Disel Astawa: Kawal Kemandirian Ekonomi Desa Adat
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Bali membidangi desa adat dan kesra dari Fraksi Gerindra I Wayan Disel Astawa, menunjukkan komitmen membela adat dan budaya Bali.
DENPASAR, NusaBali
Disel Astawa yang juga Bendesa Adat Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, sukses membangun kekuatan ekonomi krama Desa Adat Ungasan sebagai upaya menangkal kekuatan kompetitor luar yang mengancam keberadaan ekonomi desa adat dengan mengembangkan unit usaha desa adat.
Menurut Disel Astawa, nafas dan komitmen membela desa adat ini harus diteguhkan kalau adat dan budaya Bali ingin tetap abadi. “Bagi saya menjadi wakil rakyat yang membidangi adat dan budaya, membela keberlangsungan desa adat adalah kewajiban. Duduk di gedung dewan membidangi adat dan budaya sejalan dengan perjuangan saya saat dipercaya sebagai bendesa adat,” ucapnya.
Menghadapi fenomena serbuan kekuatan ekonomi dari luar, kata Disel Astawa, ekonomi krama adat harus perkuat. “Peluang merebut sektor ekonomi itu harus kita ambil,” ujar Disel Astawa di sela-sela melepas jalan santai serangkaian HUT Baga Utsaha Manunggal Desa Adat (BUMDA) Ungasan, di Desa Adat Ungasan, Kuta Selatan, Minggu (24/11) sore.
Sebagai Bendesa Adat Ungasan, Disel Astawa sukses menciptakan kemandirian ekonomi di wilayah desa adat dengan memelopori pembangunan destinasi tujuan wisata (DTW) Pantai Melasti Ungasan yang kini menghasilkan pendapatan untuk desa adat tembus angka Rp 500 juta per bulan. Kemudian membangun pasar desa adat dengan mewajibkan krama adat berbelanja di Pasar Adat Ungasan sehingga keuntungan pengelolaan pasar bisa dipakai untuk kepentingan adat dan budaya serta kesejahteraan krama adat, dengan memasukkan keuntungan itu ke LPD yang dikelola desa adat. Kemudian pengelolaan LPD Desa Adat Ungasan juga mulai dimaksimalkan. “Kalau tidak kita memperkuat desa adat siapa lagi. Apalagi sekarang masuk pesaing ekonomi kita yang luar biasa. Pasar modern contohnya. Siapa bisa berkompetisi dengan mereka, ya kita yang harus peduli dengan menciptakan unit ekonomi,” kata mantan anggota Komisi C DPRD Badung, ini.
Kata Disel Astawa, pengelolaan unit usaha desa adat sudah terbukti mampu membuat desa adat mandiri. Disel Astawa menyebutkan contoh ketika Desa Adat Ungasan menggelar karya di Pura Dalem Ungasan, beberapa waktu lalu yang menelan biaya miliaran rupiah, semuanya dibiayai dari dana milik desa adat. Tidak ada dari bantuan pemerintah. “Desa adat benar-benar mandiri dan menggelar yadnya (upacara) yang benar-benar Satwika tanpa ketergantungan dengan bantuan-bantuan pemerintah,” tegasnya. *nat
Menurut Disel Astawa, nafas dan komitmen membela desa adat ini harus diteguhkan kalau adat dan budaya Bali ingin tetap abadi. “Bagi saya menjadi wakil rakyat yang membidangi adat dan budaya, membela keberlangsungan desa adat adalah kewajiban. Duduk di gedung dewan membidangi adat dan budaya sejalan dengan perjuangan saya saat dipercaya sebagai bendesa adat,” ucapnya.
Menghadapi fenomena serbuan kekuatan ekonomi dari luar, kata Disel Astawa, ekonomi krama adat harus perkuat. “Peluang merebut sektor ekonomi itu harus kita ambil,” ujar Disel Astawa di sela-sela melepas jalan santai serangkaian HUT Baga Utsaha Manunggal Desa Adat (BUMDA) Ungasan, di Desa Adat Ungasan, Kuta Selatan, Minggu (24/11) sore.
Sebagai Bendesa Adat Ungasan, Disel Astawa sukses menciptakan kemandirian ekonomi di wilayah desa adat dengan memelopori pembangunan destinasi tujuan wisata (DTW) Pantai Melasti Ungasan yang kini menghasilkan pendapatan untuk desa adat tembus angka Rp 500 juta per bulan. Kemudian membangun pasar desa adat dengan mewajibkan krama adat berbelanja di Pasar Adat Ungasan sehingga keuntungan pengelolaan pasar bisa dipakai untuk kepentingan adat dan budaya serta kesejahteraan krama adat, dengan memasukkan keuntungan itu ke LPD yang dikelola desa adat. Kemudian pengelolaan LPD Desa Adat Ungasan juga mulai dimaksimalkan. “Kalau tidak kita memperkuat desa adat siapa lagi. Apalagi sekarang masuk pesaing ekonomi kita yang luar biasa. Pasar modern contohnya. Siapa bisa berkompetisi dengan mereka, ya kita yang harus peduli dengan menciptakan unit ekonomi,” kata mantan anggota Komisi C DPRD Badung, ini.
Kata Disel Astawa, pengelolaan unit usaha desa adat sudah terbukti mampu membuat desa adat mandiri. Disel Astawa menyebutkan contoh ketika Desa Adat Ungasan menggelar karya di Pura Dalem Ungasan, beberapa waktu lalu yang menelan biaya miliaran rupiah, semuanya dibiayai dari dana milik desa adat. Tidak ada dari bantuan pemerintah. “Desa adat benar-benar mandiri dan menggelar yadnya (upacara) yang benar-benar Satwika tanpa ketergantungan dengan bantuan-bantuan pemerintah,” tegasnya. *nat
Komentar