Tapak Dara, Tidak Saling Bersilang
SIMBOL ‘tapak dara’ memiliki banyak makna. Tanda tambah (+) juga memeroleh berbagai sebutan. Di Bali disebut ‘tampak dara’ atau ‘tatorek’; sedangkan di India disebut ‘satiya’. Dalam mata pelajaran matematika disimbolkan dengan notasi + (plus).
Salah satu makna pentingnya adalah ketenangan, keselamatan, dan kesehatan. Ketiga kata kunci itu bermakna harmoni berdimensi sekala-niskala, asih-bakti, rwabhinneda atau dualitas kehidupan serasi, selaras dan seimbang, yang menafikan silang pikiran, perkataan, maupun tindakan. Kalau harmoni dapat digagas, mengapa harus bersilang?
Di Bali, seusai membangun sebuah rumah (a home) dilakukan upacara pamlaspas, sebuah ritual simbolik untuk menjamin ketenangan, keselamatan, dan kebahagian. Itulah barangkali orang Inggris menyebutnya ‘a home’ bukan ‘a house’, bukan sekadar tempat tinggal, tetapi untuk mereguk kehidupan damai dan sentosa. Secara simbolik, goresan tapak dara dilakukan pada setiap tiang penyangga rumah dengan ‘pamor’ atau kapur sirih, yang diyakini sebagai medium penjamin keharmonisan hidup bagi penghuninya kelak.
Tanda tapak dara juga digunakan sebagai sarana menangkal bahaya. Pada telapak kaki bayi, tapak dara digoreskan untuk menjamin ketenangan; demikian juga pada susu si ibu yang menyusui, tapak dara digoreskan untuk menjaga keselamatan ibu dan anak. Kearifan lokal ini ternyata digunakan sebagai pengobatan tradisional Hindu yang termaktub dalam Ayur Veda. Tanda serupa didapati pada ‘kekeb’ atau penutup di saat masak nasi. Tujuannya adalah menolak hal negatif, sehingga nasi ditanak dengan lancar. Demikian pula, tapak dara terlihat pada ‘kulkul’ atau kentongan, ‘tetimpug’ atau alat kelengkapan upacara ‘mecaru’. Alat bunyi-bunyian ini penting dijaga agar upacara berjalan lancar, tanpa gangguan. Yang mengejutkan adalah tapak dara digunakan oleh Palang Merah? Apakah roh pertolongan pertama pada kecelakaan dapat terwujud secara sekala dan niskala?
Tapak dara juga perlambang jalannya matahari. Menurut Hindu pada masa silam, matahari dianggap ‘dewa’ tertinggi, yang menerangi bumi di siang hari. Menurut keyakinan Hindu, garis vertikal melambangkan sujud bakti kepada Sang Causa Prima, Ida Hyang Widhi Wasa; garis horizontal merupakan simbol kasih sayang kepada sesama dan lingkungan. Bakti dan kasih sayang berinteraksi secara ekspresif dan interaktif untuk mendatangkan harmoni kehidupan. Dualitas kehidupan, misalnya siang dan malam, laki dan perempuan, baik dan buruk, makro kosmos dan mikro kosmos, apabila diselaraskan akan membentuk kekuatan dasar dan kesejahteraan bagi manusia dan alam sekitar. Bentuk simbol memang sederhana, namun di balik kesederhanaan tersembunyi nilai universal, yaitu harmoni kehidupan.
Harmoni berhakikat harmonia atau terikat secara serasi. Untuk menghasilkan keharmonisan, berbagai faktor harus bersinergi dalam satu kesatuan. Misalnya, badan dan jiwa manusia harus selaras, agar terbentuk kepribadian yang utuh (full bloom personality). Pada bidang musik, harmoni tidak lagi menekankan pada urutan bunyi dan nada yang serasi, tetapi keserasian nada secara bersamaan. Singkatnya, harmoni adalah ketertiban alam atau hukum alam semesta. Dalam daksina terdapat juga tanda tersebut. Umumnya, tapak dara berada di dasar bedog, terbuat dari dua potongan janur yang dijahit, sehinga membentuk tanda tambah. Tapak dara adalah lambang keseimbangan, baik makro-kosmos maupun mikro-kosmos. Selanjutnya, dalam pengobatan tradisional, tapak dara sering digoreskan oleh dukun pada bagian tubuh yang dirasakan sakit. Tanda ini mengandung makna keselamatan atau proteksi dari mara bahaya. Semoga, tanda tapak dara ini menjadi maskot bagi keselamatan umat Hindu. 7
Komentar