SMAN 1 Blahbatuh Gelar Lomba Gebogan dan Ngelawar
Sambut Piodalan Sang Hyang Aji Saraswati
Menyambut Piodalan Sang Hyang Aji Saraswati sebagai momentum turunnya ilmu pengetahuan, sejumlah sekolah mulai jenjang SD, SMP, dan SMA/SMK di Gianyar menggelar aneka lomba.
GIANYAR, NusaBali
Seperti tampak di SMAN 1 Blahbatuh, Jumat (6/12), para pelajar mengenakan pakaian adat ringan antusias mengikuti Lomba Merangkai Gebogan, Ngelawar, Membuat Canang Sari, Kwangen, dan Lamak Cenigan.
Kepala SMAN 1 Blahbatuh I Ketut Sulatra mengatakan lomba jelang hari suci Saraswati ini rutin digelar setiap 210 hari sekali. Tujuannya untuk menggugah para generasi muda agar makin memahami praktik membuat upakara sehari-hari. Terlebih di zaman globalisasi saat ini semangat gotong royong membuat sarana upakara penting untuk dipertahankan. "Agar tradisi budaya Bali tetap ajeg, kalau bukan kita siapa lagi. Anak-anak kami lihat sangat antusias," ujarnya.
Semangat gotong royong ada pada setiap lomba. Sebut saja membuat gebogan bagi para siswi dan Lomba Ngelawar untuk para siswa. Selama durasi lomba, mereka saling bekerja sama. Ada yang nues (mengukir) busung atau janur, ada yang nyait. Begitu pula saat ngelawar, para siswa berbagi peran.
Setelah dinilai oleh tim juri, lawar hasil olahan para siswa sebagian akan dipersembahkan saat Saraswati dan sebagian dinikmati oleh seluruh siswa dengan makan bersama. Begitu pula gebogan, setelah dinilai keesokan harinya dipersembahkan di Padmasana. "Intinya adalah kebersamaan mulai dari persiapan, persembahyangan sampai saat ngelungsur besok," jelasnya.
Selanjutnya saat persembahyangan Saraswati, Saniscara Umanis Watugunung, Sabtu (7/12) ini, seluruh siswa dilibatkan. "Akan ada tari-tarian Rejang Sari, Rejang Renteng, Topeng, Baris Gede, dan Pesantian. Semuanya dilakoni oleh siswa kami. Termasuk penabuh gong dari kalangan siswa," jelasnya. Diharapkan, praktek singkat yang didapatkan di sekolah bisa berguna bagi anak didiknya di masyarakat.*nvi
Kepala SMAN 1 Blahbatuh I Ketut Sulatra mengatakan lomba jelang hari suci Saraswati ini rutin digelar setiap 210 hari sekali. Tujuannya untuk menggugah para generasi muda agar makin memahami praktik membuat upakara sehari-hari. Terlebih di zaman globalisasi saat ini semangat gotong royong membuat sarana upakara penting untuk dipertahankan. "Agar tradisi budaya Bali tetap ajeg, kalau bukan kita siapa lagi. Anak-anak kami lihat sangat antusias," ujarnya.
Semangat gotong royong ada pada setiap lomba. Sebut saja membuat gebogan bagi para siswi dan Lomba Ngelawar untuk para siswa. Selama durasi lomba, mereka saling bekerja sama. Ada yang nues (mengukir) busung atau janur, ada yang nyait. Begitu pula saat ngelawar, para siswa berbagi peran.
Setelah dinilai oleh tim juri, lawar hasil olahan para siswa sebagian akan dipersembahkan saat Saraswati dan sebagian dinikmati oleh seluruh siswa dengan makan bersama. Begitu pula gebogan, setelah dinilai keesokan harinya dipersembahkan di Padmasana. "Intinya adalah kebersamaan mulai dari persiapan, persembahyangan sampai saat ngelungsur besok," jelasnya.
Selanjutnya saat persembahyangan Saraswati, Saniscara Umanis Watugunung, Sabtu (7/12) ini, seluruh siswa dilibatkan. "Akan ada tari-tarian Rejang Sari, Rejang Renteng, Topeng, Baris Gede, dan Pesantian. Semuanya dilakoni oleh siswa kami. Termasuk penabuh gong dari kalangan siswa," jelasnya. Diharapkan, praktek singkat yang didapatkan di sekolah bisa berguna bagi anak didiknya di masyarakat.*nvi
1
Komentar