Sekolah dan Desa Adat Diimbau Diet Plastik
Pelaksanaan Sosialisasi Empat Pilar dari anggota DPR RI Dapil Bali I Nyoman Parta di SMAN 1 Blahbatuh, Desa/Kecamatan Blahbatuh, Gianyar, Senin (25/11), terbilang kegiatan yang bernuansa ramah lingkungan.
GIANYAR, NusaBali
Saat registrasi, peserta sosialisasi disuguhi hidangan snack lokal ramah lingkungan. Jika biasanya snack dikemas dalam kotak, saat itu kacang rebus, edamame, dan jajan Bali disajikan dengan tamas berbahan daun kelapa. Begitu pula untuk air minum yang biasanya diberikan air kemasan gelas, kini peserta hanya diberikan gelas dan diarahkan mengambil air sendiri dari galon yang disediakan. ‘’Cara penyajian makanan lokal ramah lingkungan ini harus dibiasakan,’’ jelas Nyoman Parta. Kata dia, kebiasaan itu mulai dari tingkat sekolah dan desa Adat diimbau agar mulai diet penggunaan keperluan berbahan plastik. Sebab, jika dibandingkan dari sisi ekonomi jauh lebih murah menyajikan kue lokal ramah lingkungan.
Di samping itu, tujuan utama diet plastik ini untuk menjaga alam semesta. “Saat ini saya masih melihat gerakan memerangi sampah plastic di sekolah dan di desa adat masih minim. Perlu dimaksimalkan lagi,” jelasnya. Menurut Parta, hajatan adat yang menyediakan air kemasan gelas maupun botol sering tidak habis diminum oleh tamu. Justru tampak miris ketika air kemasan gelas yang diambil, disisakan setengahnya lalu ditinggal begitu saja. Tidak saja airnya yang terbuang percuma, sampah yang dihasilkan pun berbahaya jika dibuang sembarangan. “Maka itu saya gugah siswa di sekolah dan masyarakat agar seorang punya satu tumbler (botol air). Atau minimal saat hajatan adat atau acara sekolah disiapkan dispenser dan gelas kertas atau kaca. Jadi siapa yang haus, ambil sendiri sesuai kebutuhan,” ujarnya.
Parta mengajak masyarakat harus memulai sejak dini dari diri sendiri. “Kita harus mulai, kalau bisa tumbuhkan kesadaran di sekolah pasti berhasil. Karena para siswa ini terdidik,” jelasnya. Pihaknya pun berharap, ke depan SMAN 1 Blahbatuh bias menjadi sekolah ramah lingkungan (Green School). “Kalau bisa zero plastik atau minimal bisa mengurangi penggunaan plastik,” pintanya.
Kebiasaan diet plastik ini juga diharapkan menyentuh masyarakat adat di Bali. Diakui, selama ini acara pernikahan di Bali borosnya pada penyediaan air kemasan. Apalagi ketika melihat banyak botol tersisa setengahnya, Parta mengaku prihatin karena kasihan terbuang percuma tidak ada yang mau minum lagi. Dan tidak jarang, mereka yang nikah pinjam uang banyak untuk hal ini. “Jadi, saya ingin sekali agar desa membuat program pemberian reward pada yang nikah zero plastik. Minimal dispenser, agar bisa diimplementasikan langsung. Pakai gelas kertas, ambil air kalau dibutuhkan. Jadi akan lebih irit tidak ada kemasan plastik,” ujarnya.
Sementara penyedia snack lokal ramah lingkungan, Wayan Gita Ayu Kesuma,23, asal Kelurahan Abianbase, Gianyar dari komunitas Kakak Asuh Bali mengaku merebus kacang, edamame dan mengukus jajan sumping untuk 400 porsi. Produk yang telah ada ditata oleh OSIS Blasman untuk dibagikan kepada peserta. “Ada pesan edukasi di hidangan ini, untuk tidak menggunakan bahan plastik,” jelasnya. Di samping itu, guna menggugah generasi muda berwirausaha ramah lingkungan. “Cara ini bahkan sudah kami terapkan sejak Tahun 2016. Setiap acara menghidangkan jajanan lokal dan air dari dispenser,” jelasnya. Dengan adanya apresiasi terhadap jajanan lokal dan nasi jingo ramah lingkungan buatannya, Gita mengaku terpacu untuk mengembangkan usahanya yang diturunkan dari kakeknya ini.
Ketua OSIS Blasman Ni Kadek Diah Arisma mengaku hal serupa sudah diterapkan pula di SMAN 1 Blahbatuh. “Untuk setiap acara, termasuk rapat guru kami sediakan jajanan lokal ramah lingkungan. Jatuhnya lebih murah dan menyehatkan, juga tidak ribet,” ujarnya. Dalam hal penyajian, pihaknya juga menggunakan nampan alami yang disebut tempeh.*nvi
Di samping itu, tujuan utama diet plastik ini untuk menjaga alam semesta. “Saat ini saya masih melihat gerakan memerangi sampah plastic di sekolah dan di desa adat masih minim. Perlu dimaksimalkan lagi,” jelasnya. Menurut Parta, hajatan adat yang menyediakan air kemasan gelas maupun botol sering tidak habis diminum oleh tamu. Justru tampak miris ketika air kemasan gelas yang diambil, disisakan setengahnya lalu ditinggal begitu saja. Tidak saja airnya yang terbuang percuma, sampah yang dihasilkan pun berbahaya jika dibuang sembarangan. “Maka itu saya gugah siswa di sekolah dan masyarakat agar seorang punya satu tumbler (botol air). Atau minimal saat hajatan adat atau acara sekolah disiapkan dispenser dan gelas kertas atau kaca. Jadi siapa yang haus, ambil sendiri sesuai kebutuhan,” ujarnya.
Parta mengajak masyarakat harus memulai sejak dini dari diri sendiri. “Kita harus mulai, kalau bisa tumbuhkan kesadaran di sekolah pasti berhasil. Karena para siswa ini terdidik,” jelasnya. Pihaknya pun berharap, ke depan SMAN 1 Blahbatuh bias menjadi sekolah ramah lingkungan (Green School). “Kalau bisa zero plastik atau minimal bisa mengurangi penggunaan plastik,” pintanya.
Kebiasaan diet plastik ini juga diharapkan menyentuh masyarakat adat di Bali. Diakui, selama ini acara pernikahan di Bali borosnya pada penyediaan air kemasan. Apalagi ketika melihat banyak botol tersisa setengahnya, Parta mengaku prihatin karena kasihan terbuang percuma tidak ada yang mau minum lagi. Dan tidak jarang, mereka yang nikah pinjam uang banyak untuk hal ini. “Jadi, saya ingin sekali agar desa membuat program pemberian reward pada yang nikah zero plastik. Minimal dispenser, agar bisa diimplementasikan langsung. Pakai gelas kertas, ambil air kalau dibutuhkan. Jadi akan lebih irit tidak ada kemasan plastik,” ujarnya.
Sementara penyedia snack lokal ramah lingkungan, Wayan Gita Ayu Kesuma,23, asal Kelurahan Abianbase, Gianyar dari komunitas Kakak Asuh Bali mengaku merebus kacang, edamame dan mengukus jajan sumping untuk 400 porsi. Produk yang telah ada ditata oleh OSIS Blasman untuk dibagikan kepada peserta. “Ada pesan edukasi di hidangan ini, untuk tidak menggunakan bahan plastik,” jelasnya. Di samping itu, guna menggugah generasi muda berwirausaha ramah lingkungan. “Cara ini bahkan sudah kami terapkan sejak Tahun 2016. Setiap acara menghidangkan jajanan lokal dan air dari dispenser,” jelasnya. Dengan adanya apresiasi terhadap jajanan lokal dan nasi jingo ramah lingkungan buatannya, Gita mengaku terpacu untuk mengembangkan usahanya yang diturunkan dari kakeknya ini.
Ketua OSIS Blasman Ni Kadek Diah Arisma mengaku hal serupa sudah diterapkan pula di SMAN 1 Blahbatuh. “Untuk setiap acara, termasuk rapat guru kami sediakan jajanan lokal ramah lingkungan. Jatuhnya lebih murah dan menyehatkan, juga tidak ribet,” ujarnya. Dalam hal penyajian, pihaknya juga menggunakan nampan alami yang disebut tempeh.*nvi
1
Komentar