Wilko Austermann dan Ruangrupa Berbagi Pengalaman di Art Bali 2019
Menjelang penutupan Art Bali yang digelar sejak 13 Oktober 2019 hingga 13 Januari 2020, digelar diskusi seni menarik di ABBC Building Nusa Dua.
MANGUPURA, NusaBali.com
Art Bali 2019 menghadirkan program diskusi, Minggu (12/1/2020) di ABBC Building, Nusa Dua, Badung. Diskusi ini disebut sebagai upaya Art Bali untuk menjembatani publik luas dan seni. Diskusi menghadirkan Wilko Austermann dan kolektif seni rupa asal Jakarta, ruangrupa.
Wilko merupakan seniman muda Jerman yang banyak mengkurasi pameran internasional. "Kami menilai ia adalah kurator yang memiliki potensi dan reputasi yang cukup bagus di Jerman. Pada kesempatan ini ia membagikan pengalaman tentang beberapa proyek pameran yang telah dilakukan," ujar Program Manager Art Bali 2019, Dwi S Wibowo.
Kehadiran Wilko, sebut Dwi, juga untuk membuka berbagai kemungkinan kolaborasi ke depan dengan seniman Indonesia, khususnya Bali. "Kami akan sangat senang jika ada kemungkinan atau potensi seniman Bali berkolaborasi dengan dia. Kami berupaya memfasilitasi melalui diskusi ini," sambungnya.
Pada diskusi ini, Wilko juga membahas sejumlah karya video art. Di antaranya adalah ‘Schwinden’ karya Ke Li, ‘Bodies of Pompei’ karya Dominik Geis, ‘Amor Fati’ karya Hedda Schattanik dan Roman Szczesny, ‘She was Always Running to Left with Bent Knees’ karya Evi Kalogiropolou, dan ‘I stared’ karya Eva Papamargareti.
Sementara itu pada sesi kedua ruangrupa membagi konsep yang akan diusung pada perhelatan seni internasional Documenta di Jerman 2022 nanti. Kilektif seni rupa yang dibentuk tahun 2000 ini terpilih sebagai direktur artistik untuk memimpin pagelaran lima tahunan tersebut pada 18 Juni hingga 25 September 2022 di Kassel, Jerman.
"Kami dari Art Bali selain juga merayakan, sebagai sesama pelaku seni rupa, untuk membagi pengalaman praktik berkesenian mereka kepada seniman-seniman di Bali. Barangkali praktik tersebut bisa diadaptasikan juga di Bali," ujarnya. Pada pameran Documenta 2022 nanti ruangrupa sendiri akan mengusung konsep Lumbung.
"Lumbung beranjak dari pemikiran untuk menghadirkan ruang yang mengakar pada
hidup di dalam dan dengan masyarakat," papar Ade Darmawan, salah satu penggagas ruangrupa. Konsep Lumbung diadopsi menjadi sebuah model dimana institusi kesenian hadir sebagai unsur yang aktif dalam kehidupan bermasyarakat.
Sebagai kolektif seni rupa pertama di Asia yang ditunjuk mengepalai direktur artistik Documenta, Dwi menilai ruangrupa berpotensi memberi warna baru pada perhelatan akbar tersebut. "Dokumenta sebagai salah satu pameran seni terbesar di dunia cenderung menampilkan seniman besar. Sedangkan apa yang akan dilakukan ruangrupa cenderung berbeda," kata Dwi.
"Karena mereka adalah kolektif, nantinya bakal membangun inisiatif baru. Bagaimana Documenta tidak hanya menghadirkan seniman-seniman besar, namun juga menghadirkan karya-karya kolektif seni di dunia yang bekerja dengan masyarakat di akar rumput. Kemungkinan artistik sepert apa yang mereka hadirkan tentu sangat menarik untuk disimak," tutupnya.*has
Komentar