Menjamurnya Pertamini jadi Sorotan
Satpol PP mengaku sudah berupaya penuh dari awal untuk menertibkan usaha Pertamini, namun terkendala dengan aturan.
DENPASAR, NusaBali
Maraknya penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam bentuk Pertamini menjadi ancaman bagi masyarakat Denpasar. Sebab, Pertamini selama ini dinilai tidak jelas tata kelola dan takaran yang digunakan. Selain itu juga dapat membahayakan masyarakat karena tidak memiliki keamanan sesuai dengan aturan yang ada. Hal itu menjadi sorotan Anggota Komisi II DPRD Kota, I Wayan Gatra.
Wayan Gatra saat dihubungi, Kamis (19/12), mengaku prihatin dengan maraknya penjualan BBM secara ilegal di pinggiran jalan Kota Denpasar. Menurutnya, selain membahayakan juga sangat mengganggu tatanan Kota Denpasar. Gatra menilai Pemerintah Denpasar lamban dalam mengambil tindakan sehingga Pertamini makin menjamur. “Bahkan keseluruhannya tidak memiliki izin dari Pertamina,” ungkap anggota Fraksi NasDem ini.
Menurut Gatra, pemerintah harusnya bergerak cepat dan serius untuk memeriksa keberadaan Pertamini. "Pertama, mereka sudah tidak memiliki izin. Kedua, takaran tidak jelas dalam penjualan, ketiga mereka sangat membahayakan pengguna jalan karena tidak memiliki SNI yang jelas," ungkapnya.
Jadi, pihaknya menginginkan pemerintah segera bertindak, jangan sampai terus menjamur dan mengganggu pemandangan Kota Denpasar. "Pemerintah lamban dalam bergerak menertibkan itu. Padahal sudah jelas tanpa izin, cobalah komunikasi juga dengan Pertamina biar tidak menjadi permasalahan kedepannya. Jika terus dibiarkan akan terus menjamur ini dan gak akan ada habisnya," ujarnya.
Sementara dikonfirmasi terpisah, Kasat Pol PP Kota Denpasar, I Dewa Anom Sayoga, mengaku sudah berupaya penuh dari awal untuk menertibkan usaha Pertamini tersebut. Namun, Sayoga mengaku terkendala dengan aturan sehingga baru beberapa Pertamini yang bisa ditindak. Itupun karena dalam satu pemilik yang hanya menggunakan Izin Usaha Mikro Kecil (IUMK) sehingga bisa ditindak.
Namun, jika di luar dari itu, pihaknya belum bisa melakukan tindakan karena tidak ada dasar hukumnya. "Itu kendala kami terkait dengan dasar hukum yang tidak ada. Kalau dia nempel jadi satu dengan warung yang menggunakan IUMK sih bisa kami tindak dan sudah beberapa kali ditindak melalui sidang tipiring. Tapi kalau di luar itu kami susah menindaknya karena kami kan penegak perda," jelasnya.
Selain nempel di warung, Sayoga mengaku juga hanya bisa menindak ketika mereka menaruh Pertamini di atas trotoar dan itu jelas mengganggu ketertiban umum. Jika tidak, pihaknya tidak bisa berbuat banyak, sehingga perlu adanya kerjasama pihak Pertamina, Kepolisian, dan pihak terkait untuk mencari solusi penertiban Pertamini yang sudah menjamur saat ini.
Apalagi kata dia, keberadaan Pertamini sangat membahayakan. Sebab, ada beberapa Pertamini yang berdekatan dengan tukang las, bengkel dan usaha lainnya yang membahayakan. "Kami pernah mengirim surat ke Pertamina, alasannya saat itu karena masih di luar kota, jadi akan dijadwalkan kembali. Karena jujur saja untuk menertibkan sendiri Satpol PP kewalahan ditambah tidak ada aturan terkait dengan hal itu," imbuhnya.*mis
Maraknya penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam bentuk Pertamini menjadi ancaman bagi masyarakat Denpasar. Sebab, Pertamini selama ini dinilai tidak jelas tata kelola dan takaran yang digunakan. Selain itu juga dapat membahayakan masyarakat karena tidak memiliki keamanan sesuai dengan aturan yang ada. Hal itu menjadi sorotan Anggota Komisi II DPRD Kota, I Wayan Gatra.
Wayan Gatra saat dihubungi, Kamis (19/12), mengaku prihatin dengan maraknya penjualan BBM secara ilegal di pinggiran jalan Kota Denpasar. Menurutnya, selain membahayakan juga sangat mengganggu tatanan Kota Denpasar. Gatra menilai Pemerintah Denpasar lamban dalam mengambil tindakan sehingga Pertamini makin menjamur. “Bahkan keseluruhannya tidak memiliki izin dari Pertamina,” ungkap anggota Fraksi NasDem ini.
Menurut Gatra, pemerintah harusnya bergerak cepat dan serius untuk memeriksa keberadaan Pertamini. "Pertama, mereka sudah tidak memiliki izin. Kedua, takaran tidak jelas dalam penjualan, ketiga mereka sangat membahayakan pengguna jalan karena tidak memiliki SNI yang jelas," ungkapnya.
Jadi, pihaknya menginginkan pemerintah segera bertindak, jangan sampai terus menjamur dan mengganggu pemandangan Kota Denpasar. "Pemerintah lamban dalam bergerak menertibkan itu. Padahal sudah jelas tanpa izin, cobalah komunikasi juga dengan Pertamina biar tidak menjadi permasalahan kedepannya. Jika terus dibiarkan akan terus menjamur ini dan gak akan ada habisnya," ujarnya.
Sementara dikonfirmasi terpisah, Kasat Pol PP Kota Denpasar, I Dewa Anom Sayoga, mengaku sudah berupaya penuh dari awal untuk menertibkan usaha Pertamini tersebut. Namun, Sayoga mengaku terkendala dengan aturan sehingga baru beberapa Pertamini yang bisa ditindak. Itupun karena dalam satu pemilik yang hanya menggunakan Izin Usaha Mikro Kecil (IUMK) sehingga bisa ditindak.
Namun, jika di luar dari itu, pihaknya belum bisa melakukan tindakan karena tidak ada dasar hukumnya. "Itu kendala kami terkait dengan dasar hukum yang tidak ada. Kalau dia nempel jadi satu dengan warung yang menggunakan IUMK sih bisa kami tindak dan sudah beberapa kali ditindak melalui sidang tipiring. Tapi kalau di luar itu kami susah menindaknya karena kami kan penegak perda," jelasnya.
Selain nempel di warung, Sayoga mengaku juga hanya bisa menindak ketika mereka menaruh Pertamini di atas trotoar dan itu jelas mengganggu ketertiban umum. Jika tidak, pihaknya tidak bisa berbuat banyak, sehingga perlu adanya kerjasama pihak Pertamina, Kepolisian, dan pihak terkait untuk mencari solusi penertiban Pertamini yang sudah menjamur saat ini.
Apalagi kata dia, keberadaan Pertamini sangat membahayakan. Sebab, ada beberapa Pertamini yang berdekatan dengan tukang las, bengkel dan usaha lainnya yang membahayakan. "Kami pernah mengirim surat ke Pertamina, alasannya saat itu karena masih di luar kota, jadi akan dijadwalkan kembali. Karena jujur saja untuk menertibkan sendiri Satpol PP kewalahan ditambah tidak ada aturan terkait dengan hal itu," imbuhnya.*mis
Komentar