BUMDes Ditinjau Ulang
Kemendes Siapkan Pembentukan Holding
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar mengatakan kementeriannya akan meninjau ulang Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dengan membentuk holding dan super holding BUMDes.
JAKARTA, NusaBali
"Revitalisasi BUMDes, jadi begini ada BUMDes yang sudah dibentuk kemudian ada beberapa yang tidak produktif atau kurang produktif. Ini yang perlu direvitalisasi. Nah yang BUMDes tidak produktif dilakukan korporasi sehingga membentuk suatu holding atau super holding yang melibatkan BUMN," kata Abdul Halim di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (11/12).
Abdul Halim menyampaikan hal itu seusai mengikuti rapat terbatas (ratas) ‘Penyaluran Dana Desa Tahun 2020’ yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kantor Presiden dan diikuti Wakil Presiden Ma'ruf Amin serta para menteri Kabinet Indonesia Maju. "BUMDes kan sebenarnya holding, nah kemudian ada BUMDes bersama itu dibangun atas kerja sama antardesa. Kerja sama antardesa membangun BUMDes bersama berarti satu BUMDes menangani satu kawasan desa. Kalau ini lebih luas lagi, tidak mungkin dikelola lagi oleh tingkat SDM yang tentu ada keterbatasan, keterbatasan akses, keterbatasan permodalan, terutama sudah begitu luasnya kawasan yang tertangani maka di sinilah ada super holding kalau perlu sampai melibatkan BUMN," ungkap Halim.
Saat ini holding BUMDes baru ada antara lain di Temanggung, Jawa Tengah, Bali, dan Bangka Belitung. "Ini sudah banyak kalau BUMDes bersama, tetapi kawasannya baru bisanya 5-10 desa, 10 desa. Dari hulu misalnya padi yang produksinya hari ini hanya 3.000 ton, setelah dilakukan kerja sama antar desa dibangun BUMDes bersama pendampingan penanaman, pembibitan dan seterusnya sampai panen, sampai pada rice milling unit menghasilkan beras premium. Nah di 2022 akan menghasilkan 6.500 ton per tahun. Naik 100 persen. Dari mana? Dari pengelolaan holding," ungkap Halim.
Untuk meningkatkan produktivitas, jaringan, hingga ekspor, menurut Halim, Presiden Jokowi meminta untuk melibatkan BUMN. Namun Halim mengaku ia tidak akan menutup BUMDes yang tidak produktif. "Kita tidak bsia menutup BUMDes, yang bisa adalah memfasilitasi dan merevitalisasi dengan penambahan modal, peningkatan jaringan, pendampingan. Tergantung masalah yang dihadapi. Kalau masalah yang dihadapi misalnya pemasaran, ya butuh dana banyak untuk bangun jaringan," ungkap Halim. Hingga 2019 menurut Halim sudah ada sekitar 30 ribuan BUMDes. *ant
Abdul Halim menyampaikan hal itu seusai mengikuti rapat terbatas (ratas) ‘Penyaluran Dana Desa Tahun 2020’ yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kantor Presiden dan diikuti Wakil Presiden Ma'ruf Amin serta para menteri Kabinet Indonesia Maju. "BUMDes kan sebenarnya holding, nah kemudian ada BUMDes bersama itu dibangun atas kerja sama antardesa. Kerja sama antardesa membangun BUMDes bersama berarti satu BUMDes menangani satu kawasan desa. Kalau ini lebih luas lagi, tidak mungkin dikelola lagi oleh tingkat SDM yang tentu ada keterbatasan, keterbatasan akses, keterbatasan permodalan, terutama sudah begitu luasnya kawasan yang tertangani maka di sinilah ada super holding kalau perlu sampai melibatkan BUMN," ungkap Halim.
Saat ini holding BUMDes baru ada antara lain di Temanggung, Jawa Tengah, Bali, dan Bangka Belitung. "Ini sudah banyak kalau BUMDes bersama, tetapi kawasannya baru bisanya 5-10 desa, 10 desa. Dari hulu misalnya padi yang produksinya hari ini hanya 3.000 ton, setelah dilakukan kerja sama antar desa dibangun BUMDes bersama pendampingan penanaman, pembibitan dan seterusnya sampai panen, sampai pada rice milling unit menghasilkan beras premium. Nah di 2022 akan menghasilkan 6.500 ton per tahun. Naik 100 persen. Dari mana? Dari pengelolaan holding," ungkap Halim.
Untuk meningkatkan produktivitas, jaringan, hingga ekspor, menurut Halim, Presiden Jokowi meminta untuk melibatkan BUMN. Namun Halim mengaku ia tidak akan menutup BUMDes yang tidak produktif. "Kita tidak bsia menutup BUMDes, yang bisa adalah memfasilitasi dan merevitalisasi dengan penambahan modal, peningkatan jaringan, pendampingan. Tergantung masalah yang dihadapi. Kalau masalah yang dihadapi misalnya pemasaran, ya butuh dana banyak untuk bangun jaringan," ungkap Halim. Hingga 2019 menurut Halim sudah ada sekitar 30 ribuan BUMDes. *ant
Komentar