Bos Hotel Kuta Paradiso Dituntut 3 Tahun
Rugikan Pengusaha Tomy Winata USD 20 Juta
Pemilik Hotel Kuta Paradiso, Harijanto Karjadi, 65, yang menjadi terdakwa kasus pemalsuan akta otentik dan penggelapan dengan korban pengusaha Tomy Winata akhirnya dituntut hukuman 3 tahun penjara di PN Denpasar, Senin (13/1).
DENPASAR, NusaBali
Dalam tuntutan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Ketut Sujaya dkk menyatakan terdakwa Harijanto Karjadi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, turut serta menyuruh menempatkan keterangan palsu kedalam akta autentik.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 226 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. "Memohon kepada majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana penjara kepada terdakwa selama tiga tahun," tegas JPU Sujaya.
Terhadap tuntutan Jaksa yang disebut terlalu berat, terdakwa Harijanto yang berdiskusi dengan tim kuasa hukumnya Petrus Balapati dkk, menyatakan akan mengajukan pembelaan pada sidang yang diagendakan Kamis (16/1). “Kami mohon waktu menyiapkan pembelaan,” ujar pengacara Harijanto.
Dalam dakwaan dibeberkan, kasus ini berawal dari akta perjanjian pemberian kredit No 8 tanggal 28 November 1995 yang dibuat di notaries Hendra Karyadi yang ditandatangani PT Geria Wijaya Prestige (GWP) yang diwakili terdakwa Harijanto Karjadi selaku Direktur Utama dan Hermanto Karjadi sebagai Direktur.
Dalam perjanjian tersebut PT GWP mendapat pinjaman dari Bank Sindikasi (gabungan 7 bank) sebesar USD 17.000.000. Pinjaman kredit tersebut PT GWP untuk membangun Hotel Sol Paradiso yang kini telah berganti nama menjadi Hotel Kuta Paradiso di Jalan Kartika Plasa Kuta, Badung.
Sebagai jaminan kredit, PT GWP menyerahkan tiga sertifkat HGB di Kuta serta gadai saham PT GWP milik Harijanto Karjadi, Hermanto Karjadi dan Hartono Karjadi kepada Bambang Irawan sebagai kuasa PT Bank PDFCI yang nantinya bergabung dengan Bank Danamon sebagai agen jaminan.
Dalam rapat kreditur PT GWP yang digelar Maret 2005, Bank Danamon mengundurkan diri sebagai agen jaminan dan menunjuk PT Bank Multicor selaku agen pengganti. Bank Multicor sendiri akhirnya berubah hingga akhirnya piutang PT GWP dipegang PT Bank China Cntruction Bank Indonesia (CCB Indonesia). Selanjutnya korban Tommy Winata membeli piutang PT GWP. Harga piutang yang dialihkan CCB Indonesia kepada korban Tomy Winata adalah Rp 2 miliar.
“Dengan adanya akta tersebut, Tomy Winata merupakan orang yang berhak menagih utang kepada PT GWP,” tegas JPU. Namun saat dicek oleh Dezrizal yang merupakan kuasa hukum Tomy Winata, ada beberapa kejanggalan dalam kredit PT GWP. Salah satunya adalah jual beli saham antara Hartono Karjadi dengan Sri Karjadi yang merupakan adiknya.
“Bahwa terdakwa Harijanto Karjadi yang memberikan persetujuan pergantian pemegang saham PT GWP. Padahal dia mengetahui bahwa Hartono bersama-sama terdakwa Harojanto dan Hermanto Karijadi telah menjaminkan sahamnya kepada Bank Sindikasi sesuai akta gadai saham No 28 tanggal 28 November 2005,” jelas JPU.
Bahwa akibat perbuatan terdakwa Harijanto Karjadi dan Hartono Karijadi (DPO) mengakibatkan korban Tomy Winata mengalami kerugian USD 20.389.661 atau sekitar Rp 285 miliar. *rez
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 226 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. "Memohon kepada majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana penjara kepada terdakwa selama tiga tahun," tegas JPU Sujaya.
Terhadap tuntutan Jaksa yang disebut terlalu berat, terdakwa Harijanto yang berdiskusi dengan tim kuasa hukumnya Petrus Balapati dkk, menyatakan akan mengajukan pembelaan pada sidang yang diagendakan Kamis (16/1). “Kami mohon waktu menyiapkan pembelaan,” ujar pengacara Harijanto.
Dalam dakwaan dibeberkan, kasus ini berawal dari akta perjanjian pemberian kredit No 8 tanggal 28 November 1995 yang dibuat di notaries Hendra Karyadi yang ditandatangani PT Geria Wijaya Prestige (GWP) yang diwakili terdakwa Harijanto Karjadi selaku Direktur Utama dan Hermanto Karjadi sebagai Direktur.
Dalam perjanjian tersebut PT GWP mendapat pinjaman dari Bank Sindikasi (gabungan 7 bank) sebesar USD 17.000.000. Pinjaman kredit tersebut PT GWP untuk membangun Hotel Sol Paradiso yang kini telah berganti nama menjadi Hotel Kuta Paradiso di Jalan Kartika Plasa Kuta, Badung.
Sebagai jaminan kredit, PT GWP menyerahkan tiga sertifkat HGB di Kuta serta gadai saham PT GWP milik Harijanto Karjadi, Hermanto Karjadi dan Hartono Karjadi kepada Bambang Irawan sebagai kuasa PT Bank PDFCI yang nantinya bergabung dengan Bank Danamon sebagai agen jaminan.
Dalam rapat kreditur PT GWP yang digelar Maret 2005, Bank Danamon mengundurkan diri sebagai agen jaminan dan menunjuk PT Bank Multicor selaku agen pengganti. Bank Multicor sendiri akhirnya berubah hingga akhirnya piutang PT GWP dipegang PT Bank China Cntruction Bank Indonesia (CCB Indonesia). Selanjutnya korban Tommy Winata membeli piutang PT GWP. Harga piutang yang dialihkan CCB Indonesia kepada korban Tomy Winata adalah Rp 2 miliar.
“Dengan adanya akta tersebut, Tomy Winata merupakan orang yang berhak menagih utang kepada PT GWP,” tegas JPU. Namun saat dicek oleh Dezrizal yang merupakan kuasa hukum Tomy Winata, ada beberapa kejanggalan dalam kredit PT GWP. Salah satunya adalah jual beli saham antara Hartono Karjadi dengan Sri Karjadi yang merupakan adiknya.
“Bahwa terdakwa Harijanto Karjadi yang memberikan persetujuan pergantian pemegang saham PT GWP. Padahal dia mengetahui bahwa Hartono bersama-sama terdakwa Harojanto dan Hermanto Karijadi telah menjaminkan sahamnya kepada Bank Sindikasi sesuai akta gadai saham No 28 tanggal 28 November 2005,” jelas JPU.
Bahwa akibat perbuatan terdakwa Harijanto Karjadi dan Hartono Karijadi (DPO) mengakibatkan korban Tomy Winata mengalami kerugian USD 20.389.661 atau sekitar Rp 285 miliar. *rez
Komentar