Prajuru Adat Dilarang Menerima Honor Ganda
Sejumlah prajuru adat mulai bendesa, penyarikan, dan petajuh dari 1.493 desa adat di Bali dipastikan merangkap jabatan.
GIANYAR, NusaBali
Rangkap dimaksud baik sebagai kelian adat, bendesa adat, Ketua Majelis Desa Adat Babupaten/Kota, maupun Ketua Majelis Desa Adat Provinsi Bali. Nah, prajuru yang rangkap jabatan ini dilarang menerima honor ganda.
Ketentuan prajuru rangkat jabatan tak boleh terima honor ganda ini dituangkan dalam Pergub Nomor 34 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Desa Adat di Bali. “Jika terjadi pengambilan honor ganda, jelas akan terjadi temuan yang berakibat hukum. Mohon hindari hal itu,” ungkap Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Provinsi Bali, I Gusti Agung Kartika SH MH, dalam Pesamuhan Agung Desa Adat miwah Desa Sejebag Jagat Bali di Wantilan Pura Samuan Tiga, Desa Adat Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar pada Soma Wage Dukut, Senin (25/11).
Kepada para prajuru desa adat, IGA Kartika menekankan kegiatan yang bersumber dari Dana Desa Semesta Berencana Provinsi Bali agar selalu sesuai dengan RAB (rencana anggaran biaya). Setiap penggunaan dana desa dimaksud harus transparan dan akuntabel, dengan menyertakan bukti-bukti pemanfaatan dana yang lengkap dan sah.
“Penggunaan Dana Desa Semesta Berencana Provinsi Bali ini tidak boleh menyimpang dari RAB pemanfaatan dana desa adat itu sendiri,” tandas Kartika yang kemarin berbicara dalam panel diskusi bermaterikan ‘Penjelasan Juknis Pengelolaan Keuangan Desa Adat sesuai Pergub Bali Nomor 34 Tahun 2019’.
Paparan senada disampaikan Bendesa Agung Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali, Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet. Menurut Putra Sukahet, setiap prajuru adat, terutama bendesa adat boleh rangkap jabatan. Hanya saja, yang bersangkutan tidak boleh mengambil honor rangkap. Misal, seorang bendesa adat menjabat Ketua Majelis Desa Adat Kecamatan atau posisi lainnya.
Jika terjadi rangkap jabatan ini, kata Putra Sukahet, maka yang bersangkutan harus memilih salah satu dari sekian jabatan yang disandang dalam hal penerimaan uang honor. “Tapi, kewajiban tetap boleh rangkap, karena semua berdasarkan spirit ngayah. Dulu, bendesa menjalankan kewajiban tanpa insentif, karena mereka ngayah dengan tulus ikhlas, tetap profesional,” katanya.
Putra Sukahet mengingatkan, insentif dari Provinsi Bali untuk prajuru, sesuai Perda Desa Adat di Bali nantinya harus dipertanggungjawabkan. Caranya, bendesa atau prajuru harus terus meningkatkan kapasitas diri dengan cara terus belajar. Selama ini, peningkatan kapasitas telah dilakukan oleh Majelis Utama Desa Adat, Majelis Madya Desa Adat, dan Majelis Alit Desa Adat ke desa-desa. Dengan peningkatan kapastias diri, para bendesa dan prajuru ditambah seringnya ada sosialisasi tentang desa adat, maka semua desa adat di Bali diyakini siap melaksanakan pemberdayaan sesuai Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat.
“Karena Pemprov Bali dan Pemkab/Pemkot akan terus memberikan pendampingan ke desa adat. Soalnya, pemberlakuan Perda Desa Adat ini baru pertama kali, sehingga harus ada pendampingan. Apa pun itu, prinsipnya, Januari 2020 mendatang semua desa adat di Bali harus siap melaksanakan ketentuan Perda Desa Adat,” tegas Putra Sukahet.*lsa
Ketentuan prajuru rangkat jabatan tak boleh terima honor ganda ini dituangkan dalam Pergub Nomor 34 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Desa Adat di Bali. “Jika terjadi pengambilan honor ganda, jelas akan terjadi temuan yang berakibat hukum. Mohon hindari hal itu,” ungkap Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Provinsi Bali, I Gusti Agung Kartika SH MH, dalam Pesamuhan Agung Desa Adat miwah Desa Sejebag Jagat Bali di Wantilan Pura Samuan Tiga, Desa Adat Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar pada Soma Wage Dukut, Senin (25/11).
Kepada para prajuru desa adat, IGA Kartika menekankan kegiatan yang bersumber dari Dana Desa Semesta Berencana Provinsi Bali agar selalu sesuai dengan RAB (rencana anggaran biaya). Setiap penggunaan dana desa dimaksud harus transparan dan akuntabel, dengan menyertakan bukti-bukti pemanfaatan dana yang lengkap dan sah.
“Penggunaan Dana Desa Semesta Berencana Provinsi Bali ini tidak boleh menyimpang dari RAB pemanfaatan dana desa adat itu sendiri,” tandas Kartika yang kemarin berbicara dalam panel diskusi bermaterikan ‘Penjelasan Juknis Pengelolaan Keuangan Desa Adat sesuai Pergub Bali Nomor 34 Tahun 2019’.
Paparan senada disampaikan Bendesa Agung Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali, Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet. Menurut Putra Sukahet, setiap prajuru adat, terutama bendesa adat boleh rangkap jabatan. Hanya saja, yang bersangkutan tidak boleh mengambil honor rangkap. Misal, seorang bendesa adat menjabat Ketua Majelis Desa Adat Kecamatan atau posisi lainnya.
Jika terjadi rangkap jabatan ini, kata Putra Sukahet, maka yang bersangkutan harus memilih salah satu dari sekian jabatan yang disandang dalam hal penerimaan uang honor. “Tapi, kewajiban tetap boleh rangkap, karena semua berdasarkan spirit ngayah. Dulu, bendesa menjalankan kewajiban tanpa insentif, karena mereka ngayah dengan tulus ikhlas, tetap profesional,” katanya.
Putra Sukahet mengingatkan, insentif dari Provinsi Bali untuk prajuru, sesuai Perda Desa Adat di Bali nantinya harus dipertanggungjawabkan. Caranya, bendesa atau prajuru harus terus meningkatkan kapasitas diri dengan cara terus belajar. Selama ini, peningkatan kapasitas telah dilakukan oleh Majelis Utama Desa Adat, Majelis Madya Desa Adat, dan Majelis Alit Desa Adat ke desa-desa. Dengan peningkatan kapastias diri, para bendesa dan prajuru ditambah seringnya ada sosialisasi tentang desa adat, maka semua desa adat di Bali diyakini siap melaksanakan pemberdayaan sesuai Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat.
“Karena Pemprov Bali dan Pemkab/Pemkot akan terus memberikan pendampingan ke desa adat. Soalnya, pemberlakuan Perda Desa Adat ini baru pertama kali, sehingga harus ada pendampingan. Apa pun itu, prinsipnya, Januari 2020 mendatang semua desa adat di Bali harus siap melaksanakan ketentuan Perda Desa Adat,” tegas Putra Sukahet.*lsa
1
Komentar