Bangbang Gde Wisma, Penyusun Kalender Berpulang
Penyusun kalender Bali, Guru Bangbang Gde Wisma berpulang pada usia 85 tahun di kediamannya, Banjar Cemenggaon, Desa Celuk, Kecamatan Sukawati, Gianyar, Sabtu (11/1).
GIANYAR, NusaBali
Pria kelahiran 1935 ini sejak lama menahan sakit. Proses pemakaman akan dilaksanakan di setra setempat pada Saniscara Pon Gumbreg, Sabtu (18/1).
Meski telah tiada, Guru Bangbang Gde Wisma telah menyiapkan kalender hingga 80 tahun lagi yakni edisi Tahun 2100. Anak keempat almarhum I Ketut Bangbang Sparsadnyana ditemui di rumah duka, Selasa (14/1) mengatakan ayahnya sudah lama menderita sakit karena usia yang sudah menua. Bahkan sejak dua tahun lalu penyusun kalender ini sudah tidak bisa melihat. Sejak alami gangguan penglihatan itu, almarhum diketahui mulai depresi. “Bapak juga sering tidak enak makan dan beberapa kali harus opname di rumah sakit,” ujarnya.
Setelah lama menahan sakit, jelas Sparsadnyana, Guru Bangbang Gde Wisma hembuskan nafas terakhir dalam tidurnya pada Sabtu (11/1) sekitar pukul 20.30 Wita. Namun oleh keluarga, Guru Bangbang Gde Wisma tetap dilarikan ke RS Ari Canti di Desa Mas, Kecamatan Ubud. “Di rumah sakit, bapak langsung dipastikan sudah meninggal,” jelasnya.
Dikatakan, sampai saat ini jenasah masih dititipkan di rumah sakit. Jenasa belum bisa dipulangkan ke rumah duka karena sedang ada upacara di Pura Dalem Cemenggaon. “Sedang ada odalan di pura, sehingga belum bisa melakukan prosesi penguburan, dan upacara penguburan diputuskan Sabtu mendatang,” katanya.
Ditambahkan, pemakaman untuk almarhum akan dilakukan penguburan biasa di setra adat setempat. Tanpa ada prosesi palebon khusus. “Ini sesuai peraturan adat di Cemenggaon tidak boleh ngaben selain mangku kahyangan dan mangku manca,” jelasnya.
Almarhum meninggalkan tujuh orang anak dan 16 cucu. Sebelum meninggal almarhum sempat berpesan agar seluruh keluarga tetap rukun saling mengasihi. “Pesan yang selalu disampaikan, agar keluarga selalu bersatu, harus saling menghormati karena keluarga tidak akan pernah putus,” imbuhnya.
Bangbang Gde Wisma sudah merampungkan konsep kalender hingga tahun 2100. Bangbang Sparsadnyana mengisahkan kemampuan membuat kalender, pertama kali didapat dari kakeknya, Wayan Bangbang Gede Geriya saat menjadi penyeroan di griya setempat. Dikatakan kala itu penguasaan wariga dan dewasa ayu ini belum tertuang dalam kalender. "Ketika akan mencari hari baik, masih harus buka catatan yang tebal," ungkapnya.
Seiring berjalannya waktu, pengetahuan sang kakek secara otomatis diturunkan kepada anaknya yakni Bangbang Gde Wisma. Melalui generasi yang kedua inilah, segala pengetahuan tentang wariga ini dikukuhkan dalam bentuk kalender. Namun hal tersebut bukan berdasarkan keinginan Bangbang Gde Wisma, melainkan karena desakan keluarga dan saudara terdekat.
Mengkonsep satu tahun kalender, Bangbang Gde Wisma cukup menghabiskan waktunya beberapa hari saja. "Dulu, bapak punya banyak waktu untuk memikirkan rumus-rumus kalender ini. Sehingga dalam sebulan, bisa mengkonsep 2 tahun kalender. Tapi tidak selamanya seperti itu, karena bapak bekerja sesuai keinginannya. Kalau sudah dirasa cukup, ya bapak istirahat," jelasnya. *nvi
Meski telah tiada, Guru Bangbang Gde Wisma telah menyiapkan kalender hingga 80 tahun lagi yakni edisi Tahun 2100. Anak keempat almarhum I Ketut Bangbang Sparsadnyana ditemui di rumah duka, Selasa (14/1) mengatakan ayahnya sudah lama menderita sakit karena usia yang sudah menua. Bahkan sejak dua tahun lalu penyusun kalender ini sudah tidak bisa melihat. Sejak alami gangguan penglihatan itu, almarhum diketahui mulai depresi. “Bapak juga sering tidak enak makan dan beberapa kali harus opname di rumah sakit,” ujarnya.
Setelah lama menahan sakit, jelas Sparsadnyana, Guru Bangbang Gde Wisma hembuskan nafas terakhir dalam tidurnya pada Sabtu (11/1) sekitar pukul 20.30 Wita. Namun oleh keluarga, Guru Bangbang Gde Wisma tetap dilarikan ke RS Ari Canti di Desa Mas, Kecamatan Ubud. “Di rumah sakit, bapak langsung dipastikan sudah meninggal,” jelasnya.
Dikatakan, sampai saat ini jenasah masih dititipkan di rumah sakit. Jenasa belum bisa dipulangkan ke rumah duka karena sedang ada upacara di Pura Dalem Cemenggaon. “Sedang ada odalan di pura, sehingga belum bisa melakukan prosesi penguburan, dan upacara penguburan diputuskan Sabtu mendatang,” katanya.
Ditambahkan, pemakaman untuk almarhum akan dilakukan penguburan biasa di setra adat setempat. Tanpa ada prosesi palebon khusus. “Ini sesuai peraturan adat di Cemenggaon tidak boleh ngaben selain mangku kahyangan dan mangku manca,” jelasnya.
Almarhum meninggalkan tujuh orang anak dan 16 cucu. Sebelum meninggal almarhum sempat berpesan agar seluruh keluarga tetap rukun saling mengasihi. “Pesan yang selalu disampaikan, agar keluarga selalu bersatu, harus saling menghormati karena keluarga tidak akan pernah putus,” imbuhnya.
Bangbang Gde Wisma sudah merampungkan konsep kalender hingga tahun 2100. Bangbang Sparsadnyana mengisahkan kemampuan membuat kalender, pertama kali didapat dari kakeknya, Wayan Bangbang Gede Geriya saat menjadi penyeroan di griya setempat. Dikatakan kala itu penguasaan wariga dan dewasa ayu ini belum tertuang dalam kalender. "Ketika akan mencari hari baik, masih harus buka catatan yang tebal," ungkapnya.
Seiring berjalannya waktu, pengetahuan sang kakek secara otomatis diturunkan kepada anaknya yakni Bangbang Gde Wisma. Melalui generasi yang kedua inilah, segala pengetahuan tentang wariga ini dikukuhkan dalam bentuk kalender. Namun hal tersebut bukan berdasarkan keinginan Bangbang Gde Wisma, melainkan karena desakan keluarga dan saudara terdekat.
Mengkonsep satu tahun kalender, Bangbang Gde Wisma cukup menghabiskan waktunya beberapa hari saja. "Dulu, bapak punya banyak waktu untuk memikirkan rumus-rumus kalender ini. Sehingga dalam sebulan, bisa mengkonsep 2 tahun kalender. Tapi tidak selamanya seperti itu, karena bapak bekerja sesuai keinginannya. Kalau sudah dirasa cukup, ya bapak istirahat," jelasnya. *nvi
Komentar