Nugraha yang juga mantan Kepala BPN Denpasar kemudian membantah keterangan di BAP tersebut. Dia bersikukuh menyatakan jika uang Rp 10 miliar tersebut merupakan pinjaman. “Waktu telepon itu, awalnya memang saya bilang minta fee. Tapi, akhirnya saya minta sebagai pinjaman. Ada kwintansinya dan sudah disita penyidik kepolisian,” papar Tri Nugraha di sidang kemarin.
Tri Nugraha juga menyebut sudah mengembalikan uang tersebut 5 tahun kemudian, tepatnya pada 2018 lalu. “Sudah saya kembalikan melalui H Didik. Kwitansi pengembalian juga ada dan sudah disita penyidik,” kilahnya.
“Kenapa tidak langsung dikembalikan ke Sudikerta?” tanya JPU. “Waktu itu, Pak Sudikerta susah sekali dihubungi. Lalu, saya titipkan ke H Didik untuk diserahkan ke Pak Sudikerta,” jawab Tri Nugraha.
Usai JPU, giliran majelis hakim yang mencecar Tri Nugraha terkait pinjaman Rp 10 miliar tersebut. Ketua Majelis hakim, Estar Oktavi, kembali menanyakan apakah uang Rp 10 miliar tersebut merupakan fee atau pinjaman? Hakim Estar Oktavi lalu membandingkan saat dirinya meminjam uang di bank dengan administrasi yang cukup rumit. “Saya pinjam uang di bank yang besarnya Rp 200 saja harus melalui proses panjang. Masa ini pinjam uang Rp 10 miliar segampang itu?” ujar hakim Estar.
Hakim anggota, Heriyanti, ikut menimpali pertanyaan hakim ketua. “Bagaimana perjanjiannya? Masa ada pinjaman Rp 10 miliar baru dikembalikan 5 tahun setelahnya, tanpa perjanjian apa-apa,” sergah hakim Heriyanti.
Tri Nugraha yang mulai terpojok, kemudian mengatakan bahwa ada perjanjian yang dibuat Sudikerta. Hakim Heriyanti lalu menanyakan awal mula uang pinjaman tersebut. Pasalnya, Tri Nugraha menyebut pinjaman Rp 10 miliar itu didapat setelah dirinya ditelepon Sudikerta yang menginformasikan bahwa tanah di Pantai Balangan sudah laku.
“Siapa yang lebih dulu, Pak Sudikerta yang menawarkan pinjaman atau Anda yang minta fee?” tanya hakim Heriyanti. “Pak Sudikerta yang menawarkan lebih dulu. Karena dia yang telepon duluan,” jawab Tri Nugraha. “Ini kan nggak nyambung. Masa baru telepon langsung menawarkan pinjaman uang?” ujar hakim Heriyanti yang disambut gelak tawa pengunjung sidang.
Dalam sidang kemarin juga terungkap peran Tri Nugraha sebelum jual beli tanah dilakukan. Tri Nugraha mengatakan sempat diajak terdakwa Sudikerta ke Surabaya, Jawa Timur terkait pertanahan pada Desember 2012. Tri Nugraha pun mengaku sempat diajak ke Kantor PT Maspion untuk menemui korban Alim Markus (bos PT Maspion, Red). Namun, dia membantah sempat bertemu Alim Markus untuk membicarakan tanah di Pantai Balangan. “Waktu itu, Pak Sudikerta dan Pak Alim Markus naik ke atas. Saya di bawah sama karyawannya,” kenang mantan Kepala BPN Badung ini.
Namun, keterangan Tri Nugraha tersebut terbantahkan saat majelis hakim membacakan keterangannya dalam BAP, yang menyebutkan saksi ini sempat meyakinkan korban Alim Markus terkait tanah di Pantai Balangan. “Waktu itu saya cuma menjelaskan kalau tanah tersebut tidak bermasalah dan sudah sesuai dengan sertifikat. Tapi, waktu itu transaksi batal karena akhirnya Alim Markus tahu tanah tersebut masih dalam proses PK di MA,” beber Tri Nugraha.
Selain itu, Tri Nugraha juga mengaku sempat menandatangani pergantian sertifikat SHM 5048 tersebut sehari setelah dilantik sebagai Kepala BPN Badung, 11 Mei 2011. “Jadi, saya hanya tandatangan pergantian sertifikat tersebut. Prosesnya sudah dilakukan sebelum saya dilantik,” dalih Tri Nugraha.
Sementara itu, menanggapi keterangan saksi Tri Nugraha, terdakwa Sudikerta mem-benarkan beri pinjaman kepada yang bersangkutan. “Lainnya akan saya tanggapi melalui pledoi (pembelaan),” tegas politisi asal Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung yang notabene mantan Ketua DPD I Golkar Bali 2010-2018 ini.
Sementara itu, selain Tri Nugraha, ada tiga saksi lagi yang diperiksa dalam sidang di PN Denpasar, Kamis kemarin. Mereka masing-masing Notaris Triska Damayanti, Herry Budiman (dari PT Dua Kelinci, dan Hartanto Damali (dari PT Dua Kelinci). *rez
1
Komentar