Waspada! 125 Pinjol Abal-abal Merajalela
Tak terdaftar di OJK, beredar lewat website atau aplikasi
JAKARTA, NusaBali
Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi atau Satgas Waspada Investasi menemukan 125 entitas yang melakukan kegiatan fintech peer to peer lending ilegal yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Ketua Satgas, Tongam L Tobing mengungkapkan fintech lending abal-abal ini masih banyak beredar melalui website atau aplikasi dan penawaran melalui layanan pesan singkat SMS.
"Pada 7 Oktober 2019 satgas sudah menindak 133 entitas fintech peer to peer lending ilegal hingga totalnya entitas fintech peer to peer lending ilegal ini sampai November 2019 sudah 1.494," ujar Tongam dalam siaran pers, seperti dilansir detik, Selasa (3/12).
Dia mengungkapkan terus berkoordinasi dengan berbagai pihak termasuk 13 kementerian/lembaga di dalam Satgas Waspada Investasi dan sejumlah pihak terkait.
Seperti asosiasi fintech atau pinjaman online (pinjol) untuk mencegah masyarakat menjadi korban dari fintech peer to peer lending ilegal, antara lain dengan memperbanyak sosialisasi dan informasi mengenai bijak meminjam di fintech peer to peer lending dan membuka layanan pengaduan Warung Waspada Investasi.
"Kami mengajak semua anggota Satgas untuk semakin aktif bersama-sama melakukan pencegahan maraknya fintech peer to peer lending ilegal dan invetasi ilegal untuk melindungi kepentingan masyarakat," kata Tongam.
Satgas Waspada Investasi terdiri dari 13 kementerian/lembaga yaitu OJK, Bank Indonesia, Kementerian Kominfo, Kementerian Agama, Kementerian Perdagangan, Kemendagri, Kementerian Koperasi dan UMKM, Kemendikbud, Kemenristek, Kejaksaan Agung, Kepolisian RI, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Badan Koordinasi Penanaman Moda (BKPM).
Sebelumnya, Tongam menjelaskan fintech lending sudah memiliki izin OJK hanya 127 perusahaan. Menurut Tongam hal ini karena mudahnya membuat sebuah aplikasi kredit online ini.
"Kenapa masih muncul terus ini? Pada saat dihentikan muncul nama baru karena memang kemajuan teknologi informasi saat ini sangat memudahkan setiap orang untuk membuat situs aplikasi web," kata Tongam, Kamis (31/10).
Selain itu, Tongam mengungkapkan pergerakan pelaku fintech ilegal ini makin cepat dan menggunakan metode sms ke nomor handphone masyarakat. Misalnya dengan mengirimkan link unduhan melalui SMS tersebut.
"Memang merambah ke semua lapisan masyarakat," ujarnya.
Oleh karena itu, OJK saat ini juga telah menjalin kerja sama dengan Google untuk mendeteksi sejak dini pergerakan aplikasi fintech ilegal tersebut.
Tak hanya dengan Google, OJK juga menjalin kerjasama dengan Kemenkominfo serta Bareskrim Polri untuk penindakan. *
Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi atau Satgas Waspada Investasi menemukan 125 entitas yang melakukan kegiatan fintech peer to peer lending ilegal yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Ketua Satgas, Tongam L Tobing mengungkapkan fintech lending abal-abal ini masih banyak beredar melalui website atau aplikasi dan penawaran melalui layanan pesan singkat SMS.
"Pada 7 Oktober 2019 satgas sudah menindak 133 entitas fintech peer to peer lending ilegal hingga totalnya entitas fintech peer to peer lending ilegal ini sampai November 2019 sudah 1.494," ujar Tongam dalam siaran pers, seperti dilansir detik, Selasa (3/12).
Dia mengungkapkan terus berkoordinasi dengan berbagai pihak termasuk 13 kementerian/lembaga di dalam Satgas Waspada Investasi dan sejumlah pihak terkait.
Seperti asosiasi fintech atau pinjaman online (pinjol) untuk mencegah masyarakat menjadi korban dari fintech peer to peer lending ilegal, antara lain dengan memperbanyak sosialisasi dan informasi mengenai bijak meminjam di fintech peer to peer lending dan membuka layanan pengaduan Warung Waspada Investasi.
"Kami mengajak semua anggota Satgas untuk semakin aktif bersama-sama melakukan pencegahan maraknya fintech peer to peer lending ilegal dan invetasi ilegal untuk melindungi kepentingan masyarakat," kata Tongam.
Satgas Waspada Investasi terdiri dari 13 kementerian/lembaga yaitu OJK, Bank Indonesia, Kementerian Kominfo, Kementerian Agama, Kementerian Perdagangan, Kemendagri, Kementerian Koperasi dan UMKM, Kemendikbud, Kemenristek, Kejaksaan Agung, Kepolisian RI, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Badan Koordinasi Penanaman Moda (BKPM).
Sebelumnya, Tongam menjelaskan fintech lending sudah memiliki izin OJK hanya 127 perusahaan. Menurut Tongam hal ini karena mudahnya membuat sebuah aplikasi kredit online ini.
"Kenapa masih muncul terus ini? Pada saat dihentikan muncul nama baru karena memang kemajuan teknologi informasi saat ini sangat memudahkan setiap orang untuk membuat situs aplikasi web," kata Tongam, Kamis (31/10).
Selain itu, Tongam mengungkapkan pergerakan pelaku fintech ilegal ini makin cepat dan menggunakan metode sms ke nomor handphone masyarakat. Misalnya dengan mengirimkan link unduhan melalui SMS tersebut.
"Memang merambah ke semua lapisan masyarakat," ujarnya.
Oleh karena itu, OJK saat ini juga telah menjalin kerja sama dengan Google untuk mendeteksi sejak dini pergerakan aplikasi fintech ilegal tersebut.
Tak hanya dengan Google, OJK juga menjalin kerjasama dengan Kemenkominfo serta Bareskrim Polri untuk penindakan. *
Komentar