Teruna Lingsir Tinggal di Gubuk Layaknya 'Kandang Sapi' dan Tanpa Lampu Penerang
Seorang laki-laki, I Nyoman Sudama, 55, yang akrab dipanggil Nyoman Karma warga Banjar Munduk Andong, Desa Bangli, Kecamatan Baturiti, Tabanan hidupnya memprihatinkan.
TABANAN, NusaBali
Nyoman Karma tidak pernah menikah, hidup sebatang kara, tinggal di gubuk reyot layaknya kandang sapi. Parahnya lagi gubuk yang ditempati tersebut saat hujan deras kerap bocor.
Pantauan pada Rabu (1/1) pagi, Nyoman Karma sedang persiapan membuat bubur. Gubuk berukuran 3 meter x 2 meter tersebut, difungsikan untuk dapur dan tempat tidur, sehingga atap yang terbuat dari asbes tampak menghitam.
Gubuk yang ditempatinya posisinya sudah agak miring. Dinding bagian depan terbuat dari bambu yang dibelah, sedangkan di bagian samping dan belakang hanya berdinding plastik dan kain yang disambung. “Sudah lama saya tinggal begini, sejak orangtua meninggal,” ujar Nyoman Karma.
Menurutnya lahan yang ditempatinya tersebut milik iparnya, I Ketut Wirya, suami adiknya, Ni Ketut Suci. Sejak dulu semasih orangtuanya hidup, Nyoman Karma sudah menempati lahan seluas 6 are itu. “Ini bukan lahan saya. Ini milik orang. Saya diberi izin untuk tinggal,” imbuhnya.
Dulu saat orangtuanya, I Ketut Loji dan Ni Nyoman Jedeng, hidup ada satu bangunan dengan panjang 9 meter berdiri. Namun saat hujan deras disertai angin, bagian atapnya diterbangkan oleh angin.
Kesehariannya Nyoman Karma hanya menyabit rumput untuk empat ekor sapi yang dia kadas (milik orang lain). Kadang Nyoman Karma juga maburuh nyangkul di kebun. Upah yang didapat sesuai dengan waktu kerja. Jika kerja dari pagi sampai siang hanya mendapat upah Rp 50.000, kalau sampai sore dapat upah Rp 100.000.
Upah tersebut dia gunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Sehingga sangat kurang untuk membenahi gubuk yang ditempati. “Kalau untuk sayur, saya cari pucuk daun labu, kadang-kadang saya juga beli mi,” imbuhnya.
Nyoman Karma tidak menikah. Dia bersaudara empat orang. Kedua kakak serta adiknya perempuan sudah menikah. Sejak ditinggal orangtuanya, Nyoman Karma tinggal seorang diri. “Orangtua saya meninggal sudah lama, lebih dari 10 tahun. Sekarang sudah bersih, biaya upacara menggunakan dana dari hasil jual sapi,” tuturnya.
Gubuk yang ditempati Nyoman Karma tidak memiliki lampu. Tiap malam dia menggunakan lilin untuk penerangan. Semasih orangtuanya ada, dia sempat mendapat aliran listrik dari sang adik, namun sekarang sudah tidak lagi.
Sedangkan untuk air bersih, Nyoman Karma memanfaatkan pancuran yang ada di timur rumahnya kira-kira berjarak 100 meter. Untuk mandi dan buang air, Nyoman Karma memanfaatkan air beji karena tidak memiliki kamar mandi. “Saya cari air minum dan untuk masak di beji, saya ambil tiap hari gunakan jerigen,” terangnya.
Diakuinya, bantuan pemerintah seperti beras raskin sempat didapat namun sekitar empat bulan lalu sudah tidak menerima. “Saya beli beras sekarang, dulu memang dapat,” katanya.
Sementara itu Ketut Wirya notabene ipar Nyoman Karma mengaku keluarga Nyoman Karma memang tidak mampu. Sepengetahuannya sudah tiga kali pindah tempat tinggal. Karena merasa kasihan dan masih keluarganya, akhirnya diberikah lahan untuk tempat tinggal. “Jadi dari neneknya masih ada sudah tinggal di sana (lahan miliknya),” ujarnya.
Dia pun mengaku sudah merelakan lahan tersebut diberikan kepada Nyoman Karma agar bisa mendapat bantuan bedah rumah. “Saya berikan lahannya kalau disertifikatkan, tidak masalah agar dapat bantuan bedah rumah,” tegas Ketut Wirya.
Bahkan jika harus menambah lahan Ketut Wirya bersedia memberikan lagi. “Waktu masih ada orangtuanya, ada palinggih, sekarang karena tinggal sendiri jarang dirawat. Saya berharap dengan segera dia (Nyoman Karma) dapat bantuan bedah rumah. Karena saya hanya bisa membantu berikan lahan saja,” kata Ketut Wirya.
Perbekel Desa Bangli I Made Adiasa ketika dikonfirmasi membenarkan bahwa Nyoman Karma memang warga kurang mampu. Untuk tempat tinggal memang diberikan lahan oleh Ketut Wirya.
Mengenai apakah sebelumnya sudah diajukan bedah rumah, bantuan raskin, dan mengajukan Nyoman Karma masuk dalam program PKH, pihaknya mengaku belum memastikan lantaran baru pada 24 Desember 2019 menjadi perbekel terpilih. “Begini, saya baru pada 24 Desember 2019 menjadi perbekel terpilih. Saya belum bisa memastikan semuanya, masih akan berkoordinasi dengan kelian dinas. Karena banyak hari raya belum bisa bertemu,” kata Made Adiasa.
Bendesa Adat Munduk Andong I Made Sudiadnyana mengatakan Nyoman Karma memang warga tidak mampu. Mengenai tempat tinggal pihaknya bersama Ketut Wirya (satu keluarga) sudah memberikan lahan.
Bahkan sepengetahuannya tiga tahun lalu sempat dijanjikan bedah rumah. Dia berharap Nyoman Karma diperhatikan oleh pemerintah, terutama bantuan bedah rumah. “Sekarang sudah musim hujan, kalau hujan deras Nyoman Karma pasti menginap di tetangga,” tuturnya. *des
Pantauan pada Rabu (1/1) pagi, Nyoman Karma sedang persiapan membuat bubur. Gubuk berukuran 3 meter x 2 meter tersebut, difungsikan untuk dapur dan tempat tidur, sehingga atap yang terbuat dari asbes tampak menghitam.
Gubuk yang ditempatinya posisinya sudah agak miring. Dinding bagian depan terbuat dari bambu yang dibelah, sedangkan di bagian samping dan belakang hanya berdinding plastik dan kain yang disambung. “Sudah lama saya tinggal begini, sejak orangtua meninggal,” ujar Nyoman Karma.
Menurutnya lahan yang ditempatinya tersebut milik iparnya, I Ketut Wirya, suami adiknya, Ni Ketut Suci. Sejak dulu semasih orangtuanya hidup, Nyoman Karma sudah menempati lahan seluas 6 are itu. “Ini bukan lahan saya. Ini milik orang. Saya diberi izin untuk tinggal,” imbuhnya.
Dulu saat orangtuanya, I Ketut Loji dan Ni Nyoman Jedeng, hidup ada satu bangunan dengan panjang 9 meter berdiri. Namun saat hujan deras disertai angin, bagian atapnya diterbangkan oleh angin.
Kesehariannya Nyoman Karma hanya menyabit rumput untuk empat ekor sapi yang dia kadas (milik orang lain). Kadang Nyoman Karma juga maburuh nyangkul di kebun. Upah yang didapat sesuai dengan waktu kerja. Jika kerja dari pagi sampai siang hanya mendapat upah Rp 50.000, kalau sampai sore dapat upah Rp 100.000.
Upah tersebut dia gunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Sehingga sangat kurang untuk membenahi gubuk yang ditempati. “Kalau untuk sayur, saya cari pucuk daun labu, kadang-kadang saya juga beli mi,” imbuhnya.
Nyoman Karma tidak menikah. Dia bersaudara empat orang. Kedua kakak serta adiknya perempuan sudah menikah. Sejak ditinggal orangtuanya, Nyoman Karma tinggal seorang diri. “Orangtua saya meninggal sudah lama, lebih dari 10 tahun. Sekarang sudah bersih, biaya upacara menggunakan dana dari hasil jual sapi,” tuturnya.
Gubuk yang ditempati Nyoman Karma tidak memiliki lampu. Tiap malam dia menggunakan lilin untuk penerangan. Semasih orangtuanya ada, dia sempat mendapat aliran listrik dari sang adik, namun sekarang sudah tidak lagi.
Sedangkan untuk air bersih, Nyoman Karma memanfaatkan pancuran yang ada di timur rumahnya kira-kira berjarak 100 meter. Untuk mandi dan buang air, Nyoman Karma memanfaatkan air beji karena tidak memiliki kamar mandi. “Saya cari air minum dan untuk masak di beji, saya ambil tiap hari gunakan jerigen,” terangnya.
Diakuinya, bantuan pemerintah seperti beras raskin sempat didapat namun sekitar empat bulan lalu sudah tidak menerima. “Saya beli beras sekarang, dulu memang dapat,” katanya.
Sementara itu Ketut Wirya notabene ipar Nyoman Karma mengaku keluarga Nyoman Karma memang tidak mampu. Sepengetahuannya sudah tiga kali pindah tempat tinggal. Karena merasa kasihan dan masih keluarganya, akhirnya diberikah lahan untuk tempat tinggal. “Jadi dari neneknya masih ada sudah tinggal di sana (lahan miliknya),” ujarnya.
Dia pun mengaku sudah merelakan lahan tersebut diberikan kepada Nyoman Karma agar bisa mendapat bantuan bedah rumah. “Saya berikan lahannya kalau disertifikatkan, tidak masalah agar dapat bantuan bedah rumah,” tegas Ketut Wirya.
Bahkan jika harus menambah lahan Ketut Wirya bersedia memberikan lagi. “Waktu masih ada orangtuanya, ada palinggih, sekarang karena tinggal sendiri jarang dirawat. Saya berharap dengan segera dia (Nyoman Karma) dapat bantuan bedah rumah. Karena saya hanya bisa membantu berikan lahan saja,” kata Ketut Wirya.
Perbekel Desa Bangli I Made Adiasa ketika dikonfirmasi membenarkan bahwa Nyoman Karma memang warga kurang mampu. Untuk tempat tinggal memang diberikan lahan oleh Ketut Wirya.
Mengenai apakah sebelumnya sudah diajukan bedah rumah, bantuan raskin, dan mengajukan Nyoman Karma masuk dalam program PKH, pihaknya mengaku belum memastikan lantaran baru pada 24 Desember 2019 menjadi perbekel terpilih. “Begini, saya baru pada 24 Desember 2019 menjadi perbekel terpilih. Saya belum bisa memastikan semuanya, masih akan berkoordinasi dengan kelian dinas. Karena banyak hari raya belum bisa bertemu,” kata Made Adiasa.
Bendesa Adat Munduk Andong I Made Sudiadnyana mengatakan Nyoman Karma memang warga tidak mampu. Mengenai tempat tinggal pihaknya bersama Ketut Wirya (satu keluarga) sudah memberikan lahan.
Bahkan sepengetahuannya tiga tahun lalu sempat dijanjikan bedah rumah. Dia berharap Nyoman Karma diperhatikan oleh pemerintah, terutama bantuan bedah rumah. “Sekarang sudah musim hujan, kalau hujan deras Nyoman Karma pasti menginap di tetangga,” tuturnya. *des
Komentar