Pembebasan Lahan Shortcut Titik 7-8 dan 9-10 Masih Terkendala Nilai Ganti Rugi
Proses pembebasan lahan proyek Shortcut Titik 7-8 dan Titik 9-10 di Jalur Denpasar-Singaraja via Bedugul masih terkendala pembayaran ganti rugi.
SINGARAJA, NusaBali
Masalahnya, belum semua pemilik lahan proyek shortcut di tiga desa bertetangga kawasan Kecamatan Sukasada, Buleleng: Desa Wanagiri-Desa Pegayaman-Desa Gitgit sepakat dengan nilai ganti rugi yang ditetapkan oleh Tim Appraisal (penaksir harga independen).
Data dari Badan Pertanahan Negera (BPN) Buleleng, Kamis (2/1), lahan yang dibebaskan untuk proyek Shortcut Titik 7-8 dan Titik 9-10 seluas 22 hektare, terbagi dalam 299 bidang tabah. Dari jumlah itu, baru 134 bidang yang dapat diproses pembayarannya karena sang pemilik lahan setuju dengan nilai ganti rugi. Sedangkan 165 bidang tanah lagi belum bisa dibebaskan, karena pemilik lahan keberatan dengan nilai ganti rugi yang diterima.
Kepala BPN Buleleng, Komang Wedana, yang sekaligus bertindang selaku Ketua Pelaksana Pengadaan Lahan Shortcut Titik 7-8 dan Titik 9-10, mengakui masih banyak bidang lahan yang belum dapat diproses pembayaran ganti ruginya. Tapi, persoalan ini bukan karena seluruh pemilik lahan keberatan dengan nilai ganti rugi. Menurut Komang Wedana, proses pembayaran belum dapat diajukan karena berkasnya belum lengkap.
“Memang baru 134 bidang tanah yang dapat diajukan untuk pembayaran. Sisanya belum, karena berkasnya belum lengkap. Kalau berkasnya sudah lengkap nanti, baru bisa diajukan proses pembayaran ke Pemprov Bali,” ungkap Wedana saat dikonfirmasi NusaBali di Singaraja, Kamis kemarin.
Wedana menegaskan, terhadap keberatan pemilik lahan, pihaknya masih mendata jumlah mereka. Namun, saat ini pihaknya masih fokus terhadap berkas yang sudah lengkap untuk segera diajukan pengamprahan pencairan dana ganti ruginya. “Tadi Unit Prioritas dan Validasi Ddata BPN masih fokus terhadap 134 berkas yang sudah lengkap itu untuk proses pengajuan pencairan dana ganti ruginya,” tandas Wedana.
Proses pembayaran ganti rugi lahan proyek Shortcut Titik 7-8 dan Titik 9-10 Jalur Denpasar-Singaraja via Bedugul kepada pemilik tanah sudah mulai dilakukan pemerintah. Diawali dengan penyerahan nilai ganti rugi atas lahan yang dibebaskan kepada masing-masing pemilik lahan, Minggu (29/12) pagi, di Gedung Kesenian Gde Manik, Jalan Udayana Singaraja.
Penyerahan nilai ganti rugi tersebut dilakukan oleh Panitia Pelaksana Pengadaan Lahan Shortcut Titik 7-8 dan Titik 9-10 dari Badan Pertanahan Negara (BPN) Singaraja. Nilai ganti rugi tersebut ditentukan oleh Tim Appraisal yang turun menilai harga tanah dan semua yang ada di atas lahan yang dibebaskan.
Ada pun luas lahan yang dibebaskan untuk proyek Shortcut Titik 7-8 dan Titik 9-10 mencapai 22 hektare, terbagi dalam 299 bidang tanah. Rinciannya, 175 bidang tanah di Desa Pegayaman (sisi tengah), 115 bidang tanah di Desa Gitgit (sisi utara), dan 9 bidang tanah di Desa Wanagiri (sisi selatan). Pemprov Bali mengalokasikan dana sebesar Rp 190 miliar untuk pembebasan lahan shortcut ini.
Ternyata, banyak pemilik lahan keberatan karena besaran nilai ganti rugi dianggap tidak wajar. Salah satunya, Imam Muhajir, 62, pemilik lahan shortcut asal Banjar Kubu, Desa Pegayaman. Muhajir hanya mendapatkan nilai ganti rugi sekitar Rp 50 juta atas lahannya seluas 1,5 are berisi 15 pohon cengkih.
Menurut Muhajir, lahannya seluas 1,5 are hanya dihargai Rp 30 juta, sedangkan tanaman cengkihnya hanya dihargai Rp 1 juta per pohon. Padahal, kata Muhajir, di Desa Pegayaman sangat sulit membeli lahan seluas 1 are, karena harga pasaran rata-rata Rp 100 juta per are.
“Kalau belinya 1 hektare, mungkin dapat harga Rp 7 juta per are. Tetapi, siapa yang membeli tanah seluas itu? Paling belinya hanya 1 are. Namun, membeli tanah 1 are di Pegayaman itu harganya sudah Rp 100 juta. Sekarang tanah saya 1,5 are hanya dihargai Rp 30 juta. Bagaimana bisa dapat beli tanah lagi?” tanya Muhajir kesal.
Gubernur Bali Wayan Koster pun memberi atensi khusus terkait keberatan warga pemilik lahan atas ganti rugi yang dinilai tidak wajar ini. Gubernur Koster meminta Dinas PUPR Provinsi Bali segera menyelesaikan persoalan tersebut, agar tidak menghambat pengerjaan fisik ruas jalan Shortcut Titik 7-8 dan Titik 9-10. *k19
Data dari Badan Pertanahan Negera (BPN) Buleleng, Kamis (2/1), lahan yang dibebaskan untuk proyek Shortcut Titik 7-8 dan Titik 9-10 seluas 22 hektare, terbagi dalam 299 bidang tabah. Dari jumlah itu, baru 134 bidang yang dapat diproses pembayarannya karena sang pemilik lahan setuju dengan nilai ganti rugi. Sedangkan 165 bidang tanah lagi belum bisa dibebaskan, karena pemilik lahan keberatan dengan nilai ganti rugi yang diterima.
Kepala BPN Buleleng, Komang Wedana, yang sekaligus bertindang selaku Ketua Pelaksana Pengadaan Lahan Shortcut Titik 7-8 dan Titik 9-10, mengakui masih banyak bidang lahan yang belum dapat diproses pembayaran ganti ruginya. Tapi, persoalan ini bukan karena seluruh pemilik lahan keberatan dengan nilai ganti rugi. Menurut Komang Wedana, proses pembayaran belum dapat diajukan karena berkasnya belum lengkap.
“Memang baru 134 bidang tanah yang dapat diajukan untuk pembayaran. Sisanya belum, karena berkasnya belum lengkap. Kalau berkasnya sudah lengkap nanti, baru bisa diajukan proses pembayaran ke Pemprov Bali,” ungkap Wedana saat dikonfirmasi NusaBali di Singaraja, Kamis kemarin.
Wedana menegaskan, terhadap keberatan pemilik lahan, pihaknya masih mendata jumlah mereka. Namun, saat ini pihaknya masih fokus terhadap berkas yang sudah lengkap untuk segera diajukan pengamprahan pencairan dana ganti ruginya. “Tadi Unit Prioritas dan Validasi Ddata BPN masih fokus terhadap 134 berkas yang sudah lengkap itu untuk proses pengajuan pencairan dana ganti ruginya,” tandas Wedana.
Proses pembayaran ganti rugi lahan proyek Shortcut Titik 7-8 dan Titik 9-10 Jalur Denpasar-Singaraja via Bedugul kepada pemilik tanah sudah mulai dilakukan pemerintah. Diawali dengan penyerahan nilai ganti rugi atas lahan yang dibebaskan kepada masing-masing pemilik lahan, Minggu (29/12) pagi, di Gedung Kesenian Gde Manik, Jalan Udayana Singaraja.
Penyerahan nilai ganti rugi tersebut dilakukan oleh Panitia Pelaksana Pengadaan Lahan Shortcut Titik 7-8 dan Titik 9-10 dari Badan Pertanahan Negara (BPN) Singaraja. Nilai ganti rugi tersebut ditentukan oleh Tim Appraisal yang turun menilai harga tanah dan semua yang ada di atas lahan yang dibebaskan.
Ada pun luas lahan yang dibebaskan untuk proyek Shortcut Titik 7-8 dan Titik 9-10 mencapai 22 hektare, terbagi dalam 299 bidang tanah. Rinciannya, 175 bidang tanah di Desa Pegayaman (sisi tengah), 115 bidang tanah di Desa Gitgit (sisi utara), dan 9 bidang tanah di Desa Wanagiri (sisi selatan). Pemprov Bali mengalokasikan dana sebesar Rp 190 miliar untuk pembebasan lahan shortcut ini.
Ternyata, banyak pemilik lahan keberatan karena besaran nilai ganti rugi dianggap tidak wajar. Salah satunya, Imam Muhajir, 62, pemilik lahan shortcut asal Banjar Kubu, Desa Pegayaman. Muhajir hanya mendapatkan nilai ganti rugi sekitar Rp 50 juta atas lahannya seluas 1,5 are berisi 15 pohon cengkih.
Menurut Muhajir, lahannya seluas 1,5 are hanya dihargai Rp 30 juta, sedangkan tanaman cengkihnya hanya dihargai Rp 1 juta per pohon. Padahal, kata Muhajir, di Desa Pegayaman sangat sulit membeli lahan seluas 1 are, karena harga pasaran rata-rata Rp 100 juta per are.
“Kalau belinya 1 hektare, mungkin dapat harga Rp 7 juta per are. Tetapi, siapa yang membeli tanah seluas itu? Paling belinya hanya 1 are. Namun, membeli tanah 1 are di Pegayaman itu harganya sudah Rp 100 juta. Sekarang tanah saya 1,5 are hanya dihargai Rp 30 juta. Bagaimana bisa dapat beli tanah lagi?” tanya Muhajir kesal.
Gubernur Bali Wayan Koster pun memberi atensi khusus terkait keberatan warga pemilik lahan atas ganti rugi yang dinilai tidak wajar ini. Gubernur Koster meminta Dinas PUPR Provinsi Bali segera menyelesaikan persoalan tersebut, agar tidak menghambat pengerjaan fisik ruas jalan Shortcut Titik 7-8 dan Titik 9-10. *k19
Komentar