Larangan Natal Bersama Langgar HAM
Komnas HAM minta Pemerintah fasilitasi tempat untuk bisa rayakan Natal bersama
JAKARTA, NusaBali
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menindaklanjuti pelarangan perayaan Natal di beberapa daerah Sumatera Barat dengan membuka komunikasi kepada Pemerintah daerah setempat. Upaya itu ditempuh agar warga perayaan Natal di tempat itu dapat terlaksana.
"Komnas HAM sudah meminta kepada Bupati, Gubernur dan Kapolda untuk memfasilitasi warga supaya bisa merayakan Natal penuh damai dan suka cita," kata Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara seperti dilansir cnnindonesia, Sabtu (21/12) malam.
Beka menjelaskan fasilitas itu dapat berupa peminjaman sarana publik milik pemerintah daerah atau kepolisian. Ia pun meminta agar jaminan merayakan Natal dengan damai dapat diusahakan langsung oleh Presiden Joko Widodo selaku kepala negara.
"Ke depannya, Komnas HAM melalui kantor perwakilan Sumatera Barat terus mengupayakan supaya masalah ini bisa terselesaikan dengan segera," lanjutnya.
Komnas HAM menyesalkan tindakan diskriminasi yang terjadi dan memandang pelarangan perayaan Natal sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia.
Menurut Komisioner Komnas HAM Chairul Anam, konstitusi sudah mengamanatkan penyelenggara negara untuk menghormati dan melindungi hak konstitusi warga negara, termasuk perlindungan dari perlakuan diskriminatif.
Anam menambahkan, lembaganya menyayangkan peristiwa itu mengingat bangsa Indonesia telah memiliki catatan panjang untuk menghormati setiap perbedaan.
"Setiap pelarangan menjalankan ibadah agama atau kepercayaan adalah bentuk pelanggaran HAM," tegas dia.
Anam menilai tantangan terbesar negara ini dalam beberapa tahun terakhir adalah intoleransi, bukan radikalisme. Pemerintah, nilai dia, tidak maksimal merawat toleransi dan mengembangkan budaya menghormati perbedaan.
Kanwil Kementerian Agama (Kemenag) Sumatera Barat Hendri membantah adanya larangan Natal bersama di Sumbar. Namun, mereka membatasi perayaan Natal di luar tempat ibadah. Hal ini menurut Hendri merupakan hasil kesepakatan untuk menjaga kerukunan umat beragama.
Kesepakatan ini sudah dibahas oleh Kemenag bersama Forkopinda, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), dan tokoh masyarakat. Rapat koordinasi untuk membahas persiapan perayaan Natal di Dharmasraya dan Sijunjung ini sudah dilakukan pada 16 Desember lalu, sebelum mencuat pemberitaan soal pelarangan perayaan Natal di media.
Diberitakan sebelumnya, umat Kristiani di Kabupaten Dharmasraya dan Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tidak bisa merayakan Hari Raya Natal bersama, kecuali di tempat ibadah resmi yang ditunjuk pemerintah.
Untuk Kabupaten Dharmasraya sendiri, larangan perayaan Natal dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten melalui surat pemberitahuan tertanggal 10 Desember 2019, merujuk pada pernyataan bersama pemerintah Nagari Sikabau, Ninik Mamak, tokoh masyarakat, dan pemuda Nagari Sikabau pada 21 Desember 2017.
Terdapat tujuh poin kesepakatan bersama antara pihak-pihak tersebut. Salah satunya melarang pelaksanaan perayaan Natal dan perayaan Kristiani lainnya di Jorong Kampung Baru, Kabupaten Dharmasraya. *
"Komnas HAM sudah meminta kepada Bupati, Gubernur dan Kapolda untuk memfasilitasi warga supaya bisa merayakan Natal penuh damai dan suka cita," kata Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara seperti dilansir cnnindonesia, Sabtu (21/12) malam.
Beka menjelaskan fasilitas itu dapat berupa peminjaman sarana publik milik pemerintah daerah atau kepolisian. Ia pun meminta agar jaminan merayakan Natal dengan damai dapat diusahakan langsung oleh Presiden Joko Widodo selaku kepala negara.
"Ke depannya, Komnas HAM melalui kantor perwakilan Sumatera Barat terus mengupayakan supaya masalah ini bisa terselesaikan dengan segera," lanjutnya.
Komnas HAM menyesalkan tindakan diskriminasi yang terjadi dan memandang pelarangan perayaan Natal sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia.
Menurut Komisioner Komnas HAM Chairul Anam, konstitusi sudah mengamanatkan penyelenggara negara untuk menghormati dan melindungi hak konstitusi warga negara, termasuk perlindungan dari perlakuan diskriminatif.
Anam menambahkan, lembaganya menyayangkan peristiwa itu mengingat bangsa Indonesia telah memiliki catatan panjang untuk menghormati setiap perbedaan.
"Setiap pelarangan menjalankan ibadah agama atau kepercayaan adalah bentuk pelanggaran HAM," tegas dia.
Anam menilai tantangan terbesar negara ini dalam beberapa tahun terakhir adalah intoleransi, bukan radikalisme. Pemerintah, nilai dia, tidak maksimal merawat toleransi dan mengembangkan budaya menghormati perbedaan.
Kanwil Kementerian Agama (Kemenag) Sumatera Barat Hendri membantah adanya larangan Natal bersama di Sumbar. Namun, mereka membatasi perayaan Natal di luar tempat ibadah. Hal ini menurut Hendri merupakan hasil kesepakatan untuk menjaga kerukunan umat beragama.
Kesepakatan ini sudah dibahas oleh Kemenag bersama Forkopinda, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), dan tokoh masyarakat. Rapat koordinasi untuk membahas persiapan perayaan Natal di Dharmasraya dan Sijunjung ini sudah dilakukan pada 16 Desember lalu, sebelum mencuat pemberitaan soal pelarangan perayaan Natal di media.
Diberitakan sebelumnya, umat Kristiani di Kabupaten Dharmasraya dan Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tidak bisa merayakan Hari Raya Natal bersama, kecuali di tempat ibadah resmi yang ditunjuk pemerintah.
Untuk Kabupaten Dharmasraya sendiri, larangan perayaan Natal dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten melalui surat pemberitahuan tertanggal 10 Desember 2019, merujuk pada pernyataan bersama pemerintah Nagari Sikabau, Ninik Mamak, tokoh masyarakat, dan pemuda Nagari Sikabau pada 21 Desember 2017.
Terdapat tujuh poin kesepakatan bersama antara pihak-pihak tersebut. Salah satunya melarang pelaksanaan perayaan Natal dan perayaan Kristiani lainnya di Jorong Kampung Baru, Kabupaten Dharmasraya. *
Komentar