Tingkatkan PAD, Tabanan Lirik PKL Omzet di Atas Rp 5 Juta Per Bulan
Pendapan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Tabanan tahun 2019 meleset 13 persen dari target Rp 388 miliar.
TABANAN, NusaBali
Faktor yang mempengaruhi didominasi turunnya pendapatan dari daya tarik wisata (DTW). Meski demikian, PAD tahun 2020 justru dinaikkan menjadi Rp 450 miliar.
Untuk mencapai target tersebut Pemkab Tabanan telah membentuk kelompok kerja (pokja). Salah satunya yang disasar adalah wajib pajak baru, pedagang kaki lima (PKL) yang omzetnya mencapai Rp 5 juta ke atas per bulan, bakal dikenakan pajak.
Kepala Bapelitbang Tabanan Ida Bagus Wiratmaja menjelaskan realisasi PAD di 2019 hanya tercapai 87 persen. Hal tersebut karena tak tercapainya realisasi pendapatan di DTW yang hampir Rp 40 miliar, alias kurang Rp 40 miliar dari target. Kemudian tak tercapai realisasi PBB P2 (Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan) dan BPHTB (Pajak Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB). Lalu tak tercapai pajak hotel dan restoran (PHR). “Yang paling dominan adalah untuk pendapatan retribusi di DTW yang ada di Tabanan,” tegasnya, Selasa (7/1).
Menurutnya ada beberapa faktor yang menyebabkan PAD dari DTW menurun, karena kunjungan wisatawan menurun lantaran isu sampah, Gunung Agung yang masih berdampak, kesehatan, dan kriminalitas. “Ingat juga tingkat orang belanja menurun, pajak juga menurun. Ini faktor yang dirasakan hampir di semua daerah,” tegasnya.
Kemudian untuk penyebab tak tercapai target di sektor pajak karena selama ini rata-rata hanya 60-70 persen wajib pajak yang membayar pajak. Karena memang sejauh ini untuk wajib pajak yang tidak taat belum ada penerapan sanksi atau hal yang mendesak untuk membayar kewajibannya.
Selain itu selama hampir 7 tahun tidak pernah ada penyesuain NJOP (nilai jual objek pajak). Begitu pula OPD penghasil tidak greget berinovasi untuk meningkatkan PAD di masing-masing sektor, dan terus bertahan di zona nyaman. Dan kalau terus begini, target PAD Rp 450 miliar di tahun 2020 tentu dianggap menjadi beban. “Angka Rp 450 miliar itu tidak jadi masalah, namun harus ada pola yang dilakukan oleh yang memungut. Kalau tetap dengan standar yang sama akan sama saja,” tegas Wiratmaja.
Untuk mencapai target Rp 450 miliar itu telah dibuat pokja yang akan mencari wajib pajak baru sampai ke desa-desa. Bahkan akan didata wajib pajak baru seperti pedagang kaki lima yang omzetnya di atas Rp 5 juta per bulan.
“Meski itu pedagang kaki lima kalau omzetnya di atas lima juta rupiah per bulan, wajib bayar pajak. Dan itu sudah diatur di dalam perda. Ini yang akan menjadi inovasi ke depan,” tandasnya. *des
Untuk mencapai target tersebut Pemkab Tabanan telah membentuk kelompok kerja (pokja). Salah satunya yang disasar adalah wajib pajak baru, pedagang kaki lima (PKL) yang omzetnya mencapai Rp 5 juta ke atas per bulan, bakal dikenakan pajak.
Kepala Bapelitbang Tabanan Ida Bagus Wiratmaja menjelaskan realisasi PAD di 2019 hanya tercapai 87 persen. Hal tersebut karena tak tercapainya realisasi pendapatan di DTW yang hampir Rp 40 miliar, alias kurang Rp 40 miliar dari target. Kemudian tak tercapai realisasi PBB P2 (Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan) dan BPHTB (Pajak Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB). Lalu tak tercapai pajak hotel dan restoran (PHR). “Yang paling dominan adalah untuk pendapatan retribusi di DTW yang ada di Tabanan,” tegasnya, Selasa (7/1).
Menurutnya ada beberapa faktor yang menyebabkan PAD dari DTW menurun, karena kunjungan wisatawan menurun lantaran isu sampah, Gunung Agung yang masih berdampak, kesehatan, dan kriminalitas. “Ingat juga tingkat orang belanja menurun, pajak juga menurun. Ini faktor yang dirasakan hampir di semua daerah,” tegasnya.
Kemudian untuk penyebab tak tercapai target di sektor pajak karena selama ini rata-rata hanya 60-70 persen wajib pajak yang membayar pajak. Karena memang sejauh ini untuk wajib pajak yang tidak taat belum ada penerapan sanksi atau hal yang mendesak untuk membayar kewajibannya.
Selain itu selama hampir 7 tahun tidak pernah ada penyesuain NJOP (nilai jual objek pajak). Begitu pula OPD penghasil tidak greget berinovasi untuk meningkatkan PAD di masing-masing sektor, dan terus bertahan di zona nyaman. Dan kalau terus begini, target PAD Rp 450 miliar di tahun 2020 tentu dianggap menjadi beban. “Angka Rp 450 miliar itu tidak jadi masalah, namun harus ada pola yang dilakukan oleh yang memungut. Kalau tetap dengan standar yang sama akan sama saja,” tegas Wiratmaja.
Untuk mencapai target Rp 450 miliar itu telah dibuat pokja yang akan mencari wajib pajak baru sampai ke desa-desa. Bahkan akan didata wajib pajak baru seperti pedagang kaki lima yang omzetnya di atas Rp 5 juta per bulan.
“Meski itu pedagang kaki lima kalau omzetnya di atas lima juta rupiah per bulan, wajib bayar pajak. Dan itu sudah diatur di dalam perda. Ini yang akan menjadi inovasi ke depan,” tandasnya. *des
1
Komentar