Seni Klasik Anak-anak Undang Decak Kagum
Layaknya penari dan penabuh dewasa, anak-anak dari Sanggar Seni Tari dan Karawitan Citarum, Denpasar tampil apik menyajikan beberapa tabuh dan tari klasik mengisi ajang Bali Mandara Mahalango III di Kalangan Ayodya Taman Budaya Bali, Kamis (4/8) malam.
DENPASAR, NusaBali
Meski belum menyentuh ranah inovasi, namun apa yang ditampilkan mereka cukup luwes dan bagus. Ketua Sanggar I Putu Sudhiarta mengaku sengaja untuk menampilkan kesenian klasik, sebab anak didiknya masih dalam tahap belajar dari nol. Hal ini karena anak-anak mesti belajar hal-hal yang sangat mendasar dalam seni tabuh dan tari klasik, tidak bisa langsung belajar sebuah lagu. “Jadi kalau belajar dari nol memang butuh proses, demikian juga anak-anak ini. Persiapan yang kami lakukan hampir tiga hingga empat bulan,” ungkapnya.
Melatih anak-anak dalam berkesenian memang membutuhkan kesabaran ekstra, sebab dari awal sama sekali anak-anak tidak bisa memegang panggul, apalagi memainkan sebuah lagu. “Setelah mengenali cara memegang panggul, lanjut cara memukul yang baik. Pelan-pelan nada dasar diajarkan baru diberikan lagu. Jadi memang harus sabar,” kataya.
Beberapa kesenian yang berhasil dibawakan dengan baik antara lain Tabuh angklung klasik ‘Ratna Kayon’, tabuh gong kebyar anak-anak ‘Gesuri’, tabuh angklung kekebyaran ‘Sekar Gadung’, tari gong kebyar anak-anak ‘Sekar Jagat’ dan ‘Baris Tunggal’, tari angklung kekebyaran ‘Panyembrama’ dan ‘Margapati’.
Bagi Sudhiarta, mendapat kesempatan tampil di ajang Bali Mandara Mahalango memberikan perasaan bangga tersendiri bagi anak didiknya. Dorongan seperti ini diharapkan menumbuhkan talenta anak-anak serta motivasi ke depannya. “Ada semangat dan motivasi untuk tampil. Ini jadi kebanggaan tersendiri bagi mereka. Jika tahun depan ada kesempatan untuk tampil lagi, kita akan coba inovasi,” katanya. * i
Meski belum menyentuh ranah inovasi, namun apa yang ditampilkan mereka cukup luwes dan bagus. Ketua Sanggar I Putu Sudhiarta mengaku sengaja untuk menampilkan kesenian klasik, sebab anak didiknya masih dalam tahap belajar dari nol. Hal ini karena anak-anak mesti belajar hal-hal yang sangat mendasar dalam seni tabuh dan tari klasik, tidak bisa langsung belajar sebuah lagu. “Jadi kalau belajar dari nol memang butuh proses, demikian juga anak-anak ini. Persiapan yang kami lakukan hampir tiga hingga empat bulan,” ungkapnya.
Melatih anak-anak dalam berkesenian memang membutuhkan kesabaran ekstra, sebab dari awal sama sekali anak-anak tidak bisa memegang panggul, apalagi memainkan sebuah lagu. “Setelah mengenali cara memegang panggul, lanjut cara memukul yang baik. Pelan-pelan nada dasar diajarkan baru diberikan lagu. Jadi memang harus sabar,” kataya.
Beberapa kesenian yang berhasil dibawakan dengan baik antara lain Tabuh angklung klasik ‘Ratna Kayon’, tabuh gong kebyar anak-anak ‘Gesuri’, tabuh angklung kekebyaran ‘Sekar Gadung’, tari gong kebyar anak-anak ‘Sekar Jagat’ dan ‘Baris Tunggal’, tari angklung kekebyaran ‘Panyembrama’ dan ‘Margapati’.
Bagi Sudhiarta, mendapat kesempatan tampil di ajang Bali Mandara Mahalango memberikan perasaan bangga tersendiri bagi anak didiknya. Dorongan seperti ini diharapkan menumbuhkan talenta anak-anak serta motivasi ke depannya. “Ada semangat dan motivasi untuk tampil. Ini jadi kebanggaan tersendiri bagi mereka. Jika tahun depan ada kesempatan untuk tampil lagi, kita akan coba inovasi,” katanya. * i
Komentar