Dari Adnyana ke Adnyana
NAMA Adnyana di Bali sangat digemari, sehingga banyak orangtua yang memberi anak-anak mereka nama Adnyana.
Dari segenap lapisan bisa ditemui pengguna nama Adnyana ini, mulai kasta brahmana (Ida Bagus Adnyana), kaum ksatria (Anak Agung Ngurah Agung Adnyana), golongan wesia (Gusti Adnyana), sampai orang-orang sudra (Putu Adnyana).
Profesi kaum Adnyana ini juga bermacam-macam, mulai tingkat paling bawah, hingga pejabat tinggi. Mulai dari yang miskin (untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari saja susah), sampai mereka yang punya bisnis dengan omzet miliaran rupiah setahun. Maka jangan heran, jika di Bali nama Adnyana bisa ditemui dari kalangan tukang pasang batu, yang bekerja sebagai penyapu jalan, tukang parkir, undagi, guru, dosen, seniman, pemandu wisata, hingga guru besar. Mulai yang tidak tamat SD, drop out, hingga yang menyelesaikan S3 cum laude.
Ada Adnyana yang nilai rapor sekolahnya nyaris selalu terpuruk, sampai-sampai orangtuanya dipanggil wali kelas, agar lebih memberi semangat puteranya belajar. Tapi, ada juga Adnyana yang sukses gemilang dalam hidup, bahkan memperoleh penghargaan (award). Dalam Festival Bali Jani yang diselenggarakan Pemprov Bali, 26/10 sampai 8/11 lalu, dua Adnyana memperoleh award, mendapat penghargaan karena bergiat dalam sastra, musik, dan perbukuan. Penghargaan itu mereka terima bersama 5 seniman lain.
Keduanya punya nama persis: Made Adnyana. Untuk membedakan, yang bergiat di sastra bernama Made Adnyana Ole, karena berasal dari Banjar Ole, Desa Marga, Tabanan. Satunya lagi namanya cuma Made Adnyana, bergiat dalam jurnalistik dan kritik musik. Boleh jadi cuma di Bali terjadi dua orang dengan nama sama memperoleh award sama, Bali Jani Award, naik ke panggung menerima penghargaan dari Gubernur bersama-sama pula.
Penghargaan buat duo Adnyana ini tidak hanya berhenti di situ. Yang menentukan memberi penghargaan antara lain Wayan Adnyana, Kepala Dinas Kebudayaan Pemprov Bali. Adnyana yang ini punya tambahan nama, sahabat dan kerabat memanggilnya Kun, sehingga namanya menjadi Wayan Kun Adnyana. Tentu Adnyana yang Kun ini mendampingi Gubernur Bali menyalami dua Adnyana tadi, yang Ole dan yang Adnyana saja. Malam itu tiga Adnyana salam-salaman di panggung disertai senyum berkulum-kulum, ditingkah tepuk tangan pengunjung dan undangan, serta ucapan selamat bertubi-tubi.
Sungguh-sungguh hanya di Bali terjadi peristiwa langka yang pantas masuk rekor Muri, malah bisa masuk Guinnes Book Record: tiga nama sama-sama Adnyana bertemu di satu panggung bergengsi, menerima dan memberi award. Tidak keliru kalau ada yang menyebut peristiwa ini sebagai perjalanan sejarah kaum Adnyana, kisah dari Adnyana ke Adnyana.
Mereka yang tekun menelusuri peradaban Bali, bakalan bersua lebih banyak lagi nama Adnyana. Penemuan itu tidak cuma menyangkut nama orang, tapi juga nama sekaa, nama penerbitan, nama usaha, dan juga nama perkumpulan orang-orang yang gigih menggalang perubahan bagi Bali dan zamannya.
Tahun 1923 di Buleleng terbit majalah bulanan Shanti Adnyana, kemudian bersalin nama menjadi Bali Adnyana (1924-1929), terbit tiga kali sebulan. Pergantian ini bisa jadi karena masalah internal para penggagasnya. Majalah duo Adnyana yang menjadi perintis pers di Bali ini dibaca oleh para guru dan intelektual.
Tentu pertanyaan kian melebar, mengapa tidak cuma orangtua yang senang memilih nama Adnyana buat keturunan mereka, tetapi juga sekaa, perkumpulan, dan pergerakan? Apa sesungguhnya arti Adnyana sehingga ia sangat diminati?
Bagi orang Bali, Adnyana itu berarti pintar, cerdas, punya wawasan luas. Pemilik nama ini juga bisa diartikan memiliki intelektualitas tinggi, melebihi rata-rata orang kebanyakan. Orang Jawa memaknai Adnyana sebagai memiliki akal dan bermoral tinggi. Karena demikian bagus makna Adnyana, pasti siapa saja yang diberi nama Adnyana menyukai nama itu. Tapi, belum tentu para pemakai nama Adnyana ini paham artinya, karena nama ini sudah dipakai oleh banyak orang, banyak kalangan, mereka merasa biasa-biasa saja, tak lagi istimewa.
Di Bali, rata-rata di tiap desa, mungkin juga di tiap banjar, bisa dijumpai orang bernama Adnyana. Nama ini bisa digunakan di awal, seperti Putu Adnyana, sering di tengah, misalnya Made Putra Adnyana Wibawa, acap pula dipasang di belakang, seperti Agung Wisnu Adnyana.
Pembaca tulisan ini boleh jadi bernama Adnyana. Atau punya saudara, kerabat, teman, bernama Adnyana. Mungkin punya rekan beberapa bernama Adnyana pula. Jika sekalian dihitung nama Adnyani (buat wanita), semakin banyak bisa ditemui nama pengguna Adnyana ini. Tentu tidak hendak membuat tersinggung, malah untuk mengungkapkan perasaan bangga, jika ada yang berpendapat, di Bali nama Adnyana itu melimpah ruah, panen besar sepanjang tahun, dari tahun ke tahun, karena di zaman milenial ini masih banyak bisa ditemui bayi-bayi yang diberi nama Adnyana.
Karena tahun 1923 terbit Shanti Adnyana dan 1924 Bali Adnyana, pasti banyak yang berkeinginan agar lahir lagi banyak Adnyana-Adnyana lain. Karena mereka dinilai membuat Bali semarak dan bersemi. Bisa jadi ada saja yang tidak setuju, karena Bali akan mengalami polusi Adnyana. Tidak apa-apa, jangan terlalu gundah dipikir, karena semua itu polusi kebajikan. Siapa pun yang terpapar polusi kebajikan itu akan turut menjadi baik, jujur, dan bijak. Anda berminat punya putra bernama Adnyana? *
Aryantha Soethama
Pengarang
Komentar