Disorot Mendikbud, Kurikulum Bisa Jadi akan Diganti Lagi
Dalam teks pidato Hari Guru 2019, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim, menyoroti banyak masalah pendidikan, salah satunya kurikulum yang 'menghalangi petualangan'.
JAKARTA, NusaBali
Apakah kurikulum akan diganti lagi? "Anda (guru -red) ingin mengajak murid keluar kelas untuk belajar dari dunia sekitarnya, tetapi kurikulum yang begitu padat menutup pintu petualangan," kata Nadiem dalam teks pidatonya. Wakil Ketua Komisi X dari Partai Golkar, Hetifah Sjaifudian, menjelaskan dalam lima tahun terakhir ini sekolah-sekolah diberi beban merealisasikan dua kurikulum, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Kurikulum 2013 (K-13).
Hingga saat ini, masih banyak sekolah yang sedang menyesuaikan diri dengan Kurikulum 2013 lantaran isi kurikulumnya juga karena keterbatasan teknologi informasi yang menjadi hambatan. "Untuk memaksimalkan guru dalam konteks pendidikan, di samping penguatan kompetensi, hal yang harus dilakukan adalah kepastian kurikulum yang berkelanjutan, tentu kurikulum yang komprehensif menjawab kebutuhan pendidikan ke depan," kata Hetifah kepada wartawan, Minggu (24/11).
Menurut Hetifah, saat ini perlu ada penyesuaian kurikulum. Nadiem perlu melakukan kebijakan itu terlepas dari kritik yang niscaya akan datang. "Kalau menurut saya tetap perlu adanya penyesuaian kurikulum. Meskipun memang banyak kritik yang menganggap jangan lagi ganti-ganti kurikulum karena penerapannya memakan biaya banyak. Mungkin tidak mengubah, tapi lebih disesuaikan beberapa hal. Misal untuk pendidikan karakter, metode-metodenya diubah lebih ke learning by experience (belajar dari pengalaman), dan lainnya. Juga penambahan pendidikan Pancasila. Saya rasa Mas Nadiem nanti akan lebih banyak menyederhanakan dibanding menambah kerumitan," tutur Hetifah dilansir detik.com.
Hetifah setuju dengan tinjauan masalah yang dikemukakan Nadiem dalam teks pidatonya. Nadiem lebih menyoroti peran guru sebagai agen perubahan sentral. "Agen utama reformasi pendidikan memang adalah guru. Mereka yang sehari-hari berinteraksi langsung dengan murid dan yang dapat secara langsung mengarahkan, akan dibawa kemana murid-murid tersebut,” ujarnya.
Dalam pendidikan, guru harus diberi ruang berinovasi karena kondisi murid berbeda-beda satu lokasi dengan yang lainnya di Indonesia. Pidato Nadiem menggambarkan guru menghadapi dilema. Padahal guru harus bebas dari rasa takut terhadap aturan dari pemerintah nasional bila dituntut berinovasi. "Kurikulum yang padat, administrasi yang rumit, birokrasi yang menghambat, itu memang keluhan utama dari para guru. Banyak guru-guru yang idealis, kreatif dan inovatif terhambat karenanya," ujarnya.*
Hingga saat ini, masih banyak sekolah yang sedang menyesuaikan diri dengan Kurikulum 2013 lantaran isi kurikulumnya juga karena keterbatasan teknologi informasi yang menjadi hambatan. "Untuk memaksimalkan guru dalam konteks pendidikan, di samping penguatan kompetensi, hal yang harus dilakukan adalah kepastian kurikulum yang berkelanjutan, tentu kurikulum yang komprehensif menjawab kebutuhan pendidikan ke depan," kata Hetifah kepada wartawan, Minggu (24/11).
Menurut Hetifah, saat ini perlu ada penyesuaian kurikulum. Nadiem perlu melakukan kebijakan itu terlepas dari kritik yang niscaya akan datang. "Kalau menurut saya tetap perlu adanya penyesuaian kurikulum. Meskipun memang banyak kritik yang menganggap jangan lagi ganti-ganti kurikulum karena penerapannya memakan biaya banyak. Mungkin tidak mengubah, tapi lebih disesuaikan beberapa hal. Misal untuk pendidikan karakter, metode-metodenya diubah lebih ke learning by experience (belajar dari pengalaman), dan lainnya. Juga penambahan pendidikan Pancasila. Saya rasa Mas Nadiem nanti akan lebih banyak menyederhanakan dibanding menambah kerumitan," tutur Hetifah dilansir detik.com.
Hetifah setuju dengan tinjauan masalah yang dikemukakan Nadiem dalam teks pidatonya. Nadiem lebih menyoroti peran guru sebagai agen perubahan sentral. "Agen utama reformasi pendidikan memang adalah guru. Mereka yang sehari-hari berinteraksi langsung dengan murid dan yang dapat secara langsung mengarahkan, akan dibawa kemana murid-murid tersebut,” ujarnya.
Dalam pendidikan, guru harus diberi ruang berinovasi karena kondisi murid berbeda-beda satu lokasi dengan yang lainnya di Indonesia. Pidato Nadiem menggambarkan guru menghadapi dilema. Padahal guru harus bebas dari rasa takut terhadap aturan dari pemerintah nasional bila dituntut berinovasi. "Kurikulum yang padat, administrasi yang rumit, birokrasi yang menghambat, itu memang keluhan utama dari para guru. Banyak guru-guru yang idealis, kreatif dan inovatif terhambat karenanya," ujarnya.*
Komentar