BKSDA Bali Translokasi Anak Orang Utan ke Sumatera
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Bali melakukan translokasi anak orang utan ke habitat aslinya di Sibolangit, Sumatera Utara pada Selasa (17/12) dini hari.
MANGUPURA, NusaBali
Rencananya, anak orang utan hasil sitaan dari seorang warga Rusia bernama Zhestkov Andrei itu direhabilitasi di Pusat Rehabilitasi Orang Utan Sumatera/Sumatran Orangutan Conservation Programmes (SOCP) sebelum dilepasliarkan.
Kepala Balai KSDA Provinsi Bali dr R Agus Budi Santosa, menerangkan proses translokasi orang utan berjenis kelamin jantan itu diberangkatkan dari Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Tuban, Kecamatan Kuta, Badung pada Selasa pukul 00.15 Wita. Anak orang utan yang diperkirakan berusia 2-3 tahun itu akan diberangkatkan menggunakan pesawat dan dalam pengawasan tim medis serta pihak BKSDA. Dari perkiraan awal, anak orang utan tersebut akan tiba pada Selasa pagi sekitar pukul 07.20 Wita di Bandara Kualanamu dan langsung dibawa ke lokasi rehabilitasi.
“Selama perjalanan satwa akan didampingi oleh petugas Balai KSDA Bali, dokter hewan, tenaga medis, dan perawat satwa yang menangani selama ini. Satwa diangkut dengan menggunakan kandang angkut transportasi yang terbuat dari gabungan logam dan kayu dengan ukuran dan ventilasi cukup sesuai standar animal welfare sebagaimana diatur dalam peraturan menteri,” kata dr Agus saat memberikan keterangan pers di Bandara Ngurah Rai, Senin (16/12) sore.
Diuraikannya, proses translokasi itu dilakukan setelah pihak BKSDA Bali melakukan serangkaian uji DNA di Laboratorium Genetika Molekuler, Puslit Biologi-LIPI, Bogor, dan hasilnya menunjukkan bahwa sampel orang utan tersebut teridentifikasi sebagai spesies Pongo abelii (Orang utan Sumatera). Sehingga, sepatutnya dievakuasi ke daerah asal muasalnya. Nantinya, setelah tiba di Sumatera, orang utan akan menjalani serangkaian rehabilitasi, mulai dari uji coba kesiapannya untuk hidup di hutan liar dan mengurangi ketergantungan dengan manusia saat dilakukan perawatan di Bali. “Tentu ada waktu dan klasifikasi rehabilitasi yang dijalaninya. Itu kisaran dari 2 tahun hingga 7 tahun. Semuanya tergantung dari hasil evaluasi tim di sana. Kalau memungkinkan secepatnya dilepasliarkan, itu juga bisa setelah ada penilaian dari tim. Tapi, kalau rentang waktunya itu perkiraan sampai 7 tahun baru bisa,” imbuhnya.
Orang utan tersebut merupakan hasil tangkapan upaya penyelundupan yang digagalkan oleh Airport Security Screening (AVSEC) Ngurah Rai pada 22 Maret 2019. Satwa disita dari salah seorang penumpang berkewarganegaraan Rusia, Zhestkov Andrei. Upaya penyelundupannya terdeteksi di pre screening X-Ray No 3 Terminal Keberangkatan Internasional Bandara I Gusti Ngurah Rai. Orang utan dengan jenis kelamin jantan tersebut dimasukkan ke dalam keranjang rotan dan dimasukkan lagi dalam koper. Pada saat pemeriksaan, orang utan dalam kondisi tidur.
“Selain orang utan ditemukan juga satwa lain yaitu 2 ekor tokek dan 5 ekor kadal. Berdasarkan pemeriksaan tiket dan informasi dari tersangka diketahui bahwa orang utan akan diselundupkan ke Vladivostok, Rusia. Pengakuan pelaku, orang utan didapat dari seorang temannya yang berkebangsaan Rusia yang tinggal di Bali,” urainya. *dar
Kepala Balai KSDA Provinsi Bali dr R Agus Budi Santosa, menerangkan proses translokasi orang utan berjenis kelamin jantan itu diberangkatkan dari Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Tuban, Kecamatan Kuta, Badung pada Selasa pukul 00.15 Wita. Anak orang utan yang diperkirakan berusia 2-3 tahun itu akan diberangkatkan menggunakan pesawat dan dalam pengawasan tim medis serta pihak BKSDA. Dari perkiraan awal, anak orang utan tersebut akan tiba pada Selasa pagi sekitar pukul 07.20 Wita di Bandara Kualanamu dan langsung dibawa ke lokasi rehabilitasi.
“Selama perjalanan satwa akan didampingi oleh petugas Balai KSDA Bali, dokter hewan, tenaga medis, dan perawat satwa yang menangani selama ini. Satwa diangkut dengan menggunakan kandang angkut transportasi yang terbuat dari gabungan logam dan kayu dengan ukuran dan ventilasi cukup sesuai standar animal welfare sebagaimana diatur dalam peraturan menteri,” kata dr Agus saat memberikan keterangan pers di Bandara Ngurah Rai, Senin (16/12) sore.
Diuraikannya, proses translokasi itu dilakukan setelah pihak BKSDA Bali melakukan serangkaian uji DNA di Laboratorium Genetika Molekuler, Puslit Biologi-LIPI, Bogor, dan hasilnya menunjukkan bahwa sampel orang utan tersebut teridentifikasi sebagai spesies Pongo abelii (Orang utan Sumatera). Sehingga, sepatutnya dievakuasi ke daerah asal muasalnya. Nantinya, setelah tiba di Sumatera, orang utan akan menjalani serangkaian rehabilitasi, mulai dari uji coba kesiapannya untuk hidup di hutan liar dan mengurangi ketergantungan dengan manusia saat dilakukan perawatan di Bali. “Tentu ada waktu dan klasifikasi rehabilitasi yang dijalaninya. Itu kisaran dari 2 tahun hingga 7 tahun. Semuanya tergantung dari hasil evaluasi tim di sana. Kalau memungkinkan secepatnya dilepasliarkan, itu juga bisa setelah ada penilaian dari tim. Tapi, kalau rentang waktunya itu perkiraan sampai 7 tahun baru bisa,” imbuhnya.
Orang utan tersebut merupakan hasil tangkapan upaya penyelundupan yang digagalkan oleh Airport Security Screening (AVSEC) Ngurah Rai pada 22 Maret 2019. Satwa disita dari salah seorang penumpang berkewarganegaraan Rusia, Zhestkov Andrei. Upaya penyelundupannya terdeteksi di pre screening X-Ray No 3 Terminal Keberangkatan Internasional Bandara I Gusti Ngurah Rai. Orang utan dengan jenis kelamin jantan tersebut dimasukkan ke dalam keranjang rotan dan dimasukkan lagi dalam koper. Pada saat pemeriksaan, orang utan dalam kondisi tidur.
“Selain orang utan ditemukan juga satwa lain yaitu 2 ekor tokek dan 5 ekor kadal. Berdasarkan pemeriksaan tiket dan informasi dari tersangka diketahui bahwa orang utan akan diselundupkan ke Vladivostok, Rusia. Pengakuan pelaku, orang utan didapat dari seorang temannya yang berkebangsaan Rusia yang tinggal di Bali,” urainya. *dar
1
Komentar