Masyarakat Akan Dibebaskan Memilih Asuransi Kesehatan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Letjen (Purn) dr Terawan Agus Putranto SpRad (K) RI mengatakan Universal Health Coverage (UHC) dimaksudkan untuk cakupan akses pelayanan kesehatan, bukan cakupan kepesertaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
DENPASAR, NusaBali
Artinya, bukan berarti semua masyarakat harus menjadi peserta JKN, tetapi semua masyarakat dapat mengakses layanan kesehatan. Sehingga nantinya masyarakat akan dibebaskan memilih asuransi kesehatan sesuai budget dan kemampuan membayar.
“Sistem gotong royong BPJS Kesehatan ini harus lebih dipahami. Gotong royong dalam hal ini adalah yang mampu membiayai yang kurang mampu atau tidak mampu. Tetapi saat ini kondisinya justru yang tidak mampu membiayai yang mampu,” ujarnya, belum lama ini saat menghadiri HUT ke-60 RSUP Sanglah Denpasar.
Menurutnya, bagi masyarakat yang tergolong mampu dipersilahkan untuk memilih asuransi kesehatan sesuai kemampuan membayarnya. Namun jika masyarakat yang mampu tetap memilih JKN, maka peserta harus mau menerima layanan kesehatan sesuai budget yang ada. Selama ini, kata dr Terawan, BPJS Kesehatan membiayai layanan kesehatan yang tidak terbatas dengan budget yang terbatas.
“Kita hargai kemampuan masyarakat kita. Kalau ada yang punya (mampu, red), ya bisa ikut asuransi yang lain. Bayangkan uang orang yang tidak mampu dipakai membiayai orang yang tidak miskin. Baik APBN maupun APBD nanti jadi kewalahan,” jelasnya.
Soal UHC, sesuai tujuannya yakni untuk memeratakan cakupan akses kesehatan kepada masyarakat, Menkes Terawan mengaku pemerintah berencana akan menghapus persyaratan jumlah dokter spesialis sesuai dengan tipe rumah sakit. “Nantinya tidak ada syarat jumlah dokter spesialis untuk akreditasi rumah sakit. Jadi setiap rumah sakit dibebaskan menerima dokter spesialis sesuai dengan kemampuannya. Tidak dibatasi sesuai dengan tipe rumah sakit,” jelasnya.
Begitu juga dengan sistem rujukan berjenjang. Nantinya tidak ada namanya rujukan berjenjang tetapi rujukan kompetensi. Pemerintah juga akan meniadakan akreditasi untuk Puskesmas, dan lebih mendorong Puskesmas untuk lebih melakukan tindakan promotif dan kuratif. Diharapkan dengan sistem rujukan kompetensi ini akan mewujudkan pemerataan SDM dokter spesialis ke daerah-daerah. “Dokter spesialis terkadang mau mengabdi di daerahnya tetapi terbatas pembatasan dokter spesialis ini. Kebijakan ini diharapkan bisa meratakan keberadaan dokter spesialis ke daerah-daerah,” tandasnya. *ind
“Sistem gotong royong BPJS Kesehatan ini harus lebih dipahami. Gotong royong dalam hal ini adalah yang mampu membiayai yang kurang mampu atau tidak mampu. Tetapi saat ini kondisinya justru yang tidak mampu membiayai yang mampu,” ujarnya, belum lama ini saat menghadiri HUT ke-60 RSUP Sanglah Denpasar.
Menurutnya, bagi masyarakat yang tergolong mampu dipersilahkan untuk memilih asuransi kesehatan sesuai kemampuan membayarnya. Namun jika masyarakat yang mampu tetap memilih JKN, maka peserta harus mau menerima layanan kesehatan sesuai budget yang ada. Selama ini, kata dr Terawan, BPJS Kesehatan membiayai layanan kesehatan yang tidak terbatas dengan budget yang terbatas.
“Kita hargai kemampuan masyarakat kita. Kalau ada yang punya (mampu, red), ya bisa ikut asuransi yang lain. Bayangkan uang orang yang tidak mampu dipakai membiayai orang yang tidak miskin. Baik APBN maupun APBD nanti jadi kewalahan,” jelasnya.
Soal UHC, sesuai tujuannya yakni untuk memeratakan cakupan akses kesehatan kepada masyarakat, Menkes Terawan mengaku pemerintah berencana akan menghapus persyaratan jumlah dokter spesialis sesuai dengan tipe rumah sakit. “Nantinya tidak ada syarat jumlah dokter spesialis untuk akreditasi rumah sakit. Jadi setiap rumah sakit dibebaskan menerima dokter spesialis sesuai dengan kemampuannya. Tidak dibatasi sesuai dengan tipe rumah sakit,” jelasnya.
Begitu juga dengan sistem rujukan berjenjang. Nantinya tidak ada namanya rujukan berjenjang tetapi rujukan kompetensi. Pemerintah juga akan meniadakan akreditasi untuk Puskesmas, dan lebih mendorong Puskesmas untuk lebih melakukan tindakan promotif dan kuratif. Diharapkan dengan sistem rujukan kompetensi ini akan mewujudkan pemerataan SDM dokter spesialis ke daerah-daerah. “Dokter spesialis terkadang mau mengabdi di daerahnya tetapi terbatas pembatasan dokter spesialis ini. Kebijakan ini diharapkan bisa meratakan keberadaan dokter spesialis ke daerah-daerah,” tandasnya. *ind
Komentar