Anggaran Terbatas, 49.064 Peserta KIS-PBI Tabanan Dinonaktifkan
Dampak naiknya iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, membuat Pemprov Bali dan Pemkab Tabanan tidak bisa mengcover keseluruhan peserta pemegang Kartu Indonesia Sehat Penerima Bantuan Iuran (KIS-PBI).
TABANAN, NusaBali
Akibatnya, pemerintah terpaksa menonaktifkan 49.064 KIS-PBI di Kabupaten Tabanan. Di satu sisi, Dewan Tabanan menekankan jangan sampai ada pemotongan data untuk mengantisipasi keributan masyarakat.
Hal tersebut terungkap saat Komisi IV DPRD Tabanan dengan Dinas Kesehatan, Dinas Sosial Tabanan, dan BPJS menggelar rapat koordinasi terkait kenaikan iuran BPJS per 1 Januari 2020 di ruang sidang dewan, Senin (6/11). Kenaikan iuran mulanya Rp 23.000 menjadi Rp 42.000 per orang per bulan.
Tahun 2019 sebelum iuran naik, total penerima KIS-PBI di Tabanan sebanyak 122.388 jiwa, ditanggung menggunakan dana sharing antara Pemprov Bali dan Pemkab Tabanan dengan anggaran Rp 33 miliar lebih. Pembagian dana sharing itu, pemprov membayar sebesar 51 persen atau sejumlah Rp 17 miliar lebih dan Pemkab Tabanan sebanyak 49 persen atau Rp 16 miliar lebih.
Selanjutnya pada 2020, karena iuran naik untuk bisa mengcover 122.388 jiwa memerlukan anggaran sekitar Rp 61 miliar. Pemprov membayar Rp 31 miliar lebih dan Pemkab Tabanan membayar Rp 30 miliar lebih.
Namun setelah berkoordinasi dengan pemprov, ternyata pemprov hanya mampu mendanai Rp 18 miliar dan Pemkab Tabanan mengalokasikan Rp 18 miliar, sehingga total Rp 36 miliar. Dengan anggaran Rp 36 miliar itu, hanya bisa mengcover 73.324 jiwa. Atas kondisi itulah pemerintah terpaksa menonaktifkan sebanyak 49.064. Dan untuk bisa mengcover sejumlah 49.064 jiwa, pemerintah kekurangan anggaran Rp 24 miliar lebih, yang tentunya menggunakan dana sharing juga.
Kepala Dinas Sosial Tabanan Nyoman Gede Gunawan, menjelaskan dengan adanya Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Kenaikan Premi JKN, otomatis berimbas pada masalah anggaran. Setelah koordinasi, ternyata pemprov hanya bisa membiayai Rp 18 miliar. Dari anggaran itu hanya mampu mengcover 73.324 jiwa. “Sehingga ada 49.064 yang dinonaktifkan,” ujarnya.
Dikatakannya, data 49.064 sudah non aktif per 31 Desember 2019 sesuai perjanjian kerja sama dengan BPJS. Jika tidak diperbaharui, dan tetap di angka 122.388, dikhawatirkan kena penalti.
Dinas Sosial bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Tabanan mencari data yang dinonaktifkan. “Jadi masyarakat yang datanya dinonaktifkan adalah masyarakat yang belum pernah sama sekali menggunakan KIS-PBI. Dan yang aktif menggunakan KIS-PBI untuk berobat itu yang kami anggap aktif. Kalau mencari data sebanyak itu perlu enam bulan waktunya, bukan pekerjaan mudah,” beber Gunawan.
Namun setelah data sebanyak 73.324 tersebut dibawa ke BPJS, ada dikembalikan data sekitar 800 jiwa lebih tidak memenuhi syarat menerima KIS-PBI. Dan hal ini pun menjadi kesempatan untuk memperbaiki data sampai dengan 14 Januari. “Sehingga ada kesempatan sebagian data 49.064 jiwa bisa aktif kembali karena ada 800 lebih data yang dikembalikan karena tak penuhi syarat menerima KIS-PBI,” tegas Gunawan.
Solusinya, menurut Gunawan, untuk mengatasi itu harus ada dana sekitar Rp 24 miliar supaya bisa mengcover 49.064 jiwa tersebut.
Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD Tabanan I Made Suarta mengatakan solusi tersebut akan disetujui untuk menutup dana yang kurang sekitar Rp 24 miliar tersebut. Kemungkinan akan dialokasikan di anggaran perubahan. “Sekarang kita koordinasikan lebih lanjut dengan Bupati dan Ketua (DPR) agar bisa memberikan pelayanan dengan maksimal,” tegasnya.
Sedangkan Ketua DPRD Tabanan I Made Dirga menegaskan, apabila iuran PBI belum dibayarkan oleh pemda, jangan sampai langsung menonaktifkan dan tidak memberikan pelayanan kepada masyarakat. “Bolehkah kita pemerintah ngebon sementara ini? Jalankan dulu nanti belakangan dibayar, di anggaran berikutnya. Kalau sekarang dinonaktifkan, nanti ribut masyarakat. Kalau sekarang (pemda) membayar mau pakai apa, karena sudah lewat anggarannya,” tegas Dirga. *des
Hal tersebut terungkap saat Komisi IV DPRD Tabanan dengan Dinas Kesehatan, Dinas Sosial Tabanan, dan BPJS menggelar rapat koordinasi terkait kenaikan iuran BPJS per 1 Januari 2020 di ruang sidang dewan, Senin (6/11). Kenaikan iuran mulanya Rp 23.000 menjadi Rp 42.000 per orang per bulan.
Tahun 2019 sebelum iuran naik, total penerima KIS-PBI di Tabanan sebanyak 122.388 jiwa, ditanggung menggunakan dana sharing antara Pemprov Bali dan Pemkab Tabanan dengan anggaran Rp 33 miliar lebih. Pembagian dana sharing itu, pemprov membayar sebesar 51 persen atau sejumlah Rp 17 miliar lebih dan Pemkab Tabanan sebanyak 49 persen atau Rp 16 miliar lebih.
Selanjutnya pada 2020, karena iuran naik untuk bisa mengcover 122.388 jiwa memerlukan anggaran sekitar Rp 61 miliar. Pemprov membayar Rp 31 miliar lebih dan Pemkab Tabanan membayar Rp 30 miliar lebih.
Namun setelah berkoordinasi dengan pemprov, ternyata pemprov hanya mampu mendanai Rp 18 miliar dan Pemkab Tabanan mengalokasikan Rp 18 miliar, sehingga total Rp 36 miliar. Dengan anggaran Rp 36 miliar itu, hanya bisa mengcover 73.324 jiwa. Atas kondisi itulah pemerintah terpaksa menonaktifkan sebanyak 49.064. Dan untuk bisa mengcover sejumlah 49.064 jiwa, pemerintah kekurangan anggaran Rp 24 miliar lebih, yang tentunya menggunakan dana sharing juga.
Kepala Dinas Sosial Tabanan Nyoman Gede Gunawan, menjelaskan dengan adanya Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Kenaikan Premi JKN, otomatis berimbas pada masalah anggaran. Setelah koordinasi, ternyata pemprov hanya bisa membiayai Rp 18 miliar. Dari anggaran itu hanya mampu mengcover 73.324 jiwa. “Sehingga ada 49.064 yang dinonaktifkan,” ujarnya.
Dikatakannya, data 49.064 sudah non aktif per 31 Desember 2019 sesuai perjanjian kerja sama dengan BPJS. Jika tidak diperbaharui, dan tetap di angka 122.388, dikhawatirkan kena penalti.
Dinas Sosial bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Tabanan mencari data yang dinonaktifkan. “Jadi masyarakat yang datanya dinonaktifkan adalah masyarakat yang belum pernah sama sekali menggunakan KIS-PBI. Dan yang aktif menggunakan KIS-PBI untuk berobat itu yang kami anggap aktif. Kalau mencari data sebanyak itu perlu enam bulan waktunya, bukan pekerjaan mudah,” beber Gunawan.
Namun setelah data sebanyak 73.324 tersebut dibawa ke BPJS, ada dikembalikan data sekitar 800 jiwa lebih tidak memenuhi syarat menerima KIS-PBI. Dan hal ini pun menjadi kesempatan untuk memperbaiki data sampai dengan 14 Januari. “Sehingga ada kesempatan sebagian data 49.064 jiwa bisa aktif kembali karena ada 800 lebih data yang dikembalikan karena tak penuhi syarat menerima KIS-PBI,” tegas Gunawan.
Solusinya, menurut Gunawan, untuk mengatasi itu harus ada dana sekitar Rp 24 miliar supaya bisa mengcover 49.064 jiwa tersebut.
Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD Tabanan I Made Suarta mengatakan solusi tersebut akan disetujui untuk menutup dana yang kurang sekitar Rp 24 miliar tersebut. Kemungkinan akan dialokasikan di anggaran perubahan. “Sekarang kita koordinasikan lebih lanjut dengan Bupati dan Ketua (DPR) agar bisa memberikan pelayanan dengan maksimal,” tegasnya.
Sedangkan Ketua DPRD Tabanan I Made Dirga menegaskan, apabila iuran PBI belum dibayarkan oleh pemda, jangan sampai langsung menonaktifkan dan tidak memberikan pelayanan kepada masyarakat. “Bolehkah kita pemerintah ngebon sementara ini? Jalankan dulu nanti belakangan dibayar, di anggaran berikutnya. Kalau sekarang dinonaktifkan, nanti ribut masyarakat. Kalau sekarang (pemda) membayar mau pakai apa, karena sudah lewat anggarannya,” tegas Dirga. *des
Komentar