Wagub Cok Ace Diangkat Menjadi Guru Besar di ISI
Wakil Gubernur Bali Dr Ir Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati MSi alias Cok Ace, 63, mendapat tambahan gelar akademik sebagai Profesor.
DENPASAR, NusaBali
Cok Ace diangkat dalam jabatan guru besar dengan status dosen tidak tetap pada Bidang Ilmu Desain, Arsitektur Tradisional, dan Kebudayaan Bali di Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. Cok Ace pun menjadi guru besar ke-8 yang dimiliki ISI Denpasar.
Cok Ace diangkat sebagai guru besar berdasarkan Keputusan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI Nomor 38333/M/KP/2019, tentang Pengangkatan Jabatan Akademik Dosen Tidak Tetap Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti), tanggal 18 Oktober 2019. Pengangkatan Cok Ace ini dilakukan berdasarkan rekomendasi Ketua Tim Penilai Angka Kredit Jabatan Fungsional Dosen ISI Denpasar, 15 Oktober 2019.
Rektor ISI Denpasar, Prof Dr I Gede Arya Sugiartha SSkar MHum, menyatakan usulan pengangkatan Cok Ace menjadi guru besar didasarkan atas kepakaran dan kemampuan yang bersangkutan dalam bidang arsitektur tradisional Bali, desain interior, dan kebudayaan. “ISI Denpasar memiliki program studi yang membutuhkan kepakaran Cok Ace,” jelas Prof Arya Sugiartha dalam keterangan persnya di Denpasar, Kamis (21/11).
Atas dasar itulah, kata Prof Arya Sugiartha, dilakukan penggodokan dalam internal ISI Denpasar. Penggodokan melibatkan Program Studi, Tim Guru Besar, disertai rekomendasi Senat, sebelum akhirnya usulan guru besar untuk Cok ce dikirimkan ke Dirjen Dikti.
Selanjutnya, Tim Konsorsium Guru Besar menguji Cok Ace. Konsorsium Guru Besar tersebut terdiri dari Prof Sardono Waluyo Kusumo (IKJ), Prof Dr Narsen (Universitas Sebelas Maret Surakarta), Prof Dr Yasraf Amir Piliang (ITB Bandung), Prof Dr Rohana Widyastutiningrum (ISI Surakarta), dan Prof Endang Caturwati (ISBI Bandung).
“Cok Ace diuji tacit knowledge-nya, yakni kemampuan, kepakaran, dan keilmuan yang bersangkutan dalam bidang arsitektur tradisional, desain, dan kebudayaan,” ungkap Prof Arya Sugiartha. “Memang Cok Ace kan memiliki kepakaran dan kemampuan untuk itu,” imbuhnya.
Dengan kepakarannya tersebut, Cok Ace akademisi dari Fakultas Teknik Unud yang juga dikenal sebagai pragina (penari) Calonarang---diharapkan dapat mendedikasikan dan menurunkan ilmunya di ISI Denpasar. “Buat sementara, mengingat beliau (Cok Ace) menjabat Wagub Bali, tentu kita maklumi kalau belum bisa mengajar,” tandas Prof Arya Sugiartha.
Selaku Rektor ISI Denpasar, Prof Arya Sugiartha terus terang mengaku bangga dengan tambahan guru besar melalui sosok Cok Ace ini. Menurut Prof Arya Sugiartha, Cok Ace menjadi guru besar ke-8 yang dimiliki ISI Denpasar saat ini.
Sementara itu, Cok Ace mengakui status guru besar yang disandangnya tentu saja membanggakan. Namun, status guru besar ini sekaligus menjadi tantangan dan tanggung jawab. “Ini sekaligus untuk memotivasi dan menginspirasi teman-teman yang lain,” jelas Cok Ace saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah di Denpasar, Kamis kemarin.
Cok Ace sendiri yakin banyak tokoh yang punya kemampuan dan kepakaran sebagai guru besar. Tokoh dari Puri Agung Ubud, Gianyar kelahiran 23 Agustus 1956 ini mengapresiasi langkah pemerintah dalam hal ini Dirjen Dikti atas pengangkatan dirinya menjadi guru besar lewat jalur non reguler---proses ujian Konsorsium Guru Besar. “Tiyang kira ini menjadi role model yang bagus,” tegas Cok Ace.
Sebenarnya, kata Cok Ace, pengajuan sebagai guru besar secara reguler sudah sempat dia dilakukan sebelumnya saat masih menjadi dosen di Unud. Namun, proses itu tidak berlanjut, karena Cok Ace pilih mundur sehubungan ikut tarung dalam Pilgub Bali 2019 melalui PDIP. Dalam Pilgub Bali 2018, Cok Ace menjadi tandem bagi Dr Ir Wayan Koster MM, Ketua DPD PDIP Bali yang menempati posisi Calon Gubernur.
Dengan predikat guru besar tidak tetap di ISI Denpasar, mantan Bupati Gianyar 2008-2013 ini nantinya tidak mendapatkan fasilitas seperti gaji dan tunjangan sebagaimana guru besar jalur reguler. Namun, hal itu bukan masalah bagi Cok Ace. Dia menyatakan siap mendedikasikan diri dan kemampuannya. “Apalagi, saya sudah merasa cukup,” tegas akademisi yang dikenal sebagai tokoh pariwisata dan kini masih menjabat Ketua BPD PHRI Bali ini. *k17
Cok Ace diangkat sebagai guru besar berdasarkan Keputusan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI Nomor 38333/M/KP/2019, tentang Pengangkatan Jabatan Akademik Dosen Tidak Tetap Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti), tanggal 18 Oktober 2019. Pengangkatan Cok Ace ini dilakukan berdasarkan rekomendasi Ketua Tim Penilai Angka Kredit Jabatan Fungsional Dosen ISI Denpasar, 15 Oktober 2019.
Rektor ISI Denpasar, Prof Dr I Gede Arya Sugiartha SSkar MHum, menyatakan usulan pengangkatan Cok Ace menjadi guru besar didasarkan atas kepakaran dan kemampuan yang bersangkutan dalam bidang arsitektur tradisional Bali, desain interior, dan kebudayaan. “ISI Denpasar memiliki program studi yang membutuhkan kepakaran Cok Ace,” jelas Prof Arya Sugiartha dalam keterangan persnya di Denpasar, Kamis (21/11).
Atas dasar itulah, kata Prof Arya Sugiartha, dilakukan penggodokan dalam internal ISI Denpasar. Penggodokan melibatkan Program Studi, Tim Guru Besar, disertai rekomendasi Senat, sebelum akhirnya usulan guru besar untuk Cok ce dikirimkan ke Dirjen Dikti.
Selanjutnya, Tim Konsorsium Guru Besar menguji Cok Ace. Konsorsium Guru Besar tersebut terdiri dari Prof Sardono Waluyo Kusumo (IKJ), Prof Dr Narsen (Universitas Sebelas Maret Surakarta), Prof Dr Yasraf Amir Piliang (ITB Bandung), Prof Dr Rohana Widyastutiningrum (ISI Surakarta), dan Prof Endang Caturwati (ISBI Bandung).
“Cok Ace diuji tacit knowledge-nya, yakni kemampuan, kepakaran, dan keilmuan yang bersangkutan dalam bidang arsitektur tradisional, desain, dan kebudayaan,” ungkap Prof Arya Sugiartha. “Memang Cok Ace kan memiliki kepakaran dan kemampuan untuk itu,” imbuhnya.
Dengan kepakarannya tersebut, Cok Ace akademisi dari Fakultas Teknik Unud yang juga dikenal sebagai pragina (penari) Calonarang---diharapkan dapat mendedikasikan dan menurunkan ilmunya di ISI Denpasar. “Buat sementara, mengingat beliau (Cok Ace) menjabat Wagub Bali, tentu kita maklumi kalau belum bisa mengajar,” tandas Prof Arya Sugiartha.
Selaku Rektor ISI Denpasar, Prof Arya Sugiartha terus terang mengaku bangga dengan tambahan guru besar melalui sosok Cok Ace ini. Menurut Prof Arya Sugiartha, Cok Ace menjadi guru besar ke-8 yang dimiliki ISI Denpasar saat ini.
Sementara itu, Cok Ace mengakui status guru besar yang disandangnya tentu saja membanggakan. Namun, status guru besar ini sekaligus menjadi tantangan dan tanggung jawab. “Ini sekaligus untuk memotivasi dan menginspirasi teman-teman yang lain,” jelas Cok Ace saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah di Denpasar, Kamis kemarin.
Cok Ace sendiri yakin banyak tokoh yang punya kemampuan dan kepakaran sebagai guru besar. Tokoh dari Puri Agung Ubud, Gianyar kelahiran 23 Agustus 1956 ini mengapresiasi langkah pemerintah dalam hal ini Dirjen Dikti atas pengangkatan dirinya menjadi guru besar lewat jalur non reguler---proses ujian Konsorsium Guru Besar. “Tiyang kira ini menjadi role model yang bagus,” tegas Cok Ace.
Sebenarnya, kata Cok Ace, pengajuan sebagai guru besar secara reguler sudah sempat dia dilakukan sebelumnya saat masih menjadi dosen di Unud. Namun, proses itu tidak berlanjut, karena Cok Ace pilih mundur sehubungan ikut tarung dalam Pilgub Bali 2019 melalui PDIP. Dalam Pilgub Bali 2018, Cok Ace menjadi tandem bagi Dr Ir Wayan Koster MM, Ketua DPD PDIP Bali yang menempati posisi Calon Gubernur.
Dengan predikat guru besar tidak tetap di ISI Denpasar, mantan Bupati Gianyar 2008-2013 ini nantinya tidak mendapatkan fasilitas seperti gaji dan tunjangan sebagaimana guru besar jalur reguler. Namun, hal itu bukan masalah bagi Cok Ace. Dia menyatakan siap mendedikasikan diri dan kemampuannya. “Apalagi, saya sudah merasa cukup,” tegas akademisi yang dikenal sebagai tokoh pariwisata dan kini masih menjabat Ketua BPD PHRI Bali ini. *k17
Komentar