Tanamkan Semboyan 'IJO GADING', Pantang Hukum Siswa
Ni Made Sudastri SPd MPd, Kepala Sekolah Inspiratif dari SDN 1 Baler Bale Agung, Jembrana
Berkat sentuhan Made Sudastri, SDN 1 Baler Bale Agung terima penghargaan Sekolah Ramah Anak (SRA) Tingkat Nasional Tahun 2019, selain juga predikat ‘The Best Choice Elementary School in Quality Education Program of The Year 2019’
NEGARA, NusaBali
Kepala Sekolah (Kasek) SDN 1 Baler Bale Agung (BB Agung), Kecamatan Negara, Jembrana, Ni Made Sudastri SPd MPd, 47, termasuk salah satu tokoh inspiratif di Gumi Makepung. Degan berbagai terobosan dan inovasinya, Made Sudastri sukses mengan-tarkan SDN 1 Baler Bale (BB) Agung sebagai penerima penghargaan Sekolah Ramah Anak (SRA) Tingkat Nasional Tahun 2019. Dalam memimpin SDN 1 BB Agung, Made Sudastri tanamkan semboyan ‘IJO GADING’ dan pantang menghukum siswa.
Penghargaan SRA Tingkat Nasional Tahun 2019 untuk SDN 1 BB Agung pimpinan Made Sudastri tersebut diterima dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindung Anak (P3A) 2014-2019, Yohana Susana Yembise. Selain penghargaan tersebut, SDN 1 BB Agung juga sabet predikat ‘The Best Choice Elementary School in Quality Education Program of The Year 2019’ (sekolah pilihan dengan program pendidikan berkualitas terbaik tahun 2019) dari lembaga Indonesia Development Achievement Foundation (IDAF).
Menurut Made Sudastri, penghargaan SRA Tingkat Nasional Tahun 2019 yang diraih SDN 1 BB Agung tergolong bergengsi. Penghargaan ini dianugerahkan di Makassar, Sulawesi Selatan, 23 Juli 2019 lalu. Kala itu, hanya 6 SD/MI se-Indonesia yang menerima penghargaan tersebut, termasuk 2 sekolah dari Bali yakni SDN 1 Baler Bale Agung dan SDN 26 Pemecutan (Denpasar Barat).
“Sebenarnya, saya iseng-iseng ikut pendaftaran SRA. Waktu pendaftaran SRA itu diajukan tahun 2018. Setelah pendaftaran, ada seleksi adminitrasi, ternyata SDN 1 BB masuk nominasi. Kemudian, kami diverifikasi oleh tim dari pusat. Kami bersyukur, SDN 1 BB Agung terpilih sebagai penerima penghargaan SRA Tingkat Nasional Tahun 2019,” kenang Made Sudastri saat ditemui NusaBali di SDN 1 BB Agung, Senin (30/11) lalu.
Sudastri mengaku, dalam meraih penghargaan SRA Tingkat Nasional, yang terpenting adalah komitmen bersama. Salah satu langkah utamanya adalah menyamakan mindset (pola pikir) bersama para guru, untuk menciptakan suana yang nyaman bagi siswa. Maka, ditanamkanlah semboyan ‘IJO GADING’, yang merupakan singkatan dari Inovatif, Jujur, Optimis, Genius, Aktif, Disiplin, Integritas, Nasionalis, dan Gotong-royong.
“Semboyan IJO GADING ini kami pilih, karena kebetulan sekolah kami juga berada di dekat Sungai Ijo Gading. Semboyan ini kami sepakati bersama para guru dan diketoktularkan kepada para siswa,” jelas jebolan S2 Pendidikan Dasar (Pendas) Un-diksha Sngaraja tahun 2014 yang juga menjabat Sekretaris Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) SD Kabupaten Jembrana dan sekaligus Berndahara PGRI Kabupaten Jembrana ini.
Sudastri tidak membutuhkan waktu lama untuk melakukan pendakatan dengan para guru. Pasalnya, sebelum dipercaya sebagai Kasek SDN 1 BB Agung tahun 2016 silam, dia juga pernah selama 7 tahun menjadi guru di SDN 1 BB Agung (2006-2013). Kemudian, Sudastri dialihkan menjadi Kasek SDN 3 Kaliakah (Kecamatan Negara) 2013-2016, sebelum kemudian pulang kandang sebagai Kasek SDN 1 BB Agung.
“Setelah sepakat bersama para guru, kami lanjutkan komunikasi dengan komite (orang tua/wali siswa). Kebetulan, para komite di sini juga sangat menyambut baik rencana untuk membangun SRA. Bagaimana membuat anak senang, guru tenang, dan orangtua bahagia,” beber Sudastri.
Salah satu hal yang kini menjadi kebiasan para guru di SDN 1 BB Agung adalah menerapkan senyum, salam, dan sapa (3S) kepada para siswa. Itu dilakukan tidak hanya ketika mengajar di dalam kelas. Setiap pagi, para guru di sekolah dijawalkan secara bergilir menyambut siswa dengan 3S di depan gerbang, dengan tujuan mendekatkan diri kepada para siswa.
Di samping itu, dalam tata tertib sekolah pun Sudastri memastikan tidak ada hukuman kepada siswa. Tetapi, ketika ada siswa nakal, yang diberikan adalah pembinaan. Dalam hal ini, pembinan terlibih dulu dilakukan oleh guru wali kelas. Jika tidak membuahkan hasil, barulah ditangani langsung oleh Kasek SDN 1 BB Agung.
“Untuk membina siswa, juga ada caranya. Tidak boleh guru memberitahukan siswa dengan posisi berdiri, melainkan kita harus jongkok, sejajarkan diri dengan siswa, baru diajak bicara. Nada dan cara bicara juga harus diperhatikan. Selama ini, kami terapkan cara membina dengan pendekatan bimbingan dan terbukti sangat efektif,” jelas Sudastri.
“Sebelum mengajarkan jurus ini ke para guru, memang dulu saya waktu jadi guru menerapkan pendekatan bimbingan, termasuk di rumah. Tidak perlu harus menghukum dengan cara-cara seperti membersihkan toilet, apalagi sampai kontak fisik yang malah membuat anak semakin tertekan,” papar guru kelahiran Karakter Kuat Melahirkan Badung, 4 Maret 1972, yang memiliki motto ‘Karakter Kuat Melahirkan Orang yang Hebat’ ini.
Sebagai upaya menumbuhkan kedisiplinan tanpa harus memberikan hukuman kepada siswa, kata Sudastri, juga ada kesepatan dengan para siswa ataupun wali murid untuk menyedikan ‘kursi panas’ di masing-masing kelas. ‘Kursi panas’ itu merupakan kursi dengan meja biasa yang diisi tulisan ‘hot chair’ dan ditempatkan di deretan paling belakang, khuuss untuk para siswa yang melakukan pelanggaran disiplin.
“Pelanggaran dimaksudm seperti tidak mengerjakan PR. Nah, mereka itu akan duduk di ‘hot chair’. Tetapi, biasanya tidak perlu sampai diarahkan. Karena sudah kesepakatan bersama, kalau ada yang merasa tidak mengerjakan PR, biasanya anak itu sendiri langsung sadar dan duduk di ‘hot chair’. Cuma disuruh duduk di sana saja, mereka tetap mengikuti pembelajaran seperti siswa lainnya,” tandas ibu dua anak dari pernikahannya dengan Kade Suasnawa, 49, Staf Bagian Perlengkapan Setda Kabupaten Jembrana ini.
Dalam melaksankan pembelajaran di sekolahnya, Sudastri juga memiliki sebuah program bernama ‘Malimagelis’, yakni membaca 15 menit membangun literasi sekolah. Dalam program Malimagelis ini, sebelum masuk kelas pukul 07.00 Wita, para siswa yang biasa sudah datang sekitar pukul 06.30 Wita lebih dulu diajak membaca buku. Para siswa dibebaskan mencari tempat di lingkungan sekolah saat membaca buku.
Makanya, para siswa yang sudah terbiasa melaksankan Malimagelis, sering berkumpul di depan ruang kelas ataupun tangga dekat ruang kelas. “Kalau jam setengah tujuh sudah di sekolah, dan anak-anak yang dapat piket sudah selesai bersih-bersih kelas, kami ajak membaca buku 15 menit. Buku-bukunya, bisa buku pelajaran yang dibawa siswa atau buku-buku yang tersedia di sekolah,” sebut Sudastri.
Sementara itu, situasi di luar ruang kelas SDN 1 BB Agung juga dibuat cukup menarik, dengan adanya sejumlah lukisan bertamakan anak-anak dan taman, yang ditata sedemikian rupa. Yang tidak kalah menarik, sejumlah tangga untuk menuju Lantai II---tempat ruang Kelas III---juga sengaja diisi stiker gambar perkalian, sehingga para siswa bisa menghafal perkalian.
“Biasanya, kami isi dengan perkalian 7 ke atas. Sebab karena kalau sudah masuk Kelas III, itu kan mereka akan diajarkan perkalian 7 ke atas. Kalau sudah bisa perkalian 7, akan kami ganti dengan perkalian angka di atasnya lagi,” ungkap Sudastra, yang semasa remaja sempat mendapat kesempatan mengikuti program pertukaran pelajar ke Jepang .
Khusus di masing-masing ruang kelas SDN 1 BB Agung, juga tersedia sebuah areal bernama Pojok Baca. Selain dimanfaatkan ketika melaksankan Malimagelis, keberadaan Pojok Baca yang ditata sedimekian rupa dengan berisi sejumlah buku pelajaran ini juga kerap dimanfaatkan para guru untuk memberikan pembalajaran, sehingga siswa tidak hanya selalu mengikuti pembalajaran dengan cara konvensional.
Selain program Malimagelis, ketika siswa akan masuk ruang kelas pagi hari, juga ada istilah ‘sarapan pagi’, yakni berupa soal-soal pelajaran yang sebelumnya dibuat oleh para siswa sendiri, dan diambil secara acak untuk kemudian dibaca maupun dijawab sendiri oleh para siswa. Ketika siswa yang mendapat soal temanya tidak dapat menjawab pertanyaan, maka temannyalah yang membuat soal. *ode
Penghargaan SRA Tingkat Nasional Tahun 2019 untuk SDN 1 BB Agung pimpinan Made Sudastri tersebut diterima dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindung Anak (P3A) 2014-2019, Yohana Susana Yembise. Selain penghargaan tersebut, SDN 1 BB Agung juga sabet predikat ‘The Best Choice Elementary School in Quality Education Program of The Year 2019’ (sekolah pilihan dengan program pendidikan berkualitas terbaik tahun 2019) dari lembaga Indonesia Development Achievement Foundation (IDAF).
Menurut Made Sudastri, penghargaan SRA Tingkat Nasional Tahun 2019 yang diraih SDN 1 BB Agung tergolong bergengsi. Penghargaan ini dianugerahkan di Makassar, Sulawesi Selatan, 23 Juli 2019 lalu. Kala itu, hanya 6 SD/MI se-Indonesia yang menerima penghargaan tersebut, termasuk 2 sekolah dari Bali yakni SDN 1 Baler Bale Agung dan SDN 26 Pemecutan (Denpasar Barat).
“Sebenarnya, saya iseng-iseng ikut pendaftaran SRA. Waktu pendaftaran SRA itu diajukan tahun 2018. Setelah pendaftaran, ada seleksi adminitrasi, ternyata SDN 1 BB masuk nominasi. Kemudian, kami diverifikasi oleh tim dari pusat. Kami bersyukur, SDN 1 BB Agung terpilih sebagai penerima penghargaan SRA Tingkat Nasional Tahun 2019,” kenang Made Sudastri saat ditemui NusaBali di SDN 1 BB Agung, Senin (30/11) lalu.
Sudastri mengaku, dalam meraih penghargaan SRA Tingkat Nasional, yang terpenting adalah komitmen bersama. Salah satu langkah utamanya adalah menyamakan mindset (pola pikir) bersama para guru, untuk menciptakan suana yang nyaman bagi siswa. Maka, ditanamkanlah semboyan ‘IJO GADING’, yang merupakan singkatan dari Inovatif, Jujur, Optimis, Genius, Aktif, Disiplin, Integritas, Nasionalis, dan Gotong-royong.
“Semboyan IJO GADING ini kami pilih, karena kebetulan sekolah kami juga berada di dekat Sungai Ijo Gading. Semboyan ini kami sepakati bersama para guru dan diketoktularkan kepada para siswa,” jelas jebolan S2 Pendidikan Dasar (Pendas) Un-diksha Sngaraja tahun 2014 yang juga menjabat Sekretaris Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) SD Kabupaten Jembrana dan sekaligus Berndahara PGRI Kabupaten Jembrana ini.
Sudastri tidak membutuhkan waktu lama untuk melakukan pendakatan dengan para guru. Pasalnya, sebelum dipercaya sebagai Kasek SDN 1 BB Agung tahun 2016 silam, dia juga pernah selama 7 tahun menjadi guru di SDN 1 BB Agung (2006-2013). Kemudian, Sudastri dialihkan menjadi Kasek SDN 3 Kaliakah (Kecamatan Negara) 2013-2016, sebelum kemudian pulang kandang sebagai Kasek SDN 1 BB Agung.
“Setelah sepakat bersama para guru, kami lanjutkan komunikasi dengan komite (orang tua/wali siswa). Kebetulan, para komite di sini juga sangat menyambut baik rencana untuk membangun SRA. Bagaimana membuat anak senang, guru tenang, dan orangtua bahagia,” beber Sudastri.
Salah satu hal yang kini menjadi kebiasan para guru di SDN 1 BB Agung adalah menerapkan senyum, salam, dan sapa (3S) kepada para siswa. Itu dilakukan tidak hanya ketika mengajar di dalam kelas. Setiap pagi, para guru di sekolah dijawalkan secara bergilir menyambut siswa dengan 3S di depan gerbang, dengan tujuan mendekatkan diri kepada para siswa.
Di samping itu, dalam tata tertib sekolah pun Sudastri memastikan tidak ada hukuman kepada siswa. Tetapi, ketika ada siswa nakal, yang diberikan adalah pembinaan. Dalam hal ini, pembinan terlibih dulu dilakukan oleh guru wali kelas. Jika tidak membuahkan hasil, barulah ditangani langsung oleh Kasek SDN 1 BB Agung.
“Untuk membina siswa, juga ada caranya. Tidak boleh guru memberitahukan siswa dengan posisi berdiri, melainkan kita harus jongkok, sejajarkan diri dengan siswa, baru diajak bicara. Nada dan cara bicara juga harus diperhatikan. Selama ini, kami terapkan cara membina dengan pendekatan bimbingan dan terbukti sangat efektif,” jelas Sudastri.
“Sebelum mengajarkan jurus ini ke para guru, memang dulu saya waktu jadi guru menerapkan pendekatan bimbingan, termasuk di rumah. Tidak perlu harus menghukum dengan cara-cara seperti membersihkan toilet, apalagi sampai kontak fisik yang malah membuat anak semakin tertekan,” papar guru kelahiran Karakter Kuat Melahirkan Badung, 4 Maret 1972, yang memiliki motto ‘Karakter Kuat Melahirkan Orang yang Hebat’ ini.
Sebagai upaya menumbuhkan kedisiplinan tanpa harus memberikan hukuman kepada siswa, kata Sudastri, juga ada kesepatan dengan para siswa ataupun wali murid untuk menyedikan ‘kursi panas’ di masing-masing kelas. ‘Kursi panas’ itu merupakan kursi dengan meja biasa yang diisi tulisan ‘hot chair’ dan ditempatkan di deretan paling belakang, khuuss untuk para siswa yang melakukan pelanggaran disiplin.
“Pelanggaran dimaksudm seperti tidak mengerjakan PR. Nah, mereka itu akan duduk di ‘hot chair’. Tetapi, biasanya tidak perlu sampai diarahkan. Karena sudah kesepakatan bersama, kalau ada yang merasa tidak mengerjakan PR, biasanya anak itu sendiri langsung sadar dan duduk di ‘hot chair’. Cuma disuruh duduk di sana saja, mereka tetap mengikuti pembelajaran seperti siswa lainnya,” tandas ibu dua anak dari pernikahannya dengan Kade Suasnawa, 49, Staf Bagian Perlengkapan Setda Kabupaten Jembrana ini.
Dalam melaksankan pembelajaran di sekolahnya, Sudastri juga memiliki sebuah program bernama ‘Malimagelis’, yakni membaca 15 menit membangun literasi sekolah. Dalam program Malimagelis ini, sebelum masuk kelas pukul 07.00 Wita, para siswa yang biasa sudah datang sekitar pukul 06.30 Wita lebih dulu diajak membaca buku. Para siswa dibebaskan mencari tempat di lingkungan sekolah saat membaca buku.
Makanya, para siswa yang sudah terbiasa melaksankan Malimagelis, sering berkumpul di depan ruang kelas ataupun tangga dekat ruang kelas. “Kalau jam setengah tujuh sudah di sekolah, dan anak-anak yang dapat piket sudah selesai bersih-bersih kelas, kami ajak membaca buku 15 menit. Buku-bukunya, bisa buku pelajaran yang dibawa siswa atau buku-buku yang tersedia di sekolah,” sebut Sudastri.
Sementara itu, situasi di luar ruang kelas SDN 1 BB Agung juga dibuat cukup menarik, dengan adanya sejumlah lukisan bertamakan anak-anak dan taman, yang ditata sedemikian rupa. Yang tidak kalah menarik, sejumlah tangga untuk menuju Lantai II---tempat ruang Kelas III---juga sengaja diisi stiker gambar perkalian, sehingga para siswa bisa menghafal perkalian.
“Biasanya, kami isi dengan perkalian 7 ke atas. Sebab karena kalau sudah masuk Kelas III, itu kan mereka akan diajarkan perkalian 7 ke atas. Kalau sudah bisa perkalian 7, akan kami ganti dengan perkalian angka di atasnya lagi,” ungkap Sudastra, yang semasa remaja sempat mendapat kesempatan mengikuti program pertukaran pelajar ke Jepang .
Khusus di masing-masing ruang kelas SDN 1 BB Agung, juga tersedia sebuah areal bernama Pojok Baca. Selain dimanfaatkan ketika melaksankan Malimagelis, keberadaan Pojok Baca yang ditata sedimekian rupa dengan berisi sejumlah buku pelajaran ini juga kerap dimanfaatkan para guru untuk memberikan pembalajaran, sehingga siswa tidak hanya selalu mengikuti pembalajaran dengan cara konvensional.
Selain program Malimagelis, ketika siswa akan masuk ruang kelas pagi hari, juga ada istilah ‘sarapan pagi’, yakni berupa soal-soal pelajaran yang sebelumnya dibuat oleh para siswa sendiri, dan diambil secara acak untuk kemudian dibaca maupun dijawab sendiri oleh para siswa. Ketika siswa yang mendapat soal temanya tidak dapat menjawab pertanyaan, maka temannyalah yang membuat soal. *ode
Komentar