Rumput Laut Belum Terkelola
Kemudahan investasi industry rumput laut harus diperbaiki agar investasi usaha domestik dan internasional bisa masuk dengan baik dan jangka panjang.
JAKARTA, NusaBali
Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) mengharapkan pemerintah memperbaiki iklim investasi di industri rumput laut agar daya saing meningkat sehingga mampu menggerakkan perekonomian daerah pesisir. "Kemudahan investasi harus diperbaiki agar investasi usaha domestik dan internasional bisa masuk dengan baik dan jangka panjang. Ekonomi daerah akan terangkat dan menambah devisa," ujar Ketua Asosiasi Rumput Laut Indonesia, Safari Azis di Jakarta, Jumat (13/12).
Ia mengatakan Indonesia merupakan salah satu produsen rumput laut terbesar dengan lebih dari 500 jenis yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam produk. "Secara kuantitatif kita terbesar, namun kualitatif perlu dibenahi. Spesies rumput laut tropis di Indonesia paling banyak, sekitar 500-an jenis. Itu semua dapat dibudidayakan untuk masyarakat pesisir dan pulau-pulau. Namun, baru beberapa yang komersil seperti caulerpa, gracillaria, dan euchema," katanya.
Tiga jenis rumput laut itu bisa dibudidayakan oleh masyarakat pesisir dan kepulauan. Keunggulan yang dimiliki dari tiga jenis ini bisa jadi satu komoditas ekspor. Bila ini terus dijaga, akan banyak menghasilkan keuntungan. Misalnya meningkatkan pendapatan daerah dan devisa negara. Akan lebih menguntungkan bila dibuat pabrik pengolahan rumput laut. Nilai jual ekspornya pun akan lebih tinggi 10 kali lipat.
Hanya saja, saat ini celah ini masih belum jadi fokus utama. Misi pemerintah masih pada pengentasan kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan rakyat dan menambah devisa. Sementara iklim investasi di bidang ini masih kecil. Para investor lebih memilih Vietnam ketimbang Indonesia. "Faktor daya saing iklim investasi secara umum, orang lebih pilih ke Vietnam," ujar Safari.
Dengan kemudahan investasi, menurut Safari Azis, dapat menarik investor untuk mengembangkan produk rumput laut menjadi lebih beragam yang akhirnya meningkatkan daya saing internasional. Namun sayangnya, saat ini investor cenderung memilih Vietnam sebagai negara tujuan investasi yang dinilai memberikan kemudahan. "Ke depan investasi diharapkan lebih ramah sehingga dapat dibangun pabrik dengan teknologi tinggi, kembangkan juga SDM, produktvitas tenaga kerja kita juga masih di bawah Vietnam," ucapnya.
Ia menambahkan pemerintah harus segera memperbaiki tata ruang aturan yang jelas agar tidak tumpang tindih anyar Kementerian. "Rumput laut ini tumbuhan di laut. Berdasarkan undang-undang di bawah KKP, namun karena rumput laut tumbuhan ada juga peraturan dari kementerian pertanian," ucapnya. *ant
Ia mengatakan Indonesia merupakan salah satu produsen rumput laut terbesar dengan lebih dari 500 jenis yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam produk. "Secara kuantitatif kita terbesar, namun kualitatif perlu dibenahi. Spesies rumput laut tropis di Indonesia paling banyak, sekitar 500-an jenis. Itu semua dapat dibudidayakan untuk masyarakat pesisir dan pulau-pulau. Namun, baru beberapa yang komersil seperti caulerpa, gracillaria, dan euchema," katanya.
Tiga jenis rumput laut itu bisa dibudidayakan oleh masyarakat pesisir dan kepulauan. Keunggulan yang dimiliki dari tiga jenis ini bisa jadi satu komoditas ekspor. Bila ini terus dijaga, akan banyak menghasilkan keuntungan. Misalnya meningkatkan pendapatan daerah dan devisa negara. Akan lebih menguntungkan bila dibuat pabrik pengolahan rumput laut. Nilai jual ekspornya pun akan lebih tinggi 10 kali lipat.
Hanya saja, saat ini celah ini masih belum jadi fokus utama. Misi pemerintah masih pada pengentasan kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan rakyat dan menambah devisa. Sementara iklim investasi di bidang ini masih kecil. Para investor lebih memilih Vietnam ketimbang Indonesia. "Faktor daya saing iklim investasi secara umum, orang lebih pilih ke Vietnam," ujar Safari.
Dengan kemudahan investasi, menurut Safari Azis, dapat menarik investor untuk mengembangkan produk rumput laut menjadi lebih beragam yang akhirnya meningkatkan daya saing internasional. Namun sayangnya, saat ini investor cenderung memilih Vietnam sebagai negara tujuan investasi yang dinilai memberikan kemudahan. "Ke depan investasi diharapkan lebih ramah sehingga dapat dibangun pabrik dengan teknologi tinggi, kembangkan juga SDM, produktvitas tenaga kerja kita juga masih di bawah Vietnam," ucapnya.
Ia menambahkan pemerintah harus segera memperbaiki tata ruang aturan yang jelas agar tidak tumpang tindih anyar Kementerian. "Rumput laut ini tumbuhan di laut. Berdasarkan undang-undang di bawah KKP, namun karena rumput laut tumbuhan ada juga peraturan dari kementerian pertanian," ucapnya. *ant
Komentar