Usaha Sablon Pembuang Limbah Disegel
Ratusan Usaha Sablon di Denpasar Tanpa Berizin
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Denpasar melakukan penyegelan terhadap usaha sablon di Jalan Pulau Misol I Nomor 23, Banjar Sumuh, Desa Dauh Puri Kauh, Denpasar Barat, yang membuang limbah ke Tukad Badung, Kamis (28/11).
DENPASAR, NusaBali
Penyegelan tersebut dilakukan setelah pemilik usaha, Hajjah Nurhayati, 40, terbukti melakukan pelanggaran dengan membuang limbah sembarangan sehingga air Tukad Badung menjadi merah.
Penyegelan yang dilakukan sekitar pukul 10.00 Wita tersebut melibatkan Perbekel Desa Dauh Puri Kauh, I Gusti Made Suandi, Kabid Penataan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Denpasar, Ida Ayu Indi Kosala Dewa, perwakilan Camat Denpasar Barat, dan pihak Kepolisian.
Dalam penyegelan itu, Kasatpol PP Kota Denpasar, I Dewa Anom Sayoga, mengumumkan kesalahan pemilik usaha yang disegel saat itu. Kata Sayoga, penyegelan dilakukan atas dasar pencemaran lingkungan khususnya kawasan Tukad Badung yang sempat viral hingga air berwarna merah karena pembuangan limbah sablon.
Saat ditelusuri limbah sablon tersebut ternyata berasal dari usaha sablon milik Hajjah Nurhayati. Dari investigasi, melihat, menganalisa dan melakukan penyidikan terhadap pemilik usaha, Hajjah Nurhayati, ditetapkan telah melanggar Perda Nomor 11 Tahun 2015 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kota Denpasar.
Selain itu, Hajjah Nurhayati juga melanggar Perda Nomor 1 Tahun 2015 tentang Ketertiban Umum dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. “Untuk itu berdasarkan Perda Nomor 11 Tahun 2015 tadi kita laksanakan penyegelan yang tertuang dalam Keputusan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar Nomor : 188.45/2489/SatpolPP/2019 tentang Penyegelan Kegiatan Usaha Sablon Batik,” ujarnya.
Atas pelanggaran ini, pemilik usaha akan diganjar hukuman melalui Sidang Tindak Pidana Ringan (Tipiring) yang akan digelar Jumat (29/11) hari ini. Sedangkan atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 sudah dilimpahkan untuk selanjutnya ditangani oleh Polresta Denpasar.
“Untuk mengentaskan permasalahan serupa secara berkelanjutan diperlukan sinergitas seluruh komponen secara komperhensif guna meminimalisir pelanggaran perda dan hukum. Untuk hal yang berkaitan dengan pidana apakah ada pelanggaran undang-undang kita sudah serahkan ke pihak Polresta Denpasar,” ujar Dewa Sayoga.
Selain melakukan pelanggaran pembuangan limbah, usaha Hajjah Nurhayati juga tidak mengantongi perizinan yang terkait dengan usaha, sehingga segel yang dilaksanakan bersifat permanen hingga yang bersangkutan mampu memenuhi persyaratan yang tertuang dalam perda.
“Semua usaha yang kedapatan melakukan pelanggaran juga akan kami berikan sanksi yang sama, baik tipiring maupun penyegelan. Namun, penyegelan ini juga dapat kembali dibuka ketika yang bersangkutan mampu memenuhi persyaratan baik perizinan maupun pengolahan limbah yang tertuang dalam perda. Kami hatap masyarakat juga memiliki peran penting bersama aparat desa untuk mengawasi pelanggaran dan melaporkan kepada instansi terkait,” ungkap mantan Sekretaris DLHK Denpasar ini.
Kabid Penataan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup, DLHK Kota Denpasar, Ida Ayu Indi Kosala Dewi, mengaku kewalahan dengan pelanggar di Denpasar. Dikatakan, banyak pengusaha sablon di Denpasar yang terus kucing-kucingan dengan petugas. "Mereka kucing-kucingan dengan kita, siang mereka tidak membuang limbah, namun malam-malam saat kita tidak bertugas baru mereka membuang sehingga saat pagi air akan berbuih atau berwarna," ungkapnya.
Dikatakan, berdasarkan data Asosiasi Pengusaha Batik Sablon Indonesia (APBSI) ada sekitar 200 usaha sablon yang tercatat di Denpasar. Kendati ratusan yang bergabung, namun masih banyak juga yang belum bergabung dalam asosiasi, sehingga untuk mengontrol usaha tersebut sulit dilakukan.
Ida Ayu Indi mengungkapkan, semua usaha sablon di Kota Denpasar tidak memiliki izin dan diperparah lagi tidak memiliki pengolahan limbah yang bagus dengan alasan pembuatan pengolahan limbah sangat mahal. Dengan kondisi itu, pihaknya hanya bisa melakukan penindakan berupa tipiring yang eksekusinya bekerjasama dengan Satpol PP Kota Denpasar.
Padahal menurut dia, pihaknya sudah melakukan sosialisasi secara rutin sekaligus melakukan pengecekan ke lokasi. "Beberapa yang tidak masuk kami sudah sarankan bergabung ke APBSI agar ada yang mengawasi. Tetapi masih banyak yang belum sehingga banyak pelanggaran yang terjadi," katanya,
Menurut Ida Ayu Indi, kendati semua tidak berizin karena tidak memenuhi apa yang menjadi persyaratan, namun pihaknya tidak bisa melarang mereka untuk membuka usaha karena tuntutan ekonomi. “Tapi kami tetap memberikan pengarahan untuk melengkapi dengan pengolahan limbah agar mereka tidak mencemari lingkungan,” ujarnya.
Sementara, pemilik usaha sablon, Hajjah Nurhayati hanya bisa pasrah melihat usahanya disegel. Dia mengakui kesalahan dari anak buahnya yang teledor saat melakukan pembuangan limbah. Dia mengaku sudah memiliki pengolahan limbah sebelum dilakukan pembuangan ke sungai. Namun, karena keteledoran anak buahnya sehingga menyebabkan Tukad Badung menjadi merah.
Dia mengaku, sejak usahanya dibuka tahun 2015 lalu, limbah sablon diolah dan dijernihkan namun tetap saja ada keteledoran. Dengan penyegelan ini, tidak lagi melakukan proses pewarnaan di Bali dan akan menutup usaha sablon ini. “Saya akan mendatangkan barang langsung dari Jawa,” pungkasnya. *mis
Penyegelan yang dilakukan sekitar pukul 10.00 Wita tersebut melibatkan Perbekel Desa Dauh Puri Kauh, I Gusti Made Suandi, Kabid Penataan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Denpasar, Ida Ayu Indi Kosala Dewa, perwakilan Camat Denpasar Barat, dan pihak Kepolisian.
Dalam penyegelan itu, Kasatpol PP Kota Denpasar, I Dewa Anom Sayoga, mengumumkan kesalahan pemilik usaha yang disegel saat itu. Kata Sayoga, penyegelan dilakukan atas dasar pencemaran lingkungan khususnya kawasan Tukad Badung yang sempat viral hingga air berwarna merah karena pembuangan limbah sablon.
Saat ditelusuri limbah sablon tersebut ternyata berasal dari usaha sablon milik Hajjah Nurhayati. Dari investigasi, melihat, menganalisa dan melakukan penyidikan terhadap pemilik usaha, Hajjah Nurhayati, ditetapkan telah melanggar Perda Nomor 11 Tahun 2015 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kota Denpasar.
Selain itu, Hajjah Nurhayati juga melanggar Perda Nomor 1 Tahun 2015 tentang Ketertiban Umum dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. “Untuk itu berdasarkan Perda Nomor 11 Tahun 2015 tadi kita laksanakan penyegelan yang tertuang dalam Keputusan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar Nomor : 188.45/2489/SatpolPP/2019 tentang Penyegelan Kegiatan Usaha Sablon Batik,” ujarnya.
Atas pelanggaran ini, pemilik usaha akan diganjar hukuman melalui Sidang Tindak Pidana Ringan (Tipiring) yang akan digelar Jumat (29/11) hari ini. Sedangkan atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 sudah dilimpahkan untuk selanjutnya ditangani oleh Polresta Denpasar.
“Untuk mengentaskan permasalahan serupa secara berkelanjutan diperlukan sinergitas seluruh komponen secara komperhensif guna meminimalisir pelanggaran perda dan hukum. Untuk hal yang berkaitan dengan pidana apakah ada pelanggaran undang-undang kita sudah serahkan ke pihak Polresta Denpasar,” ujar Dewa Sayoga.
Selain melakukan pelanggaran pembuangan limbah, usaha Hajjah Nurhayati juga tidak mengantongi perizinan yang terkait dengan usaha, sehingga segel yang dilaksanakan bersifat permanen hingga yang bersangkutan mampu memenuhi persyaratan yang tertuang dalam perda.
“Semua usaha yang kedapatan melakukan pelanggaran juga akan kami berikan sanksi yang sama, baik tipiring maupun penyegelan. Namun, penyegelan ini juga dapat kembali dibuka ketika yang bersangkutan mampu memenuhi persyaratan baik perizinan maupun pengolahan limbah yang tertuang dalam perda. Kami hatap masyarakat juga memiliki peran penting bersama aparat desa untuk mengawasi pelanggaran dan melaporkan kepada instansi terkait,” ungkap mantan Sekretaris DLHK Denpasar ini.
Kabid Penataan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup, DLHK Kota Denpasar, Ida Ayu Indi Kosala Dewi, mengaku kewalahan dengan pelanggar di Denpasar. Dikatakan, banyak pengusaha sablon di Denpasar yang terus kucing-kucingan dengan petugas. "Mereka kucing-kucingan dengan kita, siang mereka tidak membuang limbah, namun malam-malam saat kita tidak bertugas baru mereka membuang sehingga saat pagi air akan berbuih atau berwarna," ungkapnya.
Dikatakan, berdasarkan data Asosiasi Pengusaha Batik Sablon Indonesia (APBSI) ada sekitar 200 usaha sablon yang tercatat di Denpasar. Kendati ratusan yang bergabung, namun masih banyak juga yang belum bergabung dalam asosiasi, sehingga untuk mengontrol usaha tersebut sulit dilakukan.
Ida Ayu Indi mengungkapkan, semua usaha sablon di Kota Denpasar tidak memiliki izin dan diperparah lagi tidak memiliki pengolahan limbah yang bagus dengan alasan pembuatan pengolahan limbah sangat mahal. Dengan kondisi itu, pihaknya hanya bisa melakukan penindakan berupa tipiring yang eksekusinya bekerjasama dengan Satpol PP Kota Denpasar.
Padahal menurut dia, pihaknya sudah melakukan sosialisasi secara rutin sekaligus melakukan pengecekan ke lokasi. "Beberapa yang tidak masuk kami sudah sarankan bergabung ke APBSI agar ada yang mengawasi. Tetapi masih banyak yang belum sehingga banyak pelanggaran yang terjadi," katanya,
Menurut Ida Ayu Indi, kendati semua tidak berizin karena tidak memenuhi apa yang menjadi persyaratan, namun pihaknya tidak bisa melarang mereka untuk membuka usaha karena tuntutan ekonomi. “Tapi kami tetap memberikan pengarahan untuk melengkapi dengan pengolahan limbah agar mereka tidak mencemari lingkungan,” ujarnya.
Sementara, pemilik usaha sablon, Hajjah Nurhayati hanya bisa pasrah melihat usahanya disegel. Dia mengakui kesalahan dari anak buahnya yang teledor saat melakukan pembuangan limbah. Dia mengaku sudah memiliki pengolahan limbah sebelum dilakukan pembuangan ke sungai. Namun, karena keteledoran anak buahnya sehingga menyebabkan Tukad Badung menjadi merah.
Dia mengaku, sejak usahanya dibuka tahun 2015 lalu, limbah sablon diolah dan dijernihkan namun tetap saja ada keteledoran. Dengan penyegelan ini, tidak lagi melakukan proses pewarnaan di Bali dan akan menutup usaha sablon ini. “Saya akan mendatangkan barang langsung dari Jawa,” pungkasnya. *mis
1
Komentar