Revisi UU Pemilu Jadi Perbincangan Dewan Bali
Ada Wacana Pileg Coblos Partai dan Kepala Daerah Dipilih DPRD
Pileg 2024 masih lima tahun lagi akan digelar.
DENPASAR, NusaBali
Namun usulan agar pola pelaksanaan pemilu direvisi aturannya bergulir. Sekretaris DPD I Golkar Bali yang juga Wakil Ketua DPRD Bali, Nyoman Sugawa Korry, Jumat (22/11) siang mengatakan Partai Golkar usulkan pemilihan proporsional tertutup dengan pertimbangan mencari figur caleg yang berkualitas, bukan figur yang pragmatis. Sementara wacana untuk pemilihan kepala daerah dipilih DPRD jadi bahasan hangat di DPRD Bali.
Sugawa Korry menyebutkan Golkar Bali usulkan sistem Pileg dengan proporsional tertutup di mana rakyat akan memilih partai saja. Tidak memilih figur caleg secara langsung seperti sekarang. "Pola lama, coblos partai saja, tidak mencoblos caleg. Itu usulan Golkar Bali ke DPP supaya dibahas di pusat," ujar Sugawa Korry.
Pertimbangannya sekarang ini sistem pemilihan proporsional terbuka, di mana rakyat bisa memilih caleg secara langsung memunculkan kader dan caleg pragmatis. Mereka yang terpilih adalah caleg yang punya uang. Sehingga masyarakat juga diajak berpikir pragmatis. "Ini juga mencegah munculnya figur caleg yang pragmatis. Dan tidak baik dalam mengedukasi rakyat dalam berdemokrasi. Mereka yang bisa terpilih kalau banyak duit," ujar politisi asal Desa Banyuatis, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng ini.
Mantan Ketua KNPI Bali ini memyebutkan pola pemilihan dengan proporsional tertutup juga menumbuhkan kader partai yang berkualitas dan punya kemampuan. "Makanya Golkar Bali melaksanakan pleno dan usulkan revisi sistem pemilu legislatif," kata Sugawa Korry.
Sementara soal sistem Pilkada menurut Sugawa Korry banyak juga suara dan aspirasi di tingkatan elite partai usulkan kepala daerah dipilih oleh DPRD. Namun Golkar Bali menyerahkan keputusan itu kepada DPP Golkar. "Kalau aspirasi memang banyak yang usulkan pemilihan bupati dan walikota sampai gubernur lewat perwakilan di DPRD. Karena selain biaya Pilkada langsung itu banyak, pemilihan langsung menggoda kepala daerah untuk korupsi sebagai upaya mengembalikan modal politik. Kalau usulan pemilihan kepala daerah melalui DPRD ini domainnya di DPP memutuskan," ujar Sugawa Korry.
Sugawa Korry juga menyebutkan Partai Golkar Provinsi Bali mengusulkan adanya perubahan pola pemilu serentak yang menjelimet seperti Pileg 2019. "Adanya petugas KPPS dan Panwas sampai meninggal dunia karena kecapekan dan persoalan teknis lainnya menjadi pertimbangan. Maka diusulkan supaya pemilu itu tidak serentak, di samping juga alasan pengamanan dan kondusifitas daerah," tegas Sugawa Korry.
Sementara Ketua Komisi I DPRD Bali membidangi politik hukum, pemerintahan dan keamanan, I Nyoman Adnyana, dari Fraksi PDIP secara terpisah menyebutkan pola pelaksanaan pemilu legislatif dan aturan dalam pemilihan kepala daerah adalah domain pemerintah pusat dengan DPR RI.
"Mereka yang menyusun Undang-Undang. Kita di daerah menggunakan dan melaksanakan aturan itu. Sebenarnya semua aturan ada kelemahan dan kelebihannya. Tetapi sekarang sikap konsisten itu yang paling penting. Bukan soal kepentingan dan barter politiknya. Kamu dapat apa saya dapat apa, " ujar Adnyana.
Adnyana mengatakan sebagai politisi dan kader partai tentu tunduk dengan keputusan di pusat. "Kami ada perwakilan di DPR RI. Mereka akan memutuskan nanti. Sebagai kader di daerah tentu kita siap dengan segala cuaca. Mau Kepala Daerah dipilih langsung rakyat, atau pemilihan lewat DPRD boleh saja. Kita siap," ungkap politisi asal Desa Sekaan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli ini.
Sementara sejumlah elite dari hampir seluruh partai-partai papan atas dan tengah justru ingin pemilihan lewat DPRD saja.
Mereka berpendapat secara pribadi. Alasannya Pilkada langsung menguras tenaga dan pikiran. "Belum lagi biayanya juga mencekik leher kita. Karena harus menunjukan loyalitas dan militansi kepada partai yang mengusung calon. Mau tak mau dompet harus terisi terus," kelakar salah satu kader militan partai besar di DPRD Bali.
Menurut dia duit Rp 200 juta bisa habis ketika partai mengusung calon di Pilkada langsung. "Kalau Pilkada mepet pencalegan kita klenger untuk biaya politik. Paling bagus kepala daerah dipilih DPRD," ujarnya wanti-wanti namanya tidak dikorankan. *nat
Sugawa Korry menyebutkan Golkar Bali usulkan sistem Pileg dengan proporsional tertutup di mana rakyat akan memilih partai saja. Tidak memilih figur caleg secara langsung seperti sekarang. "Pola lama, coblos partai saja, tidak mencoblos caleg. Itu usulan Golkar Bali ke DPP supaya dibahas di pusat," ujar Sugawa Korry.
Pertimbangannya sekarang ini sistem pemilihan proporsional terbuka, di mana rakyat bisa memilih caleg secara langsung memunculkan kader dan caleg pragmatis. Mereka yang terpilih adalah caleg yang punya uang. Sehingga masyarakat juga diajak berpikir pragmatis. "Ini juga mencegah munculnya figur caleg yang pragmatis. Dan tidak baik dalam mengedukasi rakyat dalam berdemokrasi. Mereka yang bisa terpilih kalau banyak duit," ujar politisi asal Desa Banyuatis, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng ini.
Mantan Ketua KNPI Bali ini memyebutkan pola pemilihan dengan proporsional tertutup juga menumbuhkan kader partai yang berkualitas dan punya kemampuan. "Makanya Golkar Bali melaksanakan pleno dan usulkan revisi sistem pemilu legislatif," kata Sugawa Korry.
Sementara soal sistem Pilkada menurut Sugawa Korry banyak juga suara dan aspirasi di tingkatan elite partai usulkan kepala daerah dipilih oleh DPRD. Namun Golkar Bali menyerahkan keputusan itu kepada DPP Golkar. "Kalau aspirasi memang banyak yang usulkan pemilihan bupati dan walikota sampai gubernur lewat perwakilan di DPRD. Karena selain biaya Pilkada langsung itu banyak, pemilihan langsung menggoda kepala daerah untuk korupsi sebagai upaya mengembalikan modal politik. Kalau usulan pemilihan kepala daerah melalui DPRD ini domainnya di DPP memutuskan," ujar Sugawa Korry.
Sugawa Korry juga menyebutkan Partai Golkar Provinsi Bali mengusulkan adanya perubahan pola pemilu serentak yang menjelimet seperti Pileg 2019. "Adanya petugas KPPS dan Panwas sampai meninggal dunia karena kecapekan dan persoalan teknis lainnya menjadi pertimbangan. Maka diusulkan supaya pemilu itu tidak serentak, di samping juga alasan pengamanan dan kondusifitas daerah," tegas Sugawa Korry.
Sementara Ketua Komisi I DPRD Bali membidangi politik hukum, pemerintahan dan keamanan, I Nyoman Adnyana, dari Fraksi PDIP secara terpisah menyebutkan pola pelaksanaan pemilu legislatif dan aturan dalam pemilihan kepala daerah adalah domain pemerintah pusat dengan DPR RI.
"Mereka yang menyusun Undang-Undang. Kita di daerah menggunakan dan melaksanakan aturan itu. Sebenarnya semua aturan ada kelemahan dan kelebihannya. Tetapi sekarang sikap konsisten itu yang paling penting. Bukan soal kepentingan dan barter politiknya. Kamu dapat apa saya dapat apa, " ujar Adnyana.
Adnyana mengatakan sebagai politisi dan kader partai tentu tunduk dengan keputusan di pusat. "Kami ada perwakilan di DPR RI. Mereka akan memutuskan nanti. Sebagai kader di daerah tentu kita siap dengan segala cuaca. Mau Kepala Daerah dipilih langsung rakyat, atau pemilihan lewat DPRD boleh saja. Kita siap," ungkap politisi asal Desa Sekaan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli ini.
Sementara sejumlah elite dari hampir seluruh partai-partai papan atas dan tengah justru ingin pemilihan lewat DPRD saja.
Mereka berpendapat secara pribadi. Alasannya Pilkada langsung menguras tenaga dan pikiran. "Belum lagi biayanya juga mencekik leher kita. Karena harus menunjukan loyalitas dan militansi kepada partai yang mengusung calon. Mau tak mau dompet harus terisi terus," kelakar salah satu kader militan partai besar di DPRD Bali.
Menurut dia duit Rp 200 juta bisa habis ketika partai mengusung calon di Pilkada langsung. "Kalau Pilkada mepet pencalegan kita klenger untuk biaya politik. Paling bagus kepala daerah dipilih DPRD," ujarnya wanti-wanti namanya tidak dikorankan. *nat
1
Komentar