Hidup Menumpang di Lahan Orang, Tanah Warisan Terjual untuk Biaya Obat Anak
Di usia tua, pasangan suami istri (pasutri) Ida Bagus Komang Merta, 59, dengan Ida Ayu Ketut Sumatri, 59, harus hidup menumpang di lahan milik orang.
Derita Pasutri IBK Merta dan Ida Ayu Ketut Sumarti di Desa Pesagi, Penebel
TABANAN, NusaBali
Sesungguhnya, Merta mendapatkan tanah warisan seluas 15 are di Banjar Pacut, Desa Rejasa, Kecamatan Penebel, Tabanan. Namun tanah itu telah dijual untuk tutup utang akibat biaya pengobatan putri semata wayangnya, Ida Ayu Putu Sariani, 32. Saat bajang, Sariani menderita sakit seperti kurang waras. Kini putrinya itu telah sembuh dan kawin ke Karangasem.
Akibat tak punya tanah milik sendiri, pasutri Ida Bagus Komang Merta dengan Ida Ayu Ketut Sumatri kini menempati lahan milik dr Sri Muliawan yang berlokasi di Banjar Tegal Seka, Desa Pesagi, Kecamatan Penebel, Tabanan. dr Sri Muliawan berasal dari Banjar Jambe Baleran, Desa Dajan Peken, Kecamatan Tabanan. “Saya diberikan mengolah tanah seluas 36 are dan ngadas (pelihara) sapi,” ungkap Merta, Minggu (31/7).
Di lahan milik orang itu, Merta mendirikan tempat tinggal beratap asbes dan berdinding terpal. Ada 3 bangunan yang tiangnya terbuat dari bambu yang diperuntukkan tempat tidur, dapur, dan tempat istirahat. Ketiga kondisi bangunan itu sangat memprihatinkan. Saat hujan turun kamar tempat tidur jadi becek karena air hujan naik ke lantai tanah. Sehari-hari, pasutri ini mengolah kebun pemilik tanah di samping jadi buruh petik kelapa. Penghasilan dari buruh petik kelapa tak menentu. “Biasanya dapat upah Rp 60 ribu,” aku Merta.
Merta mengaku sudah tinggal sejak 2 tahun di tanah milik dr Sri Muliawan. Ia menceritakan, 15 tahun lalu jual tanah warisan berupa tegalan seluas 15 are untuk bayar utang. Sebab anaknya, Ida Ayu Putu Sariani, 32, punya penyakit seperti orang gila. Ia mengupayakan pengobatan anaknya ke medis dan non medis. Demi anaknya sembuh, ia menjual tanah warisannya untuk beli obat. “Uang penjualan tanah untuk obat anak dan pengobatan saya yang kena asam urat,” ungkapnya.
Merta mengaku sudah mendaptkan bantuan beras miskin setiap bulan dan punya Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Jamkesmas. Merta mengaku pernah disurvey untuk dapat bantuan rumah. Hanya saja, ia sudah tak punya tanah sendiri sehingga urung dapat bantuan bedah rumah. Atas dasar itulah, ia minta tanah kepada saudaranya dan diberikan lahan seluas 1 are. “Jika ada bantuan pemerintah berupa bedah rumah, saya sudah diberikan lahan oleh saudara,” jelas Merta.
Sementara itu Perbekel Desa Rejasa, I Wayan Wiastra mengatakan warganya masuk kategori Rumah Tangga Miskin (RTM). Pihaknya sudah mengusulkan agar pasutri ini mendapatkan bantuan rumah di keluarga kandungnya. “Sudah ada rembuk keluarga, nanti bantuan rumahnya akan diberikan di rumah aslinya,” terang Wistra. * cr61
TABANAN, NusaBali
Sesungguhnya, Merta mendapatkan tanah warisan seluas 15 are di Banjar Pacut, Desa Rejasa, Kecamatan Penebel, Tabanan. Namun tanah itu telah dijual untuk tutup utang akibat biaya pengobatan putri semata wayangnya, Ida Ayu Putu Sariani, 32. Saat bajang, Sariani menderita sakit seperti kurang waras. Kini putrinya itu telah sembuh dan kawin ke Karangasem.
Akibat tak punya tanah milik sendiri, pasutri Ida Bagus Komang Merta dengan Ida Ayu Ketut Sumatri kini menempati lahan milik dr Sri Muliawan yang berlokasi di Banjar Tegal Seka, Desa Pesagi, Kecamatan Penebel, Tabanan. dr Sri Muliawan berasal dari Banjar Jambe Baleran, Desa Dajan Peken, Kecamatan Tabanan. “Saya diberikan mengolah tanah seluas 36 are dan ngadas (pelihara) sapi,” ungkap Merta, Minggu (31/7).
Di lahan milik orang itu, Merta mendirikan tempat tinggal beratap asbes dan berdinding terpal. Ada 3 bangunan yang tiangnya terbuat dari bambu yang diperuntukkan tempat tidur, dapur, dan tempat istirahat. Ketiga kondisi bangunan itu sangat memprihatinkan. Saat hujan turun kamar tempat tidur jadi becek karena air hujan naik ke lantai tanah. Sehari-hari, pasutri ini mengolah kebun pemilik tanah di samping jadi buruh petik kelapa. Penghasilan dari buruh petik kelapa tak menentu. “Biasanya dapat upah Rp 60 ribu,” aku Merta.
Merta mengaku sudah tinggal sejak 2 tahun di tanah milik dr Sri Muliawan. Ia menceritakan, 15 tahun lalu jual tanah warisan berupa tegalan seluas 15 are untuk bayar utang. Sebab anaknya, Ida Ayu Putu Sariani, 32, punya penyakit seperti orang gila. Ia mengupayakan pengobatan anaknya ke medis dan non medis. Demi anaknya sembuh, ia menjual tanah warisannya untuk beli obat. “Uang penjualan tanah untuk obat anak dan pengobatan saya yang kena asam urat,” ungkapnya.
Merta mengaku sudah mendaptkan bantuan beras miskin setiap bulan dan punya Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Jamkesmas. Merta mengaku pernah disurvey untuk dapat bantuan rumah. Hanya saja, ia sudah tak punya tanah sendiri sehingga urung dapat bantuan bedah rumah. Atas dasar itulah, ia minta tanah kepada saudaranya dan diberikan lahan seluas 1 are. “Jika ada bantuan pemerintah berupa bedah rumah, saya sudah diberikan lahan oleh saudara,” jelas Merta.
Sementara itu Perbekel Desa Rejasa, I Wayan Wiastra mengatakan warganya masuk kategori Rumah Tangga Miskin (RTM). Pihaknya sudah mengusulkan agar pasutri ini mendapatkan bantuan rumah di keluarga kandungnya. “Sudah ada rembuk keluarga, nanti bantuan rumahnya akan diberikan di rumah aslinya,” terang Wistra. * cr61
Komentar