Kepesertaan Mandiri 13,8 Persen, Kebanyakan Sudah Pilih Kelas III
Berdasarkan data dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Kedeputian Wilayah Bali NTT dan NTB sampai dengan 1 Oktober 2019, kepesertaan segmen mandiri berkisar 13,8 persen, dan sebagian besar sudah memilih kelas III.
DENPASAR, NusaBali
Menurut Deputi Direktur BPJS Kesehatan Kedeputian Wilayah Bali, NTT dan NTB, dr I Made Puja Yasa, AAK perubahan masyarakat yang memilih turun kelas pada segmen kepesertaan mandiri tentunya memang akan memberi pengaruh, akan tetapi tidak banyak. Mengingat dari kepesertaan mandiri di Bali sebanyak 13,8 persen tersebut, sebagian besar pun sudah kelas III sejak awal.
“Perserta mandiri di Bali hingga data per 1 Oktober 2019 ini jumlahnya 556.667 orang, atau sebanyak 13,8 persen dari total penduduk Bali yang sudah ikut kepesertaan JKN. Itu pun kebanyakan sudah kelas III. Jadi, jika ada kenaikan iuran JKN, tentu akan ada pengaruh dari penerimaan iuran peserta mandiri. Tetapi tidak begitu banyak, karena sejak awal peserta mandiri kebanyakan sudah milih kelas III,” terangnya belum lama ini.
Kata dia, pengaruh yang paling besar justru dirasakan pemerintah baik dari penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sebab menurut dr Puja, dari jumlah kepersertaan JKN di Bali, pemerintah membiayai sebanyak 73 persen peserta baik melalui APBN dan juga dana APBD. Adapun kepesertaan JKN di Bali yang dibiayai pemerintah antara lain segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI) pusat yang dibiayai APBN sebanyak 21,63 persen, segmen PBI daerah yang dibiayai oleh APBD sebanyak 34,98 persen, serta sisanya membiayai segmen Pekerja Pemerintah Upah Pemerintah (PPU-P) seperti ASN, TNI, Polri. Segmen kepesertaan PPU (baik PPU Pemerintah maupun Badan Usaha) presentasenya 27,40 persen.
Apalagi, Provinsi Bali dengan tingkat partisipasi kepersertaan yang tinggi sudah mampu Universal Health Coverage (UHC) dengan capaian sebanyak 95,69 persen hingga per 1 Oktober 2019. Berdasarkan acuan data kependudukan semester II tahun 2018, dari total 4.216.169 jiwa penduduk Bali, sebanyak 4.034.477 jiwa sudah masuk sebagai peserta JKN-KIS, sedangkan sisanya sebanyak 181.692 orang belum tercover.
Bahkan dalam sebuah kesempatan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dr Suarjaya mengungkapkan, Pemprov Bali mulai berhitung, sebab jika sah dinaikkan per 1 Januari tahun 2020, maka Pemprov Bali bersama kabupaten/kota di Bali diperkirakan akan membayar sekitar Rp 700 miliar lebih, dengan perhitungan Pemprov Bali harus mengalokasikan Rp 297 miliar sedangkan kabupaten/kota sisanya melalui dana sharing. Jumlah ini dinilai memberatkan daerah, karena pembiayaan sebelumnya (tahun 2019) berkisar Rp 495 milyar dengan perhitungan dari Pemprov Bali mendanai sebesar Rp 170 miliar, sedangkan sisanya berasal dari dana sharing kabupaten/kota, sesuai dengan skema pembagian pembiayaan antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota.
Lebih lanjut dikatakan dr Puja, kenaikan premi jika berdasarkan review Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI) seharusnya lebih besar dari rencana kenaikan tersebut. Kelas I misalnya, paling ideal membayar Rp 274 ribu per orang per bulan. Sedangkan kelas II sebesar Rp 190 ribu per orang per bulan, dan kelas III sebesar Rp 130 ribu per orang per bulan. Namun, kebijakan pemerintah tidak sepenuhnya menaikkan iuran sesuai review tersebut karena menyesuaikan dengan kemampuan daya beli dari masyarakat. Sehingga premi ideal yang ditetapkan yakni kelas I menjadi Rp 160 ribu per orang per bulan, kelas II menjadi Rp 110 ribu per orang per bulan dan kelas III menjadi Rp 42 ribu per orang per bulan. *ind
“Perserta mandiri di Bali hingga data per 1 Oktober 2019 ini jumlahnya 556.667 orang, atau sebanyak 13,8 persen dari total penduduk Bali yang sudah ikut kepesertaan JKN. Itu pun kebanyakan sudah kelas III. Jadi, jika ada kenaikan iuran JKN, tentu akan ada pengaruh dari penerimaan iuran peserta mandiri. Tetapi tidak begitu banyak, karena sejak awal peserta mandiri kebanyakan sudah milih kelas III,” terangnya belum lama ini.
Kata dia, pengaruh yang paling besar justru dirasakan pemerintah baik dari penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sebab menurut dr Puja, dari jumlah kepersertaan JKN di Bali, pemerintah membiayai sebanyak 73 persen peserta baik melalui APBN dan juga dana APBD. Adapun kepesertaan JKN di Bali yang dibiayai pemerintah antara lain segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI) pusat yang dibiayai APBN sebanyak 21,63 persen, segmen PBI daerah yang dibiayai oleh APBD sebanyak 34,98 persen, serta sisanya membiayai segmen Pekerja Pemerintah Upah Pemerintah (PPU-P) seperti ASN, TNI, Polri. Segmen kepesertaan PPU (baik PPU Pemerintah maupun Badan Usaha) presentasenya 27,40 persen.
Apalagi, Provinsi Bali dengan tingkat partisipasi kepersertaan yang tinggi sudah mampu Universal Health Coverage (UHC) dengan capaian sebanyak 95,69 persen hingga per 1 Oktober 2019. Berdasarkan acuan data kependudukan semester II tahun 2018, dari total 4.216.169 jiwa penduduk Bali, sebanyak 4.034.477 jiwa sudah masuk sebagai peserta JKN-KIS, sedangkan sisanya sebanyak 181.692 orang belum tercover.
Bahkan dalam sebuah kesempatan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dr Suarjaya mengungkapkan, Pemprov Bali mulai berhitung, sebab jika sah dinaikkan per 1 Januari tahun 2020, maka Pemprov Bali bersama kabupaten/kota di Bali diperkirakan akan membayar sekitar Rp 700 miliar lebih, dengan perhitungan Pemprov Bali harus mengalokasikan Rp 297 miliar sedangkan kabupaten/kota sisanya melalui dana sharing. Jumlah ini dinilai memberatkan daerah, karena pembiayaan sebelumnya (tahun 2019) berkisar Rp 495 milyar dengan perhitungan dari Pemprov Bali mendanai sebesar Rp 170 miliar, sedangkan sisanya berasal dari dana sharing kabupaten/kota, sesuai dengan skema pembagian pembiayaan antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota.
Lebih lanjut dikatakan dr Puja, kenaikan premi jika berdasarkan review Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI) seharusnya lebih besar dari rencana kenaikan tersebut. Kelas I misalnya, paling ideal membayar Rp 274 ribu per orang per bulan. Sedangkan kelas II sebesar Rp 190 ribu per orang per bulan, dan kelas III sebesar Rp 130 ribu per orang per bulan. Namun, kebijakan pemerintah tidak sepenuhnya menaikkan iuran sesuai review tersebut karena menyesuaikan dengan kemampuan daya beli dari masyarakat. Sehingga premi ideal yang ditetapkan yakni kelas I menjadi Rp 160 ribu per orang per bulan, kelas II menjadi Rp 110 ribu per orang per bulan dan kelas III menjadi Rp 42 ribu per orang per bulan. *ind
Komentar