Jabatan Wayan Roni Dikembalikan Setelah Bupati Giri Prasta Turun Tangan
Dianggap Tidak Transparan Soal Anggaran, Bendesa Adat Kiadan, Kecamatan Petang Sempat Dilengserkan
Wayan Roni Supadman bersedia kembali jadi Bendesa Adat Kiadan, asalkan dituangkan melalui hitam di atas putih. Sebab, saat dilengserkan 5 Januari 2020 lalu, juga dilakukan surat yang ditandatangani krama
Mediasi yang kembalikan jabatan Wayan Roni Supadman sebagai Bendesa Adat Kiadan, Rabu siang pukul 11.00 Witam, digelar di Balai Subak Abian Sari Boga, Banjar Kiadan, Desa Petang. Mediasi digelar guna mencari penyelesaian atas permasalahan yang terjadi di Desa Adat Kiadan hingga berbuntut pelenderan bendesa adat.
Selain melibatkan rarusan krama Desa Adat Kiadan, mediasi yang dipimpin langsung Bupati Giri Prasta kemarin juga dihadiri Dandim 1611/Badung Kolonel Inf Puguh Binawanto, Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung I Gde Eka Sudarwitha, Pabung Kodim 1611/Badung Mayor Inf Putu Sukadana, Camat Petang I Wayan Darma, Danramil 1611-06/Petang Kapten Inf Iwayan Suara, Kapolsek Petang AKP Dewa Made Suryatmaja, Plt Prebekel Pelaga Dewa Widana, Kelian Adat Banjar Kiadan I Wayan Sukra, dan Kalian Dinas Banjar Kiadan Wayan Juana.
Saat mediasi kemarin, krama menilai pengelolaan dana yang dilakukan oleh Wayan Roni Supadman selaku Bendesa Adat Kiadan tidak transparan. Krama juga sempat mempertanyakan anggaran pembangunan pura sebesar Rp 2,6 miliar. Pasalnya, sebagian krama memperoleh informasi dari pihak rekanan bahwa pembangunan pura hanya menghabiskan dana Rp 2,3 miliar.
“Begini Bapak Bupati, selama ini pembangunan pura yang dilaksanakan tidak ada pertanggungjawaban. Bahkan, bendahara umum di desa mengakui dari bendesa tidak pernah menyetor uang sama sekali,” kata seorang krama dalam paruman kemarin. Itu sebabnya, Wayan Roni Supadman dilengsrkan dari jabatan Bendesa Adat Kiadan melalui paruman desa, 5 Januari 2019 malam.
Kelian Subak Abian Sari Boga, Banjar Kiadan, I Wayan Suma, mengata-kan krama menuntut pertanggungjawaban Bendesa Adat Kiadan. Pasalnya, selama ini bendesa adat tidak pernah melaksanakan pertemuan atau paruman dengan krama. “Nah dengan kondisi seperti itu, terjadi miskomunikasi dan krama menduga ada yang tidak beres, seperti pembangunan pura maupun pertanggungjawaban piodalan,” jelas Wayan Suma.
Sebetulnya, kata Suma, krama Desa Adat Kiadan hanya menginginkan transparansi dan pertanggungjawaban dari bendesa. Namun, apa yang diinginkan krama itu tidak pernah terjadi. Dari situ kemudian digelar paruman Desa Adat Kiadan, 5 Januari 2010 malam pukul 19.30 Wita, di Balai Subak Abian Sari Boga.
“Hasil paruman desa malam itu memberhentikan jabatan Bendesa Adat Kiadan terpilih atas nama Wayan Roni Supadma,” terang Suma. “Hasil paruman malam itu juga ditandatangani Kelian Banjar Adat, Kelian Banjar Dinas, Kelian Subak, dan Bendahara Umum Desa Adat Kiadan,” lanjut Suma.
Berdasarkan paruman tersebut, Bendesa Adat Kiadan wajib mengembalikan sejumlah dana yang masih dibawanya kepada Bendara Umum Desa Adat Kiadan. Berita acara paruman tersebut juga dilampiri daftar hadir krama desa dan tandatangan persetujuan hasil paruman. Menurut Suma, apabila bendesa tidak mememunuhi tuntutan krama Desa Adat Kiadan, maka akan ditempuh jalur hukum.
Namun, setelah dilakukan mediasi oleh Bupati Giri Prasta, Rabu kemarin, berita acara hasil paruman malam itu disepakati untuk dicabut. Artinya, Wayan Roni Supadman dikembalikan ke posisinya sebagai Bendesa Adat Kiadan, dengan masa jabatan baru akan berakhir 2,5 tahun lagi.
“Kami semua menyepakati untuk mencabut berita acara tentang keinginan krama memberhentikan Bendesa Adat Kiadan dari jabatannta. Kami minta bendesa adat bisa melanjutkan tugasnya,” tandas Suma.
Sementara itu, Bupati Giri Prasta menyatakan uang yang digunakan Bendesa Adat Kiadan itu bukannya digelapkan. Giri Prasta pun meyakinkan krama bahwa sisa uang desa adat ditaruh di BPD Bali. “Ini miskomunikasi, saya sudah mengecek, dan uang krama yang ditaruh di Bank BPD atas nama desa adat. Itu masih ada dengan nominal sekitar Rp 500 juta,” ujar Giri Prasta di hadapan krama Desa Adat Kiadan saat mediasi kemarin.
Untuk itu, Giri Prasta meminta agar krama setempat tetap bersatu, sehingga tidak terjadi keributan terkait masalah keuangan. “Hati saya terpanggil untuk mencari solusi atas masalah ini. Saya meminta kepada masyarakat dan sesepuh di Desa Adat Kiadan janganlah masalah di rumah dibawa ke umum, sehingga tidak terjadi permasalahan besar,” katanya.
“Saya sangat berharap kepada krama Desa Adat Kiadan untuk selalu bersatu, karena kita semua di sini bersaudara. Bilamana ada permasalahan, jangan menggunakan ego, kita harus bersikap dewasa, sehingga masalah bisa diselesaikan tanpa ada perpecahan,” lanjut Bupati asal Desa Pelaga, Kecamatan Petang yang juga Ketua DPC PDIP Badung ini.
Dikonfirmasi terpisah, Rabu kemarin, Bendesa Adat Kiadan Wayan Roni Supadman membantah tudingan tidak pernah melaporkan pertanggungjawaban penggunaan anggaran desa adat. Menurut Wayan Roni, penggunaan dana desa adat tahun 2019 sudah dilaporkan kepada seluruh krama.
Ditanya apakah bersedia kembali melanjutkan tugas sbagai Bendesa Adat Kiadan setelah sempat dilengserkan melalui paruman 5 Januari 2020, Nyoman Roni menyatakan siap. “Saya siap melayani krama kembali, sepanjang persyaratan dan ketentuan dipenuhi oleh krama hitam di atas putih. Sebab, waktu saya diberhentikan 5 Januari 2020 lalu, ada hitam di atas putihnya, walaupun keputusan pemberhentian itu tanpa sepengetahuan saya selaku bendesa,” papar Nyoman Roni.
“Intinya, saya siap untuk melayani masyarakat. Saya punya prisip lahir, hidup, dan mati di Desa Adat Kiadan, apa pun akan saya lakukan demi kemajuan desa adat ini. Saya buktikan prinsip saya dan pastinya masyarakat bisa menilai kinerja saya. Mungkin ini hanya miskominukasi saja,” jelas Nyoman Roni. *asa
Komentar