Kapal China Tinggalkan ZEE di Natuna
China bantah bersengketa dengan RI, hanya ada tumpang tindih area maritim
JAKARTA, NusaBali
Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI, Mayor Jenderal Sisriadi memastikan kapal-kapal nelayan berbendera China bersama kapal Coast Guard mereka sudah keluar dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di perairan Natuna Utara. Kapal-kapal China itu 'cabut' setelah Presiden Joko Widodo bersama Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto berkunjung ke sana.
"Dengan amatan dari TNI AU melalui udara, mereka artinya kapal-kapal China yang melakukan ilegal fishing sudah keluar dari ZEE kita pasca kunjungan presiden ke Natuna," kata Sisriadi di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, seperti dilansir cnnindonesia, Kamis (9/1).
Lebih lanjut, Sisriadi menyatakan kunjungan Jokowi ke Natuna memberikan pesan tegas ke pemerintah China di Beijing terkait konflik di perairan Natuna.
Ia menyatakan kunjungan Jokowi lantas disambut dengan cermat oleh pemerintah China. "Sudah tak ada lagi, sudah meninggalkan wilayah ZEE," kata Sisriadi menegaskan kembali.
Selain itu, Sisriadi menekankan bahwa tugas TNI di perairan Natuna sekadar membantu tugas diplomasi yang dilakukan pemerintah terhadap pemerintah China. Salah satunya personel TNI kerap melakukan pengusiran terhadap para nelayan berbendera China keluar dari ZEE Indonesia di perairan Natuna.
"Artinya kita bertindak sesuai prosedur mengusir mereka. Berulang-ulang dan tak pernah capek," kata Sisriadi.
Presiden Jokowi bersama rombongan berkunjung ke Natuna, Rabu (8/1), usai konflik dengan China di perairan Natuna Utara kian memanas. Di sana, Jokowi menegaskan bahwa Indonesia memiliki hak berdaulat terhadap sumber daya laut di Natuna Utara. Jokowi juga menggarisbawahi bahwa Natuna merupakan bagian dari NKRI.
Sementara itu Kementerian Luar Negeri China menyatakan tak mempunyai perselisihan wilayah kedaulatan dengan Indonesia di perairan Natuna. Meski demikian, China mengakui ada tumpang tindih mengenai hak di kawasan ini.
"Saya ingin menekankan bahwa China dan Indonesia tidak punya sengketa soal kedaulatan teritorial. Kami punya klaim yang tumpang tindih soal hak maritim dan kepentingan pada beberapa area di Laut China Selatan," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang, dalam keterangan pers reguler, dilansir detik dari situs Kemlu China, Kamis (9/1).
Geng menegaskan China berdaulat atas Kepulauan Nansha (Kepulauan Spratly) dan punya hak berdaulat serta yurisdiksi di laut sekitarnya. China menyatakan ini sudah sesuai hukum internasional. Ini dikatakan Geng untuk menjawab pertanyaan soal apakah China tidak punya klaim teritorial atas Natuna.
"China punya kedaulatan atas Kepulauan Nansha dan hak berdaulat serta yurisdiksi atas perairan terkait (relevant waters). Posisi kita sesuai dengan hukum internasional," kata Geng.
Hak berdaulat suatu negara meliputi ZEE dan landas kontinen, jaraknya 200 mil laut dari garis pangkal. Lebih dekat lagi ke wilayah negara, ada yang namanya wilayah kedaulatan, meliputi Laut Teritorial yang jaraknya 12 mil laut dari garis pangkal.
Sebagaimana diketahui, kapal pencari ikan dan coast guard China masuk ke Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Itulah yang membuat ketegangan di Natuna meningkat. *
"Dengan amatan dari TNI AU melalui udara, mereka artinya kapal-kapal China yang melakukan ilegal fishing sudah keluar dari ZEE kita pasca kunjungan presiden ke Natuna," kata Sisriadi di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, seperti dilansir cnnindonesia, Kamis (9/1).
Lebih lanjut, Sisriadi menyatakan kunjungan Jokowi ke Natuna memberikan pesan tegas ke pemerintah China di Beijing terkait konflik di perairan Natuna.
Ia menyatakan kunjungan Jokowi lantas disambut dengan cermat oleh pemerintah China. "Sudah tak ada lagi, sudah meninggalkan wilayah ZEE," kata Sisriadi menegaskan kembali.
Selain itu, Sisriadi menekankan bahwa tugas TNI di perairan Natuna sekadar membantu tugas diplomasi yang dilakukan pemerintah terhadap pemerintah China. Salah satunya personel TNI kerap melakukan pengusiran terhadap para nelayan berbendera China keluar dari ZEE Indonesia di perairan Natuna.
"Artinya kita bertindak sesuai prosedur mengusir mereka. Berulang-ulang dan tak pernah capek," kata Sisriadi.
Presiden Jokowi bersama rombongan berkunjung ke Natuna, Rabu (8/1), usai konflik dengan China di perairan Natuna Utara kian memanas. Di sana, Jokowi menegaskan bahwa Indonesia memiliki hak berdaulat terhadap sumber daya laut di Natuna Utara. Jokowi juga menggarisbawahi bahwa Natuna merupakan bagian dari NKRI.
Sementara itu Kementerian Luar Negeri China menyatakan tak mempunyai perselisihan wilayah kedaulatan dengan Indonesia di perairan Natuna. Meski demikian, China mengakui ada tumpang tindih mengenai hak di kawasan ini.
"Saya ingin menekankan bahwa China dan Indonesia tidak punya sengketa soal kedaulatan teritorial. Kami punya klaim yang tumpang tindih soal hak maritim dan kepentingan pada beberapa area di Laut China Selatan," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang, dalam keterangan pers reguler, dilansir detik dari situs Kemlu China, Kamis (9/1).
Geng menegaskan China berdaulat atas Kepulauan Nansha (Kepulauan Spratly) dan punya hak berdaulat serta yurisdiksi di laut sekitarnya. China menyatakan ini sudah sesuai hukum internasional. Ini dikatakan Geng untuk menjawab pertanyaan soal apakah China tidak punya klaim teritorial atas Natuna.
"China punya kedaulatan atas Kepulauan Nansha dan hak berdaulat serta yurisdiksi atas perairan terkait (relevant waters). Posisi kita sesuai dengan hukum internasional," kata Geng.
Hak berdaulat suatu negara meliputi ZEE dan landas kontinen, jaraknya 200 mil laut dari garis pangkal. Lebih dekat lagi ke wilayah negara, ada yang namanya wilayah kedaulatan, meliputi Laut Teritorial yang jaraknya 12 mil laut dari garis pangkal.
Sebagaimana diketahui, kapal pencari ikan dan coast guard China masuk ke Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Itulah yang membuat ketegangan di Natuna meningkat. *
Komentar