Ratusan Hektare Lahan Kering di Buleleng Belum Dioptimalkan
Lewat aplikasi teknologi pertanian organik, hasil kerjasama Unud, diharapkan bisa lebih mengoptimalkan lahan kering.
SINGARAJA, NusaBali
Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng mendata lahan kering di Buleleng mencapai 45 ribu hektare. Lahan yang mengandalkan musim penghujan sejauh ini belum dimanfaatkan secara maksimal oleh petani. Dinas Pertanian pun t menggandeng Fakultas Pertanian Unud untuk pengoptimalan lahan kering dengan teknologi pertanian organik.
Kepala Dinas Pertanian Buleleng, I Made Sumiarta, Senin (16/12/2019), saat diseminasi hasil penelitian Fakultas Pertanian Unud kepada penyuluh pertanian di Buleleng mengatakan, luasan lahan kering di Buleleng sangat berpotensi untuk dikembangkan. Hanya saja luasan yang sudah dimanfaatkan oleh petani, baik untuk lahan hortikultura dan hutan masyarakat produksi, kualitasnya belum maksimal karena masih terbatas sistem pengelolaan irigasinya.
“Seperti lahan di Gerokgak, Kubutambahan dan Tejakula program pengelolaan lahan kering akan kami siapkan infrastruktur airnya dulu. Tahun 2020 kami mulai akan terapkan sistem penghematan air dengan sistem pengelolaan irigasi tetes di Balai Benih Terpadu,” jelas Sumiarta.
Dari 45 ribu hektare lahan kering di Buleleng, sekitar 30 ribu hektare sudah dimanfaatkan oleh petani hanya saja masih tergantung dengan musim hujan. Lahan kering itu rata-rata ditanam palawija seperti jagung, kacang-kacangan hingga tanaman hortikultura yang tahan di lahan kering, seperti mangga.
Selain itu penerapan teknologi irigasi tetes itu akan dibarengi dengan teknologi pertanian organik yang sudah dilakukan bertahap oleh petani di Buleleng. “Fokus pertanian kita di Buleleng adalah peningkatan SDM petani dan petugas di lapangan, sehingga kami kerjasama dengan Unud mendiseminasikan hasil penelitian untuk memaksimalkan produksi pertanian di lahan kering,” jelas Sumiarta.
Sementara itu Wakil Dekan I Fakultas Pertanian Unud, Ni Luh Kartini, mengatakan tuntutan pertanian saat ini memang mengarah pada pertanian organik. Sistem pertanian organik pun menurutnya sangat pas diaplikasikan pada lahan kering.
Pada kesempatan yang sama didiseminasikan soal pemasaran hasil pertanian yang masih bermasalah karena rantai distribusi yang panjang. Menurutnya masalah pemasaran menjadi kunci penting dan sudah dicarikan jalan keluar melalui Pergub, yang menuntut tanggung jawab perusahaan di Bali membeli hasil pertanian Bali 20 persen di atas harga produksi. “Selama ini harga di petani sangat murah karena rantai pasar terlalu panjang ini yang harus dipotong. Bagaimana cara dekatkan konsumen dan konsumen dan distributor di tengah harus ada perdagangan yang bermoral dan bermartabat,” ungkap dia.*k23
Kepala Dinas Pertanian Buleleng, I Made Sumiarta, Senin (16/12/2019), saat diseminasi hasil penelitian Fakultas Pertanian Unud kepada penyuluh pertanian di Buleleng mengatakan, luasan lahan kering di Buleleng sangat berpotensi untuk dikembangkan. Hanya saja luasan yang sudah dimanfaatkan oleh petani, baik untuk lahan hortikultura dan hutan masyarakat produksi, kualitasnya belum maksimal karena masih terbatas sistem pengelolaan irigasinya.
“Seperti lahan di Gerokgak, Kubutambahan dan Tejakula program pengelolaan lahan kering akan kami siapkan infrastruktur airnya dulu. Tahun 2020 kami mulai akan terapkan sistem penghematan air dengan sistem pengelolaan irigasi tetes di Balai Benih Terpadu,” jelas Sumiarta.
Dari 45 ribu hektare lahan kering di Buleleng, sekitar 30 ribu hektare sudah dimanfaatkan oleh petani hanya saja masih tergantung dengan musim hujan. Lahan kering itu rata-rata ditanam palawija seperti jagung, kacang-kacangan hingga tanaman hortikultura yang tahan di lahan kering, seperti mangga.
Selain itu penerapan teknologi irigasi tetes itu akan dibarengi dengan teknologi pertanian organik yang sudah dilakukan bertahap oleh petani di Buleleng. “Fokus pertanian kita di Buleleng adalah peningkatan SDM petani dan petugas di lapangan, sehingga kami kerjasama dengan Unud mendiseminasikan hasil penelitian untuk memaksimalkan produksi pertanian di lahan kering,” jelas Sumiarta.
Sementara itu Wakil Dekan I Fakultas Pertanian Unud, Ni Luh Kartini, mengatakan tuntutan pertanian saat ini memang mengarah pada pertanian organik. Sistem pertanian organik pun menurutnya sangat pas diaplikasikan pada lahan kering.
Pada kesempatan yang sama didiseminasikan soal pemasaran hasil pertanian yang masih bermasalah karena rantai distribusi yang panjang. Menurutnya masalah pemasaran menjadi kunci penting dan sudah dicarikan jalan keluar melalui Pergub, yang menuntut tanggung jawab perusahaan di Bali membeli hasil pertanian Bali 20 persen di atas harga produksi. “Selama ini harga di petani sangat murah karena rantai pasar terlalu panjang ini yang harus dipotong. Bagaimana cara dekatkan konsumen dan konsumen dan distributor di tengah harus ada perdagangan yang bermoral dan bermartabat,” ungkap dia.*k23
Komentar