Gelar Lomba Melukis Gaya Batuan
Perayaan HUT ke-997 Desa Adat Batuan
Desa Adat/ Pakraman Batuan, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Gianyar, peringatan HUT Desa Adat Batuan ke-997 tahun.
GIANYAR, NusaBali
Peringatan diisi Lomba Melukis Gaya Batuan serangkaian BatuArt Festival 2019 (Batuan Temple Cultural and Art Festival) Rabu (25/12).
Tampka, Mira Bella Kertiyasa, 10, cucu tokoh Puri Agung Ubud Tjokorda Raka Kerthyasa (Cok Ibah) antusias mengikuti lonba. Mengenakan kaos warna merah dan kamen, gadis berambut pirang ini konsentrasi menorehkan tinta hitam pada lukisan pewayangan.
“Sudah lima kali ikut latihan,” ujarnya. Ketertarikannya dengan lukisan Batuan bermula dari pertemananya dengan anak Desa Batuan yang tinggal tak jauh dari salah satu Villa tempatnya menginap di kawasan Batuan.
Menurut Wakil Ketua Panitia I Kadek Karyana, festival ini berlangsung selama tiga hari sejak Selasa (24/12) hingga Kamis (26/12). Diawali dengan kegiatan pameran seni kerajinan, pameran bonsai, jalan santai, donor darah, dan pembukaan lomba topeng melampahan Nangluk Merana. Terkait lomba melukis Gaya Batuan, digelar sebagai ajang pelestarian seni budaya Batuan pada generasi muda. “Melukis adalah satu seni diantara beragam seni yang berkembang di Desa Batuan. Menyasar kalangan anak-anak agar mereka mencintai seni sejak usia dini,” jelasnya. Antusias anak-anak mengikuti lomba pun cukup tinggi, dilihat dari jumlah peserta yang mencapai 100 anak-anak. Ditambahkan, menuju hari jadi Desa Pakraman Batuan ke 1.000 pada
Sebelum rencana tersebut terwujud, panitia mengisi festival dengan Lomba Topeng Melampahan Nangluk Merana yang memperebutkan piala Bupati Gianyar. Lomba serupa, pernah digelar tahun 2013. “Baru setelah 6 tahun lomba topeng ini bisa kembali kami gelar, atas dorongan dari para maestro maupun peserta lomba yang ingin unjuk diri,” jelasnya. Diungkapkan, lomba topeng ini menarik minat para penari topeng seluruh Bali. Namun karena keterbatasan waktu, jumlah peserta yang diterima hanya 24 orang. Setiap peserta diberikan durasi waktu 24 menit memerankan 3 karakter yakni Topeng Keras, Penasar dan Dalem Arsa Wijaya. “Kali ini yang dinilai tidak saja panglembar atau gerak tari, tai juga vocal. Karena dua hal ini erat kaitannya dengan tari Topeng,” jelasnya.
Ketua Baturulangun I Ketut Sadia selaku tim penilai mengatakan kriteria lomba terdiri dari Pepatran dan Pewayangan. Pepatran atau melukis motif dilombakan untuk peserta kelas 3 dan 4 SD, sedangkan melukis pewayangan untuk kelas 5 dan 6 SD. “Kami fasilitasi kertas yang sudah ada sketsanya. Peserta mulai lomba dengan teknik sigra atau penegasan, pengisian tinta hitam,” jelasnya. Kriteria penilaian terkait teknik melukis Gaya Batuan.
Lukisan Gaya Batuan telah masuk sebagai warisan budaya tak benda dari UNESCO serta 5 Desember 2019 Perkumpulan Baturulangun mendapatkan penghargaan Kerthi Bhuwana Sandhi Nugraha dari Gubernur Bali atas dedikasinya melestarikan lukisan Batuan. *nvi
Tampka, Mira Bella Kertiyasa, 10, cucu tokoh Puri Agung Ubud Tjokorda Raka Kerthyasa (Cok Ibah) antusias mengikuti lonba. Mengenakan kaos warna merah dan kamen, gadis berambut pirang ini konsentrasi menorehkan tinta hitam pada lukisan pewayangan.
“Sudah lima kali ikut latihan,” ujarnya. Ketertarikannya dengan lukisan Batuan bermula dari pertemananya dengan anak Desa Batuan yang tinggal tak jauh dari salah satu Villa tempatnya menginap di kawasan Batuan.
Menurut Wakil Ketua Panitia I Kadek Karyana, festival ini berlangsung selama tiga hari sejak Selasa (24/12) hingga Kamis (26/12). Diawali dengan kegiatan pameran seni kerajinan, pameran bonsai, jalan santai, donor darah, dan pembukaan lomba topeng melampahan Nangluk Merana. Terkait lomba melukis Gaya Batuan, digelar sebagai ajang pelestarian seni budaya Batuan pada generasi muda. “Melukis adalah satu seni diantara beragam seni yang berkembang di Desa Batuan. Menyasar kalangan anak-anak agar mereka mencintai seni sejak usia dini,” jelasnya. Antusias anak-anak mengikuti lomba pun cukup tinggi, dilihat dari jumlah peserta yang mencapai 100 anak-anak. Ditambahkan, menuju hari jadi Desa Pakraman Batuan ke 1.000 pada
Sebelum rencana tersebut terwujud, panitia mengisi festival dengan Lomba Topeng Melampahan Nangluk Merana yang memperebutkan piala Bupati Gianyar. Lomba serupa, pernah digelar tahun 2013. “Baru setelah 6 tahun lomba topeng ini bisa kembali kami gelar, atas dorongan dari para maestro maupun peserta lomba yang ingin unjuk diri,” jelasnya. Diungkapkan, lomba topeng ini menarik minat para penari topeng seluruh Bali. Namun karena keterbatasan waktu, jumlah peserta yang diterima hanya 24 orang. Setiap peserta diberikan durasi waktu 24 menit memerankan 3 karakter yakni Topeng Keras, Penasar dan Dalem Arsa Wijaya. “Kali ini yang dinilai tidak saja panglembar atau gerak tari, tai juga vocal. Karena dua hal ini erat kaitannya dengan tari Topeng,” jelasnya.
Ketua Baturulangun I Ketut Sadia selaku tim penilai mengatakan kriteria lomba terdiri dari Pepatran dan Pewayangan. Pepatran atau melukis motif dilombakan untuk peserta kelas 3 dan 4 SD, sedangkan melukis pewayangan untuk kelas 5 dan 6 SD. “Kami fasilitasi kertas yang sudah ada sketsanya. Peserta mulai lomba dengan teknik sigra atau penegasan, pengisian tinta hitam,” jelasnya. Kriteria penilaian terkait teknik melukis Gaya Batuan.
Lukisan Gaya Batuan telah masuk sebagai warisan budaya tak benda dari UNESCO serta 5 Desember 2019 Perkumpulan Baturulangun mendapatkan penghargaan Kerthi Bhuwana Sandhi Nugraha dari Gubernur Bali atas dedikasinya melestarikan lukisan Batuan. *nvi
Komentar