Seniman Multitalenta Julie Taymor Berbagi Ilmu di ISI Denpasar
Mengawali lembaran baru tahun 2020, Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar menghadirkan sutradara, film director, pegiat teater, sekaligus ahli animasi dan topeng ternama asal Amerika Serikat, Julie Taymor dalam kuliah umum di kampus setempat, Kamis (2/1).
DENPASAR, NusaBali
Kuliah umum ini disebut-sebut sebagai persiapan ISI Denpasar menuju akreditasi internasional. “Mengawali tahun 2020, karena ke depan ISI Denpasar akan segera melakukan akreditasi internasional, jadi kegiatan pertama di awal tahun baru ini kami isi dengan kuliah umum yang mendatangkan Julie Taymor. Seorang multitalenta, baik sebagai sutradara, director film, tokoh teater, ahli animasi, dan talenta lainnya. Beliau sangat terkenal dengan karyanya Lion King,” ujar Rektor ISI Denpasar, Prof Dr I Gede Arya Sugiartha SSKar MHum.
Prof Arya mengatakan, kunjungan Julie Taymor ke ISI Denpasar di awal tahun 2020 ini merupakan kunjungan kedua kalinya, setelah kunjungan pertama 40 tahun lalu. Kala itu, ISI Denpasar masih bernama ASTI Denpasar. Diakui, mencari seniman yang multitalenta seperti Julie Taymor memang sulit. Karenanya, kuliah umum ini diharapkan mampu memberikan pemahaman tentang creative art, serta memacu semangat civitas akademikan ISI Denpasar untuk berkarya dengan berangkat dari tradisi atau kearifan lokal, tapi bisa menggema dan bisa diterima secara universal. “Kebetulan Julie sedang berlibur, jadi saya ajak untuk bisa memberikan kuliah umum di ISI Denpasar. Di pusat-pusat pertunjukan seni dunia di Amerika Serikat, nama Julie Taymor sudah sangat terkenal. Sehingga melalui kuliah umum ini nantinya tidak hanya mengakomodasi satu program studi. Tari bisa, teater, pedalangan, fashion desain, fotografi, televisi dan film pun bisa,” jelasnya.
Sementara Guru Besar Seni Tari ISI Denpasar, Prof Dr I Wayan Dibia SST MA, sekaligus yang memandu kuliah umum mengatakan, melihat dari sederet karya-karya monumental Julie Taymor seperti Lion King, Tempest, Midnight Summer Dream, serta karya lainnya, maka seorang kreator seni sangat penting membekali diri dengan seni budaya tradisional di sekitarnya. Keliru bila orang mengatakan untuk melahirkan karya seni modern, harus meninggalkan seni budaya tradisi.
Hal ini terbukti dilihat dari keberanian, kreativitas serta kecerdasan estetik yang tinggi, Julie Taymor mampu mengolah unsur-unsur budaya tradisional dan melahirkan karya-karya baru berkelas dunia. Sosok Julie Taymor yang memiliki kecerdasan seni, menjadikannya multitalenta, di antaranya sebagai sutradara teater dan film, pembuat topeng dan wayang, pematung, perancang kostum, seniman animator, dan sebagainya. “Dengan kuliah umum yang diberikan Julie nanti, saya berharap mahasiswa bisa belajar bagaimana dia menggunakan elemen-elemen budaya kita untuk menghasilkan karya-karya modern. Dalam kata lain, seorang Julie Taymor dalam menangkap elemen budaya Bali kemudian memasukkan ke dalam karyanya, ini membuktikan kalau elemen budaya tradisi masih sangat relevan untuk menghasilkan karya baru, kontemporer, maupun eksperimental,” katanya.
Sedangkan Julie Taymor menolak jika pertemuan kemarin dinamakan kuliah umum. Pasalnya, dia hanya berbagi pengalaman, dan itu pun seputar budaya Indonesia. Bagi Julie, Bali masih sangat menarik dijadikan inspirasi menciptakan karya seni. Hal ini karena seluruh elemen kehidupan di Bali masih berjalan seimbang. “Yang paling menarik bagi orang Barat adalah kesenian teater terkait dengan kehidupan sehari-hari. Sebenarnya saya takut dan khawatir melihat perubahan modern di Bali. Tapi syukurnya, Bali masih seimbang. Ketakutan saya tidak beralasan karena Bali masih tetap bisa mempertahankan nilai-nilai budayanya di tengah gempuran modern,” terangnya.
Konsep keseimbangan dan kesederhanaan menurutnya merupakan kunci penting. Sehingga tidak perlu menggunakan banyak teknologi mahal untuk memproduksi suatu karya. Karenanya dalam produksi Lion King, justru bagian paling penting tidak melibatkan teknologi yang terlalu mahal. “Contohnya saya menggunakan senter kecil dan gambaran mulut lalu digerakkan, itu bisa membuat ribuan orang tertawa. Kesederhaan dan juga keseimbangan penting,” imbuhnya.
Julie Taymor sendiri menggeluti dunia teater sejak berusia 8 tahun. Pada tahun 1976 Julie datang ke Bali untuk melakukan eksperimen seni dengan sejumlah seniman Pulau Dewata, termasuk juga di ASTI Denpasar. Dia juga bekerjasama dengan seorang seniman asal Tampaksiring, yaitu I Made Pasek Tempo, dengan anak-anaknya. Dengan memasukkan unsur-unsur budaya Bali yang diamati di Trunyan Bangli, di Bugbug Karangasem, dan di Peti Tenget Badung, ia pun melahirkan sebuah karya yang diberi nama Teater Loh (Loh Jinawi), garapan teater yang bicara tentang kemakmuran. *ind
Prof Arya mengatakan, kunjungan Julie Taymor ke ISI Denpasar di awal tahun 2020 ini merupakan kunjungan kedua kalinya, setelah kunjungan pertama 40 tahun lalu. Kala itu, ISI Denpasar masih bernama ASTI Denpasar. Diakui, mencari seniman yang multitalenta seperti Julie Taymor memang sulit. Karenanya, kuliah umum ini diharapkan mampu memberikan pemahaman tentang creative art, serta memacu semangat civitas akademikan ISI Denpasar untuk berkarya dengan berangkat dari tradisi atau kearifan lokal, tapi bisa menggema dan bisa diterima secara universal. “Kebetulan Julie sedang berlibur, jadi saya ajak untuk bisa memberikan kuliah umum di ISI Denpasar. Di pusat-pusat pertunjukan seni dunia di Amerika Serikat, nama Julie Taymor sudah sangat terkenal. Sehingga melalui kuliah umum ini nantinya tidak hanya mengakomodasi satu program studi. Tari bisa, teater, pedalangan, fashion desain, fotografi, televisi dan film pun bisa,” jelasnya.
Sementara Guru Besar Seni Tari ISI Denpasar, Prof Dr I Wayan Dibia SST MA, sekaligus yang memandu kuliah umum mengatakan, melihat dari sederet karya-karya monumental Julie Taymor seperti Lion King, Tempest, Midnight Summer Dream, serta karya lainnya, maka seorang kreator seni sangat penting membekali diri dengan seni budaya tradisional di sekitarnya. Keliru bila orang mengatakan untuk melahirkan karya seni modern, harus meninggalkan seni budaya tradisi.
Hal ini terbukti dilihat dari keberanian, kreativitas serta kecerdasan estetik yang tinggi, Julie Taymor mampu mengolah unsur-unsur budaya tradisional dan melahirkan karya-karya baru berkelas dunia. Sosok Julie Taymor yang memiliki kecerdasan seni, menjadikannya multitalenta, di antaranya sebagai sutradara teater dan film, pembuat topeng dan wayang, pematung, perancang kostum, seniman animator, dan sebagainya. “Dengan kuliah umum yang diberikan Julie nanti, saya berharap mahasiswa bisa belajar bagaimana dia menggunakan elemen-elemen budaya kita untuk menghasilkan karya-karya modern. Dalam kata lain, seorang Julie Taymor dalam menangkap elemen budaya Bali kemudian memasukkan ke dalam karyanya, ini membuktikan kalau elemen budaya tradisi masih sangat relevan untuk menghasilkan karya baru, kontemporer, maupun eksperimental,” katanya.
Sedangkan Julie Taymor menolak jika pertemuan kemarin dinamakan kuliah umum. Pasalnya, dia hanya berbagi pengalaman, dan itu pun seputar budaya Indonesia. Bagi Julie, Bali masih sangat menarik dijadikan inspirasi menciptakan karya seni. Hal ini karena seluruh elemen kehidupan di Bali masih berjalan seimbang. “Yang paling menarik bagi orang Barat adalah kesenian teater terkait dengan kehidupan sehari-hari. Sebenarnya saya takut dan khawatir melihat perubahan modern di Bali. Tapi syukurnya, Bali masih seimbang. Ketakutan saya tidak beralasan karena Bali masih tetap bisa mempertahankan nilai-nilai budayanya di tengah gempuran modern,” terangnya.
Konsep keseimbangan dan kesederhanaan menurutnya merupakan kunci penting. Sehingga tidak perlu menggunakan banyak teknologi mahal untuk memproduksi suatu karya. Karenanya dalam produksi Lion King, justru bagian paling penting tidak melibatkan teknologi yang terlalu mahal. “Contohnya saya menggunakan senter kecil dan gambaran mulut lalu digerakkan, itu bisa membuat ribuan orang tertawa. Kesederhaan dan juga keseimbangan penting,” imbuhnya.
Julie Taymor sendiri menggeluti dunia teater sejak berusia 8 tahun. Pada tahun 1976 Julie datang ke Bali untuk melakukan eksperimen seni dengan sejumlah seniman Pulau Dewata, termasuk juga di ASTI Denpasar. Dia juga bekerjasama dengan seorang seniman asal Tampaksiring, yaitu I Made Pasek Tempo, dengan anak-anaknya. Dengan memasukkan unsur-unsur budaya Bali yang diamati di Trunyan Bangli, di Bugbug Karangasem, dan di Peti Tenget Badung, ia pun melahirkan sebuah karya yang diberi nama Teater Loh (Loh Jinawi), garapan teater yang bicara tentang kemakmuran. *ind
Komentar