Perusakan Palinggih, WNA Denmark Jadi Tersangka
Viral perobohan palinggih di Kalibukbuk, ternyata status Lars Christensen sudah dijadikan tersangka.
SINGARAJA, NusaBali
Aparat Desa Dinas dan Desa Adat Kalibukbuk, Selasa (28/1/2020), menyambangi Kapolres Buleleng AKBP I Made Sinar Subawa. Mereka meminta kejelasan tentang kasus perusakan palinggih oleh seorang warga negara asing (WNA) asal Denmark, Oktober 2019 lalu. Kedatangan pentolan Desa Kalibukbuk itu menanyakan penanganan kasus penistaan simbol agama yang perjalanannya dinilai cukup panjang.
Aparat berombongan itu terdiri dari Perbekel Desa Kalibukbuk Ketut Suka, Bendesa Adat Kalibukbuk Gede Subrata, Kelian Banjar Dinas Kalibukbuk Gede Suarjana dan Baga Parahyangan Persatuan Hindu Dharma Indonesia (PDHI) Desa Kalibukbuk Ida Bhawati Samiada. Mereka diterima Kapolres Buleleng, AKBP I Made Sinar Subawa didampingi Kasatreskrim AKP Vicky Tri Haryanto.
Pertemuan yang hanya berlangsung tak lebih dari sepuluh menit itu pun mendapatkan jawaban tegas dari Kapolres. Kapolres menyatakan pelaku, Lars Christensen, 54, sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Perbekel Desa Kalibukbuk Ketut Suka ditemui usia audiensi dengan Kapolres Buleleng mengatakan, kedatangannya bersama tokoh adat ingin menanyakan kejelasan penanganan kasus perusakan palinggih di sebuah rumah yang masih ada di wilayah Desa Kalibukbuk. Dia menegaskan terlepas dari sengketa intern pelaku Lars dengan istrinya, pihak desa tegas tak ingin mencampuri. Namun yang menjadi keberatan dan kekecewaan adalah cara Lars merobohkan palinggih dengan cara tak sepantasnya menurut kepercayaan agama Hindu.
“Hari ini kami datang dengan prajuru untuk mengetahui bagaimana perkembangan kasus ini. Masyarakat kami menilai kalau penistaan agama umat lain kok cepat sekali responsnya apalagi masalah sensitif. Nah yang di wilayah kami sudah cukup lama sehingga kami cari kejelasan,” ungkap Perbekel Suka.
Pencarian kejelasan informasi itu, disebutnya, juga untuk memberikan pengertian kepada masyarakatnya karena sejauh ini sudah mulai ditanyakan dan ada informasi beredar yang menyatakan pelaku sesumbar kebal hukum. “Kami puas dengan atensi bapak Kapolres tadi, apapun keluhan masyarakat di era sekarang harus ada respon cepat biar tidak larut dan membias dan menjadi preseden buruk, terlebih desa kami kawasan wisata,” imbuh dia.
Bendesa Adat Kalibukbuk Gede Subrata juga menekankan bahwa desa adat merasa keberatan dengan tingkah WNA yang semena-mena. Padahal selama ini di Desa Kalibukbuk sebagai desa penyangga utama kawasan Lovina banyak WNA yang berdomisili dan tinggal sementara kondisi mereka sangat menghargai tradisi, adat dan budaya yang ada. Kejadian penistaan simbol agama ini pun diharapkan terjadi untuk yang pertama dan yang terakhir kalinya. “Jangankan WNA yang urak-urakan, krama kami saja jika tak mengikuti etika ke parahyangan, kami langsung suruh pulang ganti baju atau memperbaiki hal yang belum tepat. Ini pelajaran apapun alasannya memperbaiki mengganti yang yang baru tetap kami tidak terima karena tak sesuai tata titi,” ungkap Subrata.
Ke depannya desa adat Kalibukbuk juga tak menutup kemungkinan mulai merancang perarem terkait keberadaan krama tamiu.
Kasatreskrim Polres Buleleng AKP Vicky Tri Haryanto menjelaskan penangan kasus perusakan tempat sembahyang itu sudah ditetapkan tersangka. Hal tersebut pun ditegaskan dalam Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) tertanggal 20 Januari 2020. Hanya saja sejauh ini belum dilakukan penahanan karena Satreskrim masih akan melakukan panggilan satu kali untuk pemeriksaan sebagai tersangka. “Ya untuk kasus pengerusakan sudah kita tetapkan status tersangka, tetapi belum dilakukan penahanan karena kasus pasal 406 KUHP, tidak bisa dilakukan penahanan karena ancaman hukuman di bawah lima tahun,” jelas AKP Vicky.*k23
Aparat berombongan itu terdiri dari Perbekel Desa Kalibukbuk Ketut Suka, Bendesa Adat Kalibukbuk Gede Subrata, Kelian Banjar Dinas Kalibukbuk Gede Suarjana dan Baga Parahyangan Persatuan Hindu Dharma Indonesia (PDHI) Desa Kalibukbuk Ida Bhawati Samiada. Mereka diterima Kapolres Buleleng, AKBP I Made Sinar Subawa didampingi Kasatreskrim AKP Vicky Tri Haryanto.
Pertemuan yang hanya berlangsung tak lebih dari sepuluh menit itu pun mendapatkan jawaban tegas dari Kapolres. Kapolres menyatakan pelaku, Lars Christensen, 54, sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Perbekel Desa Kalibukbuk Ketut Suka ditemui usia audiensi dengan Kapolres Buleleng mengatakan, kedatangannya bersama tokoh adat ingin menanyakan kejelasan penanganan kasus perusakan palinggih di sebuah rumah yang masih ada di wilayah Desa Kalibukbuk. Dia menegaskan terlepas dari sengketa intern pelaku Lars dengan istrinya, pihak desa tegas tak ingin mencampuri. Namun yang menjadi keberatan dan kekecewaan adalah cara Lars merobohkan palinggih dengan cara tak sepantasnya menurut kepercayaan agama Hindu.
“Hari ini kami datang dengan prajuru untuk mengetahui bagaimana perkembangan kasus ini. Masyarakat kami menilai kalau penistaan agama umat lain kok cepat sekali responsnya apalagi masalah sensitif. Nah yang di wilayah kami sudah cukup lama sehingga kami cari kejelasan,” ungkap Perbekel Suka.
Pencarian kejelasan informasi itu, disebutnya, juga untuk memberikan pengertian kepada masyarakatnya karena sejauh ini sudah mulai ditanyakan dan ada informasi beredar yang menyatakan pelaku sesumbar kebal hukum. “Kami puas dengan atensi bapak Kapolres tadi, apapun keluhan masyarakat di era sekarang harus ada respon cepat biar tidak larut dan membias dan menjadi preseden buruk, terlebih desa kami kawasan wisata,” imbuh dia.
Bendesa Adat Kalibukbuk Gede Subrata juga menekankan bahwa desa adat merasa keberatan dengan tingkah WNA yang semena-mena. Padahal selama ini di Desa Kalibukbuk sebagai desa penyangga utama kawasan Lovina banyak WNA yang berdomisili dan tinggal sementara kondisi mereka sangat menghargai tradisi, adat dan budaya yang ada. Kejadian penistaan simbol agama ini pun diharapkan terjadi untuk yang pertama dan yang terakhir kalinya. “Jangankan WNA yang urak-urakan, krama kami saja jika tak mengikuti etika ke parahyangan, kami langsung suruh pulang ganti baju atau memperbaiki hal yang belum tepat. Ini pelajaran apapun alasannya memperbaiki mengganti yang yang baru tetap kami tidak terima karena tak sesuai tata titi,” ungkap Subrata.
Ke depannya desa adat Kalibukbuk juga tak menutup kemungkinan mulai merancang perarem terkait keberadaan krama tamiu.
Kasatreskrim Polres Buleleng AKP Vicky Tri Haryanto menjelaskan penangan kasus perusakan tempat sembahyang itu sudah ditetapkan tersangka. Hal tersebut pun ditegaskan dalam Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) tertanggal 20 Januari 2020. Hanya saja sejauh ini belum dilakukan penahanan karena Satreskrim masih akan melakukan panggilan satu kali untuk pemeriksaan sebagai tersangka. “Ya untuk kasus pengerusakan sudah kita tetapkan status tersangka, tetapi belum dilakukan penahanan karena kasus pasal 406 KUHP, tidak bisa dilakukan penahanan karena ancaman hukuman di bawah lima tahun,” jelas AKP Vicky.*k23
Komentar