Sepakbola Indonesia: Sepi Prestasi, Tumbuh Sebatas Sensasi
PROYEKSI 2020 Bidang OLAHRAGA
SEPI prestasi sarat potensi, meski saat ini tumbuh dan berkembang masih sekadar untuk sensasi.
Setidaknya, demikianlah gambaran prestasi sepakbola Indonesia pada 2019. Kegagalan Timnas U-23 meraih medali emas SEA Games XXX 2019 di Filipina, menjadi langkah mundur di akhir tahun. Sebab, tim yang hampir sama itu sebelumnya jadi juara Piala AFF U-22 di Kamboja, 26 Februari 2019 lalu. Di Piala AFF U-22, skuad Garuda Muda asuhan pelatih indra Sjafrie menang 1-0 atas Vietman. Namun, dalam final SEA Games 2019 di Filipina, dua pekan lalu, mereka justru dihajar Vietnam 3-0.
Sepakbola bukan ilmu pasti. Siapa sangka Indonesia bisa ditunjuk menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 tahun 2021 tatkala PSSI ‘terjerat’ kasus korupsi dan mafia bola. Apalagi, saat itu Ketua Caretaker PSSI, Joko Driyono, divonis 1,5 tahun penjara akibat perusakan barang bukti ketika petugas akan membongkar kasus match fixing di Kantor PSSI.
Belum lagi jika dikaitan dengan prestasi tim nasional senior, yang selalu kalah dalam lima laga Kualifikasi Piala Dunia 2022 Zona Asia. Indonesia kalah 2-3 dan 0-2 dari Malaysia, 0-3 dari Thailand, 0-5 dari Uni Emirat Arab, dan 1-3 dari Vietnam. Yang memalukan, tiga dari lima kekalahan itu terjadi di depan publik sendiri. Indonesia pun menjadi juru kunci grup kualifikasi dengan lima kali tanpa kemenangan dan kebobolan 16 gol.
Indonesia pun menjadi tim terburuk di Asia Tenggara dalam Kualifikasi Piala Dunia 2020 ini. Setidaknya, semua negara ASEAN, kecuali Indonesia, berhasil meraih poin. Bahkan, Filipina masih punya peluang lolos ke babak selanjutnya dengan 7 poin. Singapura juga meraih 7 poin di Grup D, smeentara Myanmar dapat 6 poin di Grup F. Kamboja pun, meski juru kunci Grup C, masih mampu raih 1 poin.
Inilah prestasi terburuk Timnas Senior Indonesoa sepanjang sejarah. Selama ini, belum pernah terjadi Indonesia sampai tiga kali beruntun dihancurkan tim sesma ASEAN di depan publik sendiri. Dalam Pra Piala Dunia 2022 ini, Indonesia 3 kali beruntun kalah melawan tim tetrangga di deepan publik sendiri, yakni 2-3 dari Malaysia, 0-3 dari Thailand, dan 1-3 dari Vietnam.
Pada level klub, prestasi tim-tim Indonesia juga tidak ada yang membanggakan. Merujuk pada pencapaian 2 tahun belakangan, wakil Indonesia selalu rontok di babak eliminasi/play-off Liga Champions Asia (LCA) dan terpaksa terlempar ke Piala AFC. Sebagai wakil Indonesia di LCA pada 2018 dan 2019, Bali United dan Persija Jakarta tersingkir di babak eliminasi kedua
Meski sepakbola Indonesia tanpa prestasi, toh tidak mengurangi perhatian FIFA menunjuk negeri ribuan pulau ini sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 tahun 2021 mendatang. Dalam perebutan jatah tuan rumah ini, Indonesia mengalahkan Peru, Myanmar-Thailand, Bahrain-Arab Saudi-Uni Emirat Arab, dan Brasil. Dalam skenario, home base Bali United yakni Stadion Kapten Wayan Dipta di Desa Buruan, Kecamata Blahbatuh, Gianyar akan menjadi salah satu tempat pertandingan Piala Dunia U-20.
Hal mengejutkan lainnya, meskipun tanpa prestasi, namun sepakbola Indonesia mampu mendatangkan penonton tertinggi di Asia Tenggara. Jumlah penonton kompetisi Liga 1 2018 menjadi terbanyak se-asia Tenggara, yakni tembus 3,1 juta penonton. Bandingkan dengan Liga Thailand yang hanya mampu datangkan 1,7 juta penonton dalam satu musim. Bahkan, pada paruh pertama atau pekan ke-17 Kompetisi Liga 1 2019, penonton sudah tembus 1.548.994 orang.
Sedangkan Persebaya Surabaya memimpin 6 klub dengan jumlah penonton terbesar selama putaran pertama Liga 1 2019. Rinciannya, Persebaya meraih 217.429 penonton, diikuti Persija Jakarta (206.453 penonton), PS Sleman (162.334 penonton), Bali United (146.651 penonton), Arema FC (145.252 penonton), dan Persib Bandung (131.144) pemonton.
Seperti dikatakan Presiden FIFA, Gianni Infantino, “Sepakbola itu membawa kehidupan, sepakbola membawa peradaban!” FIFA pun sepertinya ingin mempertontonkan animo suporter Indonesia kepada dunia. Akhirnya, Indonesia pun menjadi negara Asia ke-7 yang dipercaya menggelar Piala Dunia U-20, setelah Jepang (tahun 1979, ketika Timnas Indonesia untuk kali pertama ikut tampol, Red), Arab Saudi (1989), Qatar (1995), Malaysia (1997), Uni Emirat Arab (2003), dan Korea Selatan (2017).
Namun, harus diakui bahwa berstatus sebagai tuan rumah, tidak lantas menjamin prestasi. Dari 22 penyelenggaraan Piala Dunia U-20 (dulu bernama FIFA World Youth Championship), hanya Portugal (1991) dan Argentina (2001) yang sukses jadi juara saat dipercaya sebagai tuan rumah. Efek positif jangka panjang pada prestasi juga dapat dibilang tak berdampak pada prestasi negara-negara tuan rumah Piala Dunia U-20, seperti Arab Saudi (tuan rumah 1989), Qatar (1995), Malaysia (1997), Uni Emirat Arab (2003), Kanada (2007), Mesir (2009), sampai Selandia Baru (2015).
Sejak 1977, baru dua negara tuan rumah yang juara Piala Dunia U-20, yakni Portugal (1991) dan Argentina (2001). Sedangkan negara-negara tuan rumah lainnya, justru kebanyakan langsung tersingkir di babak penyisihan. Prestasi terbaik wakil Asia hanyalah runner-up Piala Dunia U-20, sebagaimana dibukukan Qatar (1981), Jepang (1999), dan Korea Selatan (2019). Saat Malaysia jadi tuan rumah Piala Dunia U-20 tahun 1997, tim Negeri Jiran justru jadi juru kunci penyisihan Grup A. Tak beda jauh dengan Indonesia, yang juga jadi juru kunci saat lolos ke Piala Dunia U20 tahun 1979 di Jepang, ketika Arief Hidayat cs kalah telak 0-5 dari Argentina (yang dimotori Diego Armando Maradona), kalah 0-6 dari Polandia, dan kalah 0-5 dari Yugoslavia (kini bernama Serbia).
So, jika mengincar prestasi untuk tim sepakbola Indonesia, maka jadi tuan rumah Piala Dunia U-20 bukan cara yang efektif. Lalu untuk apa? Ya, hanya mengangkat nama persepakbolaan Indonesia di mata dunia, sambil berharap adanya dampak perekonomian. Kota-kota yang akan jadi penyelenggara tentu bakal berbenah dan roda perekonomian begerak di kawasan tersebut. Selain itu, dampak yang paling terlihat tentunya dari sektor pariwisata. Di sinilah Bali menjadi tempat yang cocok untuk menggelar pembukaan atau laga final Piala Dunia U-20 nanti.
Polandia menjadi negara tuan rumah terakhir Piala Dunia U-20 yang berlangsung 23 Mei-15 Juni 2019. Presiden Asoasiasi Sepakbola Polanida, Zbigniew Boniek, mengatakan Piala Dunia U-20 memberikan dampak besar bagi sektor pariwisata.
Organisasi Pariwisata Polandia (Polish Tourism Organisation/POT) pun menjadikan ajang tersebut sebagai bahan promosi pariwisata ke negara-negara peserta Piala Dunia U-20.
Data Badan Statistik Polandia, pada bulan Mei-Juni 2019 terjadi peningkatan jumlah wisatawan baik domestik maupun mancanegara, tercermin dari jumlah hunian di hotel, penginapan, maupun sejenisnya. Pada Mei 2019, tercatat jumlah 3.280.645 hunian atau naik 8,9 persen dibandingkan Mei 2018. Pada Juni 2019, tercatat ada kenaikan 6,4 persen menjadi 3.605.839 hunian.
Sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 tahun 2021, Indonesia harus paripurna melengkapi berbagai hal penunjung. Yakni, memperbaiki fasilitas dan infrastruktur stadion utama maupun stadion pendukung lainnya, sesuai dengan ketentuan spesifikasi dari FIFA. Juga, perbaiki fasilitas pendukung seperti bandara, hotel, dan akses transportasi.
Lalu, ada kebijakan yang menunjang, seperti keamanan, legal, turis, dan yang memudahkan semuanya. Termasuk dalam hal bea cukai untuk keluar masuk barang, serta imigrasi keluar masuk orang. Namun, yang tak kalah pentingnya adalah menyiapkan Timnas U-20 yang solid, sehingga tak sekadar numpang lewat saat berlaga di publik sendiri. *
Budi Harminto
Wartawan NusaBali
Komentar