Puluhan Krama Kawal Pemeriksaan di Polresta
Terkait Penutupan Proyek Gudang Mikol di Banjar Sakah, Pemogan
Penyidik Sat Reskrim Polresta Denpasar, Senin 2/12) kemarin, kembali memeriksa dua saksi terkait penyegelan gudang minuman beralkohol (mikol) milik PT Panca Niaga Bali di Banjar Sakah, Desa Pemogan, Denpasar Selatan oleh pecalang setempat, pada Minggu (6/10) lalu.
DENPASAR, NusaBali
Dua saksi yang diperiksa yakni I Ketut Senter dan I Ketut Sumadi Putra. Ketut Senter diperiksa dalam kedudukannya sebagai Linmas. Sementara Ketut Sumadi diperiksa sebagai orang yang ada di TKP pada saat dilakukan penyegelan. Keduanya kemarin datang ke Polresta Denpasar bersama Kelian Adat Banjar Sakah, AA Gede Aryawan dan puluhan krama lainnya.
Pemeriksaan terhadap Ketut Senter kemarin merupakan untuk kedua kalinya setelah sebelumnya diperiksa pada (25/10). Hal yang sama juga I Ketut Sumadi Putra selaku Kelian Dinas Banjar Sakah. Sebelumnya dia diperiksa bersama Klian Adat Banjar Sakah, AA Gede Aryawan pada 22 Oktober lalu. Keduanya saat itu diperiksa sebagai saksi penutupan pembangunan gudang Mikol milik PT Panca Niaga Bali yang berlokasi di banjarnya. Kedua saksi dan krama yang hadir ini didampingi oleh penasihat hukum Wayan Adimawan.
Setelah kliennya diperiksa sejak pukul 13.00 Wita hingga pukul 16.00 Wita. Wayan Adimawan menegaskan akan melakukan perlawanan dengan upaya hukum. Menurutnya, pasal 335 KUHP tentang perbuatan yang tidak menyenangkan yang dilaporkan oleh pelapor dalam hal ini PT Panca Niaga Bali tidak tepat.
“Yang disidik hari ini dua orang sebagai saksi. Inti penyidikan ini tentang pemasangan plang proyek dihentikan tanggal 6 Oktober 2019. Pasal yang disangkakan adalah pasal 335 KUHP tentang perbuatan yang tidak menyenangkan. Padahal pasal tersebut sudah dijudicial review oleh Mahkamah Konstitusi dan sudah tak berlaku lagi. Selain itu, bangunan tersebut sudah disidang tipiring. Bahwa tidak mengantongi izin mendirikan bangunan,” ungkapnya.
Dalam kesaksian dari Ketut Senter, ungkap Wayan Adimawan bahwa para pekerja bangunan itu belum melaporkan diri ke banjar. Wajar saja aparatur desa melakukan penghentian. Dalam proses penutupan pengerjaan bangunan itu dihadiri oleh banyak pihak termasuk Bhabinkamtimas. “Yang jelas masyarakat setempat ingin suasana kondusif dan damai. Mestinya pengusaha itu harus bisa bersosialisasi dengan masyarakat dengan baik,” lanjutnya.
Krama setempat, lanjut Wayan Adimawan memiliki niat baik jika pihak PT Panca Niaga Bali mengikuti aturan. Jika tidak, krama bersama dirinya siap melakukan perlawanan hukum sampai Mahkamah Konstitusi (MK) sekalipun. “Kami akan terus melakukan perlawanan. Banyak langkah yang harus dilakukan. Tentunya langkah-langkah hukum,” tegasnya. 7 pol
MDA Bali Belum Terima Aduan Pecalang yang Tutup Gudang Mikol Perkara penutupan gudang mikol milik PT Panca Niaga Bali oleh pecalang Banjar Sakah, Desa Pemogan, Kecamatan Denpasar Selatan hingga saat ini berbuntut panjang.
Bendesa Agung Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali, Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet mengaku belum bisa banyak menanggapi kasus penutupan gudang mikol oleh pecalang hingga akhirnya dibawa ke jalur hukum.
Persoalannya, Bendesa Sukahet belum mendapatkan informasi yang jelas mengenai kronologi kejadian tersebut, sehingga sulit untuk membantu mediasi. Aduan pun belum ada masuk ke Majelis Desa Adat Provinsi Bali, sehingga dia tidak ingin gegabah dalam berkomentar. “Saya belum mendapatkan informasi secara langsung, baru lihat di koran saja dan belum sepenuhnya baca. Belum jelas masalahnya apa. Mungkin sama-sama ingin bermaksud baik, karena diduga gudangnya tanpa ada izin” ujarnya saat dihubungi NusaBali, Senin (2/12).
Menurutnya, sesuai Perda Desa Adat -- termasuk Perda Desa Pakraman yang dulu -- disebutkan bahwa desa adat juga berhak untuk mengawasi pembangunan di wilayah adatnya, berlandaskan konsep Tri Hita Karana. Namun, untuk penanganan dan pengawasan yang dilakukan juga harus dilakukan secara hati-hati agar tidak terjadi benturan-benturan hukum. Bendesa Agung juga mengingatkan, pengawasan yang dilakukan hendaknya sesuai tata cara dan hukum yang berlaku serta etika yang benar. “Baik Perda Desa Adat sekarang maupun Perda Desa Pakraman yang dulu, desa adat punya kewenangan, ikut didengar, dan ikut menentukan pembangunan di desa adatnya, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan. Proses perizinan pun seharusnya juga melibatkan desa adat. Tapi penindakan yang dilakukan harus dengan cara-cara yang beretika, jangan sampai terjadi pengerusakan dan kekerasan,” katanya.
Sejauh ini, pecalang maupun Kelian Adat Banjar Sakah belum ada yang berkoordinasi dengan Majelis Desa Adat Provinsi Bali, sehingga Bendesa Agung belum mendapat laporan kronologis yang jelas, sehingga dikhawatirkan terjadi perbedaan-perbedaan penafsiran hukum. “Ini harus dijelaskan secara terang dulu permasalahannya. Belum sampai informasinya ke Majelis Desa Adat. Kalau mereka ada mengadu, ya kita akan coba mediasi. Kita akan pertayakan kronologisnya dan kirimkan delegasi untuk mendudukkan perkara itu jadi lebih terang. Setelah jelas, baru kita cari solusinya,” tandasnya. *ind
Pemeriksaan terhadap Ketut Senter kemarin merupakan untuk kedua kalinya setelah sebelumnya diperiksa pada (25/10). Hal yang sama juga I Ketut Sumadi Putra selaku Kelian Dinas Banjar Sakah. Sebelumnya dia diperiksa bersama Klian Adat Banjar Sakah, AA Gede Aryawan pada 22 Oktober lalu. Keduanya saat itu diperiksa sebagai saksi penutupan pembangunan gudang Mikol milik PT Panca Niaga Bali yang berlokasi di banjarnya. Kedua saksi dan krama yang hadir ini didampingi oleh penasihat hukum Wayan Adimawan.
Setelah kliennya diperiksa sejak pukul 13.00 Wita hingga pukul 16.00 Wita. Wayan Adimawan menegaskan akan melakukan perlawanan dengan upaya hukum. Menurutnya, pasal 335 KUHP tentang perbuatan yang tidak menyenangkan yang dilaporkan oleh pelapor dalam hal ini PT Panca Niaga Bali tidak tepat.
“Yang disidik hari ini dua orang sebagai saksi. Inti penyidikan ini tentang pemasangan plang proyek dihentikan tanggal 6 Oktober 2019. Pasal yang disangkakan adalah pasal 335 KUHP tentang perbuatan yang tidak menyenangkan. Padahal pasal tersebut sudah dijudicial review oleh Mahkamah Konstitusi dan sudah tak berlaku lagi. Selain itu, bangunan tersebut sudah disidang tipiring. Bahwa tidak mengantongi izin mendirikan bangunan,” ungkapnya.
Dalam kesaksian dari Ketut Senter, ungkap Wayan Adimawan bahwa para pekerja bangunan itu belum melaporkan diri ke banjar. Wajar saja aparatur desa melakukan penghentian. Dalam proses penutupan pengerjaan bangunan itu dihadiri oleh banyak pihak termasuk Bhabinkamtimas. “Yang jelas masyarakat setempat ingin suasana kondusif dan damai. Mestinya pengusaha itu harus bisa bersosialisasi dengan masyarakat dengan baik,” lanjutnya.
Krama setempat, lanjut Wayan Adimawan memiliki niat baik jika pihak PT Panca Niaga Bali mengikuti aturan. Jika tidak, krama bersama dirinya siap melakukan perlawanan hukum sampai Mahkamah Konstitusi (MK) sekalipun. “Kami akan terus melakukan perlawanan. Banyak langkah yang harus dilakukan. Tentunya langkah-langkah hukum,” tegasnya. 7 pol
MDA Bali Belum Terima Aduan Pecalang yang Tutup Gudang Mikol Perkara penutupan gudang mikol milik PT Panca Niaga Bali oleh pecalang Banjar Sakah, Desa Pemogan, Kecamatan Denpasar Selatan hingga saat ini berbuntut panjang.
Bendesa Agung Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali, Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet mengaku belum bisa banyak menanggapi kasus penutupan gudang mikol oleh pecalang hingga akhirnya dibawa ke jalur hukum.
Persoalannya, Bendesa Sukahet belum mendapatkan informasi yang jelas mengenai kronologi kejadian tersebut, sehingga sulit untuk membantu mediasi. Aduan pun belum ada masuk ke Majelis Desa Adat Provinsi Bali, sehingga dia tidak ingin gegabah dalam berkomentar. “Saya belum mendapatkan informasi secara langsung, baru lihat di koran saja dan belum sepenuhnya baca. Belum jelas masalahnya apa. Mungkin sama-sama ingin bermaksud baik, karena diduga gudangnya tanpa ada izin” ujarnya saat dihubungi NusaBali, Senin (2/12).
Menurutnya, sesuai Perda Desa Adat -- termasuk Perda Desa Pakraman yang dulu -- disebutkan bahwa desa adat juga berhak untuk mengawasi pembangunan di wilayah adatnya, berlandaskan konsep Tri Hita Karana. Namun, untuk penanganan dan pengawasan yang dilakukan juga harus dilakukan secara hati-hati agar tidak terjadi benturan-benturan hukum. Bendesa Agung juga mengingatkan, pengawasan yang dilakukan hendaknya sesuai tata cara dan hukum yang berlaku serta etika yang benar. “Baik Perda Desa Adat sekarang maupun Perda Desa Pakraman yang dulu, desa adat punya kewenangan, ikut didengar, dan ikut menentukan pembangunan di desa adatnya, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan. Proses perizinan pun seharusnya juga melibatkan desa adat. Tapi penindakan yang dilakukan harus dengan cara-cara yang beretika, jangan sampai terjadi pengerusakan dan kekerasan,” katanya.
Sejauh ini, pecalang maupun Kelian Adat Banjar Sakah belum ada yang berkoordinasi dengan Majelis Desa Adat Provinsi Bali, sehingga Bendesa Agung belum mendapat laporan kronologis yang jelas, sehingga dikhawatirkan terjadi perbedaan-perbedaan penafsiran hukum. “Ini harus dijelaskan secara terang dulu permasalahannya. Belum sampai informasinya ke Majelis Desa Adat. Kalau mereka ada mengadu, ya kita akan coba mediasi. Kita akan pertayakan kronologisnya dan kirimkan delegasi untuk mendudukkan perkara itu jadi lebih terang. Setelah jelas, baru kita cari solusinya,” tandasnya. *ind
1
Komentar