Seniman Kontemporer Bali, I Wayan Sika Berpulang
Seniman senior kontemporer Bali, I Wayan Sika asal Banjar Silakarang, Desa Singapadu Kaler, Kecamatan Sukawati, Gianyar, berpulang di usia 70 tahun, Sabtu (4/1) pukul 24.00 Wita.
GIANYAR, NusaBali
Jasad almarhum dikuburkan di Setra Adat Silakarang, Soma Umanis Tolu, Senin (6/1). Usai pemakaman sang maestro, kediaman I Wayan Sika di Jalan Silakarang masih dikunjungi kerabat. Putra kedua, I Made Aswino Aji, mengaku penguburan ayahnya berlangsung Senin lalu. "Penguburan biasa. Karena nanti akan diikutkan ngaben massal," ujarnya, Selasa (7/1).
Keluarga dan Aswino sendiri tak menyangka dengan kepergian ayahnya. "Bapak sehari-hari di galeri (Ubud, Red). Pagi sempat pulang bersih-bersih, cukur rambut. Kalau potong rambut sama paman. Pulang lagi ke Ubud. Bilang pegal capek. Minta dipijitin. Adikku pijetin," jelasnya.
Setelah merasa enakan, kata Aswino, ayahnya tidur. Ternyata, sekitar pukul 24.00 Wita, ayahnya lemas. "Gak ada riwayat sakit. Sempat dibawa ke rumah sakit Ari Canti di Desa Mas, Ubud. Kami minta kepastian. Dokter bilang sudah meninggal. Kata dokter serangan jantung," ujarnya.
Sika meninggal meninggalkan seorang istri Dwiatmi, dengan tiga anak. Yakni, Putu Krisnawati seorang PNS, seniman lukis Made Aswino Aji dan Komang Astri seorang wiraswasta. "Nanti saya yang teruskan kesenimanan ayah saya di Sika Galeri di Campuhan, Ubud. Saya kelola galeri. Saya juga seniman, kuliah di ISI Jogja. Kayak bapak juga kuliah di Jogja," terangnya.
Sebagai seniman muda, Aswino banyak belajar dari ayahnya. "Sekarang saya bikin Art Bali di Nusa Dua, sama teman satu kuliah dari Jogja," jelasnya. Art Bali itu diisi lukisan terakhir Sika bergaya abstrak. "Lukisan terakhir yang bapak buat tahun 2019, dipajang di Nusa Dua," jelasnya.
Diakui, lukisan terakhir itu atas permintaan dari Aswino sendiri. "Karena bapak sudah lama gak melukis, cenderung ke spiritual. Sebetulnya sejak muda ke spritual. Namun bapak sempat sakit, mati suri. Nunas bawos (minta petunjuk, red) disuruh ngiring. Sebagai anak saya ditanya, sanggup gak jalani (dunia seni, red). Saya bilang sanggup. Besok paginya bapak bangun," kenangnya.
Menurut keluarga, Sika dianggap sudah madwijati atau semacam prosesi menjadi sulinggih. "Sudah nyeda rage. Bukan di rumah pendeta, tapi di Pura Puncak Mundi, Nusa Penida. Itu hasil nunas bawos. Namun tidak menjalani seperti sulinggih," terangnya.
Setelah cenderung ke spritual, Sika yang sempat merancang program pertukaran seniman Bali-Jogja itu mundur dari Ketua Sanggar Dewata. "Bapak minta diganti. Harus ada regenerasi. Gak mau terus-terusan. Harus ada ide baru untuk pengembangan," ujarnya. *nvi
Keluarga dan Aswino sendiri tak menyangka dengan kepergian ayahnya. "Bapak sehari-hari di galeri (Ubud, Red). Pagi sempat pulang bersih-bersih, cukur rambut. Kalau potong rambut sama paman. Pulang lagi ke Ubud. Bilang pegal capek. Minta dipijitin. Adikku pijetin," jelasnya.
Setelah merasa enakan, kata Aswino, ayahnya tidur. Ternyata, sekitar pukul 24.00 Wita, ayahnya lemas. "Gak ada riwayat sakit. Sempat dibawa ke rumah sakit Ari Canti di Desa Mas, Ubud. Kami minta kepastian. Dokter bilang sudah meninggal. Kata dokter serangan jantung," ujarnya.
Sika meninggal meninggalkan seorang istri Dwiatmi, dengan tiga anak. Yakni, Putu Krisnawati seorang PNS, seniman lukis Made Aswino Aji dan Komang Astri seorang wiraswasta. "Nanti saya yang teruskan kesenimanan ayah saya di Sika Galeri di Campuhan, Ubud. Saya kelola galeri. Saya juga seniman, kuliah di ISI Jogja. Kayak bapak juga kuliah di Jogja," terangnya.
Sebagai seniman muda, Aswino banyak belajar dari ayahnya. "Sekarang saya bikin Art Bali di Nusa Dua, sama teman satu kuliah dari Jogja," jelasnya. Art Bali itu diisi lukisan terakhir Sika bergaya abstrak. "Lukisan terakhir yang bapak buat tahun 2019, dipajang di Nusa Dua," jelasnya.
Diakui, lukisan terakhir itu atas permintaan dari Aswino sendiri. "Karena bapak sudah lama gak melukis, cenderung ke spiritual. Sebetulnya sejak muda ke spritual. Namun bapak sempat sakit, mati suri. Nunas bawos (minta petunjuk, red) disuruh ngiring. Sebagai anak saya ditanya, sanggup gak jalani (dunia seni, red). Saya bilang sanggup. Besok paginya bapak bangun," kenangnya.
Menurut keluarga, Sika dianggap sudah madwijati atau semacam prosesi menjadi sulinggih. "Sudah nyeda rage. Bukan di rumah pendeta, tapi di Pura Puncak Mundi, Nusa Penida. Itu hasil nunas bawos. Namun tidak menjalani seperti sulinggih," terangnya.
Setelah cenderung ke spritual, Sika yang sempat merancang program pertukaran seniman Bali-Jogja itu mundur dari Ketua Sanggar Dewata. "Bapak minta diganti. Harus ada regenerasi. Gak mau terus-terusan. Harus ada ide baru untuk pengembangan," ujarnya. *nvi
1
Komentar