'Teror' Penguasa dengan 'Pistol' dan Kondom
Pematung Putrayasa Tampilkan Karya Berjudul 'Untouchable'
Pematung Ketut Putrayasa asal Banjar Tandeg, Desa Tibubeneng, Kuta Utara, menampilkan karya seni instalasi berjudul ‘Untouchable’ (tak tersentuh) dalam pameran bersama puluhan Perupa Mangupura di Bentara Budaya Bali.
DENPASAR, NusaBali
Pameran yang mengangkat tema Suistainability Spirit of Art in Bali ini berlangsung sejak 30 November hingga 11 Desember 2019.
Dalam karyanya, Putrayasa mengajak audiens untuk bernalar dalam membaca sebuah persoalan kekuasaan dalam warna oligarki yang bermanifestasi menjadi sebuah rezim dalam setiap zamannya. Pertanyaannya siapakah penguasa itu? Apakah mereka yang membuat kebijakan atau mereka yang melegalkan setiap persoalan. Putrayasa menjelaskan, karya ini menghadirkan ikonik seperti helm di atasnya terdapat sebuah pistol dan dibungkus kondom atau alat kontrasepsi. Dijelaskan, karya ini awalnya dibuat saat konstelasi politik yang curat marut di Indonesia. "Saya hadirkan ikonik, helm yang identik dengan kekuasaan, sedangkan ada ‘pistol’ mencerminkan sebuah makna yang mana di dalam menjalankan regulasi seharusnya dijalankan dengan lurus, tegas dan bertanggung jawab,” jelasnya. “Sedangkan kondom cerminan atau representasi dari protektor dan permainan, yakni kekuasaan dalam membuat regulasi, tetapi regulasi itu hanya berlaku di kalangan bawah dan hanya melindungi para ‘kaum elit,” imbuhnya.
Menurutnya, saat ini yang namanya regulasi cenderung hanya menyasar kalangan bawah atau grassroot, sedangkan para elit justru tak tersentuh. Seperti kasus belakangan yang lagi hangat menimpa Badan Usaha Milik Negara, dimana sejatinya, para elit yang membuat aturan, justru dia sendiri yang melanggar. Putrayasa juga menyadari perpindahan kekuasaan dari sistem feodal ke negara demokrasi membutuhkan jeda waktu atau sebuah proses yang cukup panjang .
Dalam karya yang dipamerkan, Ketut Putrayasa menyajikan idiom dalam media helm, ‘pistol’ dan kondom stand dengan tinggi karya 140 cm . Bahan karya dari beludru mix media. Dengan karya bergender maskulin sebagai representasi dari patriaki.
Dalam pameran ini, Putrayasa menampilkan 4 karya yang didisplay berjejer berdampingan dengan puluhan karya seniman Badung lainnya. *isu
Dalam karyanya, Putrayasa mengajak audiens untuk bernalar dalam membaca sebuah persoalan kekuasaan dalam warna oligarki yang bermanifestasi menjadi sebuah rezim dalam setiap zamannya. Pertanyaannya siapakah penguasa itu? Apakah mereka yang membuat kebijakan atau mereka yang melegalkan setiap persoalan. Putrayasa menjelaskan, karya ini menghadirkan ikonik seperti helm di atasnya terdapat sebuah pistol dan dibungkus kondom atau alat kontrasepsi. Dijelaskan, karya ini awalnya dibuat saat konstelasi politik yang curat marut di Indonesia. "Saya hadirkan ikonik, helm yang identik dengan kekuasaan, sedangkan ada ‘pistol’ mencerminkan sebuah makna yang mana di dalam menjalankan regulasi seharusnya dijalankan dengan lurus, tegas dan bertanggung jawab,” jelasnya. “Sedangkan kondom cerminan atau representasi dari protektor dan permainan, yakni kekuasaan dalam membuat regulasi, tetapi regulasi itu hanya berlaku di kalangan bawah dan hanya melindungi para ‘kaum elit,” imbuhnya.
Menurutnya, saat ini yang namanya regulasi cenderung hanya menyasar kalangan bawah atau grassroot, sedangkan para elit justru tak tersentuh. Seperti kasus belakangan yang lagi hangat menimpa Badan Usaha Milik Negara, dimana sejatinya, para elit yang membuat aturan, justru dia sendiri yang melanggar. Putrayasa juga menyadari perpindahan kekuasaan dari sistem feodal ke negara demokrasi membutuhkan jeda waktu atau sebuah proses yang cukup panjang .
Dalam karya yang dipamerkan, Ketut Putrayasa menyajikan idiom dalam media helm, ‘pistol’ dan kondom stand dengan tinggi karya 140 cm . Bahan karya dari beludru mix media. Dengan karya bergender maskulin sebagai representasi dari patriaki.
Dalam pameran ini, Putrayasa menampilkan 4 karya yang didisplay berjejer berdampingan dengan puluhan karya seniman Badung lainnya. *isu
1
Komentar