Puputan Margarana, Keluarga Pejuang Gelar Tradisi Mamunjung
Memperingati Puputan Margarana ke-73 tahun, keluarga pejuang gelar tradisi mamunjung di Taman Pujaan Bangsa Margarana Tabanan, Rabu (20/11).
TABANAN, NusaBali
Keluarga yang datang tidak hanya dari Tabanan, ada dari Karangsem dan Buleleng. Tradisi mamunjung digelar untuk mendoakan sang pejuang mendapat tempat terbaik.
Berbarengan dengan itu turut pula digelar upacara nasional yang dipimpin oleh Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati alias Cok Ace dan upacara agama. Upacara agama digelar di bawah naungan Desa Adat Kelaci sekaligus digelar tradisi mapeed.
Tradisi mamunjung ini sudah menjadi pemandangan setiap tahun di makam para pahlawan tersebut. Keluarga datang ada yang mengenakan pakaian adat dan pakaian biasa. Sebelum melakukan upacara mamunjung, makam leluhur mereka diberikan wastra (kamen). Kemudian baru dihaturkan upakara berupa punjung dan keluarga yang hadir melaksanakan persembahyangan. Di akhir prosesi, upakara yang usai dihaturkan, dilungsur dan disantap bersama-sama.
Seperti yang dilaksanakan oleh Ni Putu Gunarsa, 74. Menurutnya sudah menjadi agenda tahunan, ketika memperingati Puputan Margarana selalu datang ke Tabanan gelar tradisi mamunjung untuk pamannya I Ketut Tjeni yang gugur pada 20 November 1946. “Kami ke sini bersama 10 orang, dan sudah menjadi agenda rutin,” ujar warga dari Desa Geluntung, Kecamatan Marga, Tabanan.
Menurutnya, tujuan digelar tradisi mamunjung ini untuk mendoakan agar leluhurnya yang telah menjadi Dewa Pitara mendapat tempat yang terbaik. Tradisi mamunjung ini dilakukan dengan cara menyuguhkan sesajen, dan melakukan persembahyangan. “Intinya kami ke sini sembahyang untuk mendoakan keluarga kami agar mendapatkan tempat terbaik,” imbuhnya.
Sedangkan untuk tradisi mepeed yang dilakukan ibu-ibu PKK Desa Adat Kelaci. Mereka membawa gebogan buah tersusun rapi diiringi gambelan baleganjur. “Mapeed ini adalah tradisi yang rutin dilakukan setiap Peringatan Puputan Margarana. Yang terlibat dalam mapeed adalah ibu-ibu PKK di masing-masing banjar di Desa Adat Kelaci,” ujar Benda Adat Kelaci I Made Sudarya.
Sudarya menambahkan tradisi mapeed ini juga merupakan simbol dari kebangkitan. Sebab Banjar Kelaci yang merupakan lokasi sejarah pertempuran Margarana. “Tradisi mapeed ini menunjukkan semangat dan bangkit kembali warga desa dari pertempuran itu. Selain itu juga untuk tetap mengenang jasa pahlawan,” tandasnya. *dek
Berbarengan dengan itu turut pula digelar upacara nasional yang dipimpin oleh Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati alias Cok Ace dan upacara agama. Upacara agama digelar di bawah naungan Desa Adat Kelaci sekaligus digelar tradisi mapeed.
Tradisi mamunjung ini sudah menjadi pemandangan setiap tahun di makam para pahlawan tersebut. Keluarga datang ada yang mengenakan pakaian adat dan pakaian biasa. Sebelum melakukan upacara mamunjung, makam leluhur mereka diberikan wastra (kamen). Kemudian baru dihaturkan upakara berupa punjung dan keluarga yang hadir melaksanakan persembahyangan. Di akhir prosesi, upakara yang usai dihaturkan, dilungsur dan disantap bersama-sama.
Seperti yang dilaksanakan oleh Ni Putu Gunarsa, 74. Menurutnya sudah menjadi agenda tahunan, ketika memperingati Puputan Margarana selalu datang ke Tabanan gelar tradisi mamunjung untuk pamannya I Ketut Tjeni yang gugur pada 20 November 1946. “Kami ke sini bersama 10 orang, dan sudah menjadi agenda rutin,” ujar warga dari Desa Geluntung, Kecamatan Marga, Tabanan.
Menurutnya, tujuan digelar tradisi mamunjung ini untuk mendoakan agar leluhurnya yang telah menjadi Dewa Pitara mendapat tempat yang terbaik. Tradisi mamunjung ini dilakukan dengan cara menyuguhkan sesajen, dan melakukan persembahyangan. “Intinya kami ke sini sembahyang untuk mendoakan keluarga kami agar mendapatkan tempat terbaik,” imbuhnya.
Sedangkan untuk tradisi mepeed yang dilakukan ibu-ibu PKK Desa Adat Kelaci. Mereka membawa gebogan buah tersusun rapi diiringi gambelan baleganjur. “Mapeed ini adalah tradisi yang rutin dilakukan setiap Peringatan Puputan Margarana. Yang terlibat dalam mapeed adalah ibu-ibu PKK di masing-masing banjar di Desa Adat Kelaci,” ujar Benda Adat Kelaci I Made Sudarya.
Sudarya menambahkan tradisi mapeed ini juga merupakan simbol dari kebangkitan. Sebab Banjar Kelaci yang merupakan lokasi sejarah pertempuran Margarana. “Tradisi mapeed ini menunjukkan semangat dan bangkit kembali warga desa dari pertempuran itu. Selain itu juga untuk tetap mengenang jasa pahlawan,” tandasnya. *dek
Komentar